Raka telah menyalurkan kemarahannya lewat ciuman itu. Aku berkali kali dengan sekuat tenaga mencoba mendorongnya, namun Raka tidak mengindahkan itu. Dia menciumku seperti sedang ke setanan. Sampai ia berhenti karena aku benar benar terisak. Dia memeluk ku erat dengan mengusap puncak kepalaku. "Maaf, aku cemburu. Aku enggak bisa ngendaliin diri. Aku seperti orang gila, ketika melihat dia meluk kamu. Aku tahu ini bukan kesalahan mu. Tapi rasa cemburu ini, seperti akan membunuhku." Apa dia tidak tahu, kalau aku juga cemburu nyaris kehilangan kewarasan ini. Bukan hanya dia yang bisa merasa cemburu. Aku bahkan lebih dari itu. Aku dibohongi dan dia bahkan tidak peduli itu. Atau memang dia sudah tidak peduli lagi padaku. "Aku beli kue ..." aku masih terisak, namun aku menahannya. "Dan yang puny