Aizer Relgine de Balthazar pria bersurai coklat tembaga itu berlutut dengan wajah datarnya. Di sebelahnya sudah ada beberapa Vampir bangsawan yang Lyzander cukup kenali dan seseorang yang juga saat itu menyegel dirinya, Oliver Kayne de Balthazar.
Lyzander melirik ke Vampir wanita yang ia kenali sebagai salah satu sepupunya, tetapi ia tidak melihat wanita itu juga menyegel dirinya. Raja Vampir itu melirik ke arah Savanna yang sepertinya sudah jengah di tempatnya. Tentu saja Savanna tidak mengenal siapa mereka dan ada maksud apa mendatangi kastil itu.
"Lyora, kau ingin bertemu Roazen?" tanya Lyzander.
Tubuh para dewan Vampir menegang kala mendengar nama Vampir buas yang tidak bisa dibunuh itu. Kecuali Lyora yang tersenyum lebar mendengar kakak kandungnya sudah dibangkitkan.
"Sebuah kehormatan untuk hamba, My Lord."
Lyzander mengangguk, ia melirik kembali ke arah Savanna, calon istrinya benar-benar mengetahui situasi sekitarnya. Wanita itu bangkit dan berdiri di sisi Lyzander, membiarkan pria itu leluasa pergi secepat kedipan mata dan kembali dengan membawa Roazen bersamanya.
Terlihat Roazen yang rantai mengikat tangannya, terlihat begitu longgar dan dapat kapan saja lepas membunuh mereka. Aura membunuh begitu terasa mencekam dan membuat sesak para Vampir yang ada di sana, berbeda dengan Savanna yang terlihat baik-baik saja dan mendekat ke arah Roazen.
"Hei, bisa mendengarku?" bisik Savanna.
Roazen yang tadinya fokus melihat para Vampir itu kini teralihkan dengan adanya Savanna. Vampir buas itu mengangguk, menundukkan kepala agar Savanna dapat mengelusnya.
"Good boy, kau bisa berdiri di sisiku jika merasa kesal," kata Savanna sambil mengelus kepala Vampir buas itu.
Semua Vampir yang berada di sana terkejut dan menatap tidak percaya ke arah Savanna. Seorang Roazen tunduk kepada manusia yang merupakan makanan bagi Vampir buas itu. Lyzander kembali ke singgasananya bersama Savanna dan juga Roazen yang berlutut di sisi Savanna.
"Lord Lyzander, karena Anda telah terbebas dari hukuman Anda selama ini, maka kami akan kembali mengingatkan apa yang harus Anda perhatikan di era saat ini," ujar sang Pangeran.
Aizer Relgine de Balthazar, Lyzander masih mengingat dengan jelas Vampir yang merupakan sepupunya itu berkhianat hingga menyegel dirinya. Lyzander mencengkram tangannya kuat, mengingat kejadian itu membuatnya ingin membunuh saudaranya sendiri. Tidak peduli jika mereka merupakan saudara dan dari jenis yang sama.
Savanna yang mengetahui ada yang aneh dengan Lyzander dengan cepat merajuk, ia mencoba mengalihkan perhatian Lyzander agar tidak tersulut emosi ratusan tahun lalu. Lyzander yang sadar segera menoleh dan melihat wajah Savanna yang tertekuk.
"Aku manusia," gumamnya sambil bersidekap.
Lyzander yang mendengar itu tersenyum dan menarik tubuh Savanna untuk duduk di pangkuannya. Savanna seperti mengetahui dirinya, padahal mereka belum lama bertemu dan akan menikah dua hari lagi.
"Aku tahu, calon istriku sudah memberitahuku semua yang terjadi di era saat ini. Aku tidak berniat untuk membalas dendam dan memburu kalian, meski rasa itu tetap ada hingga saat ini."
"Kau tidak sedang mengancam manusia itu, bukan?" tanya seseorang yang memasuki ruangan.
Lyzander tidak mengenal siapa Vampir yang berani masuk tanpa seizinnya. Para Dewan Vampir berdiri dan memberi hormat pada pria yang masuk begitu saja.
"Apa aku mengenalmu?" tanya Lyzander yang tidak peduli ia sopan atau tidak.
"Tentu saja tidak, aku adalah pemimpin Dewan klan Vampir, Astrophel Neck de Romancers. Aku harap kau tidak berbuat keji seperti yang dikatakan mereka para tetua yang menyegelmu," jawab Vampir itu.
"Aku tidak di ancam," sanggah Savanna cepat dengan berdiri dari pangkuan Lyzander.
Sesungguhnya ia lebih takut Lyzander mengamuk dan membuat orangtuanya mati dalam sekejap. Ia juga tahu jika para Vampir tidak dapat dibohongi, tetapi ia tidak memiliki pilihan lain selain berpura-pura.
"Apa karena kau terkena virus itu dan akhirnya kau menyerah begitu saja? Aku bisa memilihkan Vampir lain yang lebih aman untukmu, Nona Savanna."
"Tidak, aku tidak perlu yang lain, lagi pula ... ada sesuatu yang tidak bisa aku katakan pada kalian."
"Apa itu cinta?"
Savanna sengaja tidak menjawab, dengan tidak menjawab mereka pasti akan berpikiran jika ia benar mencintai Lyzander. Ia memalingkan wajahnya yang terlihat seperti tersipu malu, meski dalam hati ini mengutuk mereka yang terlalu lama membuatnya menunggu.
"Baiklah, aku pikir salam perkenalannya cukup sampai di sini."
Para Dewan Vampir itu pergi kecuali para Pangeran Balthazar yang masih berdiri menunggu Lyzander mengatakan apa yang ia rencanakan sebenarnya. Sang Raja Vampir itu kembali menarik Savanna kembali duduk ke pangkuannya.
Tidak peduli jika para sepupunya itu kini menatapnya dengan penuh curiga. Lyzander memfokuskan dirinya kepada Savanna yang mulai merajuk.
"Aku ingin kembali ke kamar," katanya sambil mengerucutkan bibir.
"Setelah ini kita akan kembali ke kamar, Sayang," jawab Lyzander seraya memeluk tubuh calon istrinya.
"Aku lelah, Roazen bisa mengantarkanku," putus Savanna.
Lyzander mengangguk mengerti, sepertinya Savanna benar-benar merajuk kali ini. Ia akan mengalah demi memperlihatan keharmonisan hubungannya di depan para pengkhianat.
"Roazen, temani Savanna."
Savanna langsung saja menarik tangan Roazen untuk segera kembali ke kamarnya, ruangan aula yang sesak itu sangat tidak cocok untuk Savanna. Setelah kepergian Savanna, Lyzander kembali memasang wajah angkuhnya, ia berusha mati-matian untuk tidak membunuh para pengkhianat yang kini ada di hadapannya.
"My Lord, apa kau mengancam dengan kedua orangtuanya?" tanya Aizer yang tidak percaya jika ada wanita yang mencintai sang Raja.
Meski Lyzander memiliki wajah rupawan, tetapi kebengisan pria itu menutupi ketampanannya. Vampir itu menatap para saudara yang membuatnya muak dalam satu ruangan.
"Aku tidak mengizinkan kalian untuk datang kembali, kalian bisa datang saat Savanna memang mengundang kalian. Meski aku tahu ia tidak akan mengundang para Vampir lainnya. Masalah apakah aku mengancamnya atau tidak, kalian bisa menanyakan langsung padanya. Aku tidak memaksanya untuk berkata bohong pada kalian," terang Lyzander dengan raut wajah serius.
Kepulan asap hitam muncul di sisi Lyzander, Roazen telah selesai mengantar Savanna setelah memergoki sahabatnya sedang b******u dengan Magna. Perasaannya menjadi kacau dan ia terlihat dalam keadaan mood yang buruk.
"Kakak," panggil Lyora.
Roazen melirik sang adik dan segera pergi sambil meminta adiknya untuk ikut. Lyzander tidak menyalahkan Lyora yang melarikan diri, setidaknya adik sepupunya itu selamat dan hidup sampai saat ini. Lyzander kembali menatap serius kedua Vampir yang masih saja tampan di usia mereka yang tua.
"Kalian ... aku tidak akan melupakan apa yang telah kalian lakukan terhadapku dan Roazen."
***
Satu hari sebelum hari pernikahan, tidak seperti pada umumnya para calon mempelai akan khawatir, cemas dan berdegup kencang. Savanna justru menahan rasa sakit saat dua taring yang kembali melubangi leher jenjangnya.
Tubuhnya lelah karena rasa sakit yang terus menguras tanaganya. Savanna bahkan tidak sempat untuk khawatir pada pernikahannya, ia justru takut virus itu kembali berulah saat pernikahan berlangsung.
"Kau lelah?" tanya Lyzander yang baru saja selesai dengan acara sarapannya.
Savanna menggeleng pelan, ia memilih membaringkan tubuh di atas ranjang dan menutup mata. Ia dapat merasakan pergerakan di atas ranjang, tangan Lyzander yang dingin terulur memeluk tubuh Savanna yang hangat.
"Kau jadi irit bicara semenjak mereka datang, ada apa?" tanya Lyzander.
"Apa kau memang banyak bicara? Tubuhku hanya lemas, virus itu benar-benar menggerogoti staminaku." Lyzander tertawa kecil mendengar jawaban Savanna yang terdengar kesal.
Lyzander menarik tubuh Savanna hingga menghadapnya, ia sengaja membut Savanna terdiam mematung dengan kekuatannya. Wanita itu tidak akan pernah mau menatapnya seperti ini jika dalam keadaan biasa.
Cantik, Lyzander benar-benar mengamati wajah Savanna sekarang, menikmati setiap sentuhan kulit tangannya pada wajah wanita itu. Ia menyukai kehangatan pada tubuh Savanna, menandaan jika makhluk di hadapannya masih tetap hidup meski sekarat karena virus aneh yang muncul.
Mata jernih Savanna terlihat seakan tidak pernah masuk ke dalam dunia gelap yang dulu sering ia masuki. Hidung mancung yang memberikan kesan angkuh itu mengundangnya untuk dicubit gemas. Bibir merah muda yang terlihat pucat sering sekali ingin ia cicipi tanpa ada penolakan dari Savanna.
Lyzander tidak pernah bertemu makhluk sempurna seperti Savanna, baginya Savanna adalah makhluk yang cocok untuk menjadi pendampingnya. Selama hidupnya, ia bahkan tidak pernah menyentuh wanita, Vampir, apa lagi manusia.
Saat ia terbangun dari tidur panjangnya dan kehausan, ia melihat Savanna sebagai makanan yang harus ia dapatkan. Tetapi, pandangannya berubah saat Savanna justru hidup meski ia meminum darahnya begitu banyak. Jantungnya berdetak lebih cepat dan ia baru tersadar saat merasakan debaran itu, meski jantungnya tidak ada di tempat.
Pertemuan mereka adalah takdir, dan Lyzander percaya akan hal itu, takdir yang kembali membawanya ke tempat di mana seharusnya ia berada. Bertemu kembali dengan orang kepercayaannya dan berkumpul menjadi sebuah keluarga.
"Terima kasih."
Savanna mengerjapkan matanya, ia sudah berusaha memaki dengan suara keras, tetapi suaranya bahkan sama sekali tidak keluar. Mendengar kata-kata yang tidak mungkin Lyzander keluarkan membuatnya sedikit tergelitik.
"Terima kasih, karena kau sudah terlahir dan hidup selama ini. Pada akhirnya aku tetap jatuh pada seorang manusia sepertimu."
Ingin sekali Savanna memukul kepala Lyzander yang mengatakan dirinya seperti itu. Keromantisan yang dibangun, hancur begitu saja hanya karena beberapa kata. Seperti dirinya, memangnya Savanna seperti manusia apa, rasa senang luntur begitu saja dengan kata terakhir Vampir itu.
Lyzander mendekatkan wajahnya, menciumi kedua mata Savanna hingga turun ke bibir dan menghisapnya perlahan. Savanna mencoba menggerakkan tubuhnya, tetapi sia-sia saja. Entah sihir atau kekuatan Lyzander memang beraneka ragam.
"Aku tahu kau sedang memakiku saat ini, Sayang. Kau menggemaskan sekali jika diam seperti ini."
Lagi-lagi Lyzander mengecup bibirnya, ingin marah pun tidak bisa. Savanna hanya diam dan memejamkan matanya. Meski terasa asing dengan perlakuan seseorang padanya, ia tidak bisa berbuat banyak.
***
Setelah tertidur, Savanna membuka kedua matanya. Yang ia lihat pertama kali adalah ranjang yang terbuat dari akar dan penuh dengan bunga-bunga yang menggelitik wajahnya. Detik berikutnya ia tersadar jika bukan berada di kamar Lyzander.
"Oh my ...."
Savanna melihat sekeliling ruangan mewah itu dan tentu saja sangat mengenalinya, kamarnya di Kerajaan Elf. Ia memijat pelipisnya, bagaimana bisa ia berada di Kerajaan Elf, ayah angkatnya yang lain pasti telah menculiknya dari rumah.
"Tuan Putri, Anda sudah bangun?" tanya seseorang pelayan pribadi Savanna jika berada di sana.
"Lusha, bagaimana bisa aku berada di sini?" tanya Savanna kepada seorang gadis yang terlihat begitu tinggi darinya.
Lusha Holaxina, pelayan pribadi yang diperintahkan khusus oleh sang Raja Elf untuk melayani Savanna jika berkunjung ke kerajaan Elf.
"Yang mulia membawa Anda yang terlihat pucat, mendengar Anda akan menikah membuat Yang Mulia marah besar dan menculik Anda."
Savanna hanya menggelengkan kepala, bagaimana bisa Ayah angkatnya yang lain menculiknya. Wanita itu segera bangkit dan mendapati pintu terbuka dengan lebar. Seorang Pria tampan bertubuh tinggi dengan surai yang panjang berwarna putih gading mendekatinya dengan wajah angkuh.
"Putra Mahkota Lance, ada apa sampai menemuiku?"
***