Chapter 4

2215 Kata
Savanna memandang wajah kaku nan tampan seorang Vampir yang terlihat angkuh, tetapi nyatanya terlalu bodoh. Ralat, Vampir itu justru seperti hewan buas yang tidak memiliki akal selain memangsa dan menurut perkataan Lyzander yang sudah seperti majikannya sendiri. Hari ini adalah hari ke lima mereka berdua bertemu dan Savanna mengajarinya dengan sepenuh hati atas permintaan pria yang akan menjadi suaminya. Beruntung Roazen tidak terlalu bodoh dan kolot seperti anak-anak yang baru belajar pada umumnya. Pria itu cepat menangkap apa yang dimaksud Savanna meski Lyzander tidak mengerti apa yang diajarkan Savanna. "Hari ini kau juga belajar dengan cepat, sebenarnya aku tidak bisa mengajari orang lain meski nilai-nilai mata kuliahku sempurna. Ini berkat dirimu yang ternyata begitu pintar daripada kelihatannya." Roazen hanya duduk dengan angkuh, ia menyukai sanjungan yang diberikan oleh calon istri sang Raja. Dengan begitu ia akan dapat diterima di sisi Lyzander seperti sebelumnya. Vampir itu kembal mendengarkan apa saja peraturan yang ada di dunia manusia saat ini, hingga penciumannya terganggu dengan aroma yang begitu memabukkan. "Savanna!" teriak seorang wanita yang sudah pasti adalah sahabat Savanna. Wanita itu mendengkus kesal, pasalnya Roazen pasti akan menghilang jika ada manusia yang datang. Ia melihat Roazen yang bangkit dengan wajah datar, seperti biasa ia akan pergi dan tidak akan memperlihatkan wujudnya di depan orang lain. "Tunggu," cegah Savanna. Raozen menoleh dan menatap Savanna yang kini menghampirinya, memegang pergelangan tangan pria itu yang tersasa dingin seperti pada Vampir umumnya. "Aku akan memperkenalkan dirimu pada temanku, sekaligus agar kau terbiasa dengan aroma-aroma tubuh manusia," ujar Savanna. "Campuran," gumam Roazen, Savanna yang mendengar itu tidak mengerti, ia menaikkan satu alisnya. Roazen hanya memalingkan wajahnya, sepertinya percuma berbicara dengan calon istri dari Rajanya. Savanna mengabaikan perkataan Roazen yang menurutnya sebagai tanda protes, ia menarik tangan pria itu keluar ruangan untuk bertemu dengan tamu yang datang. "Savanna!" teriak seorang wanita yang berlari ke arah Savanna. Wanita itu langsung saja memeluk tubuh Savanna, ia senang jika sahabatnya itu sudah berangsur kembali pulih dan bisa mengomel seperti sekarang ini. "Sudah aku katakan jangan berteriak, Mommy dan Daddy akan terganggu karena memiliki pendengaran yang tajam. Sudah berapa kali aku mengatakannya padamu, Ella!" ujar Savanna sambil menarik telinga sahabatnya. "Aw ... ya, ya maafkan aku," jawab Ella sambil melihat jika Savanna menarik tangan seseorang. "Aku akan meminta Magna untuk menghukummu nanti, sekarang apa yang kau lakukan?" tanya Savanna. "Menjengukmu, aku sudah membawakan Macaron untukmu!" jawab Rafaella dengan wajah berbinar. Savanna tersenyum lebar dan mengambil tas yang dibawa Rafaella dengan bertuliskan Sweet Macaron.  Ia juga menarik tangan Roazen untuk segera berdiri di sampingnya, seperti biasa Rafaella hampir saja menganga karena melihat Roazen. "Ella, perkenalkan ia adalah Creviear Roazen de Balthazar. Roazen adalah sepupu Lyzander, yang terkenal sebagai-" "Roazen," potong Vampir itu sambil menatap Rafaella dalam-dalam. Savanna yang melihat gelagat aneh dari Roazen segera menarik tangan Vampir itu untuk menjauh, ia takut Roazen langsung saja menerkam Rafaella, meski wanita itu akan dengan senang hati memberikan darahnya untuk Vampir setampan Roazen. "Ella, tunggu di sini." Savanna langsung menarik tangan Roazen untuk segera menjauh. Savanna langsung mengantarkan Roazen ke kamar pria itu, menutup pintu dan menatap Roazen yang sudah duduk dengan angkuhnya di dekat jendela. Ia mendekat dan menatap wajah Roazen yang sepertinya tengah menahan sesuatu. "Kau bisa bertahan?" tanya Savanna takut-takut kalau Vampir itu menahan hasrat untuk menghisap habis darah Rafaella. Roazen hanya menjawab dengan anggukkan, Savanna khawatir dengan keadaan Roazen saat ini. Tetapi, tentu saja ia tidak akan mau memberikan darahnya untuk Roazen, meski dipinta Lyzander pun ia tidak akan sudi dihisap Vampir lainnya. Savanna sudah mengerti mengapa Lyzander saat itu membiarkan Roazen untuk menghisap darahnya, Lyzander tidak ingin Roazen langusng saja memburu manusia untuk menuntaskan dahaganya setelah tertidur terlalu lama. Mencegah lebih baik, tetapi Savanna tetap tidak menyukai tubuhnya yang saat itu hampir dijamah Roazen. "Setidaknya kau tidak menyerangnya langsung, tetapi apa kau menyukai aroma darahnya?" Roazen yang mendengar perkataan Savanna segera menoleh dan menatap penuh selidik.  "Aku hanya bertanya, jangan meantapku seperti itu," jawab Savanna jengkel dilihat seperti seseorang yang mencurigakan. "Aku ... akan menahannya." Savanna bertepuk tangan mendengar jawaban Roazen. Sudah pasti Vampir itu sangat menyukai aroma darah sahabatnya, ini tidak baik bagi kesehatan jantung Savanna jika tiba-tiba Roazen menghisap darah Rafaella. Sementara ini Roazen meminum darah manusia sebagai treatmen, meminumnya dalam waktu berkala dan membuat tubuhnya terbiasa dengan darah yang ia minum agar tidak menyerang manusia di luar sana. "Kau memang harus menahannya, kalau coba-coba menghisapnya tanpa izin dariku, aku akan menghajarmu!" ancam Savanna, Vampir itu hanya tersenyum mendengar celotehan Savanna yang menurutnya lucu. Tersenyum? Roazen akhirnya bisa belajar tersenyum di hari kedua setelah mereka bertemu. Sebelumnya Roazen hanya memperlihatkan sisi buas dan angkuhnya, yang pria itu perlihatkan bahkan seringaian yang membuat jantung Savanna menjerit untuk segera pergi meninggalkan Roazen.  Cukup satu hari sampai ia bisa membuat Roazen tersenyum lembut, sangat lembut sampai Roazen sendiri tidak menyadari jika tersenyum adalah hal yang mudah. Roazen juga harus segera bisa berbaur dengan manusia, karena dengan hanya cara itu ia bisa bertahan hidup. "Baiklah, aku harus menemuinya, besok kita lanjutkan pelajaran lainnya tentang sosial kehidupan antara Vampir dan manusia." Roazen hanya mengangguk dan tatapannya kembali ke luar jendela. Savanna segera meninggalkan kamar Roazen, ia segera menemui sahabatnya atau wanita itu akan kembali berteriak yang dapat mengganggu pendengaran orangtuanya. Ia tahu jika sahabatnya pasti akan menunggu di ruang tamu yang memiliki pemandangan yang cukup indah. Kastil dengan interior klasik itu menjadi salah satu daya tarik dari klan Balthazar. "Savanna!" pekik Rafaella yang sepertinya sedang senang karena baru saja bertemu dengan Vampir lainnya. "Ahh, beruntung aku membawanya pergi jauh darimu," ujar Savanna yang langsung duduk di sebelah sahabatnya. "Mengapa? Apa karena Vampir itu menyukai darahku? Seharusnya kau memperkenalkannya padaku, bukan membawanya pergi jauh!" gerutu wanita itu sembari emmakan macaroon yang ia bawa. Savanna menggelengkan kepalanya pelan, sahabatnya itu memang menyukai makhluk yang bernama Vampir. Bercita-cita ingin memiliki pasangan vampir dan hidup selamanya. Berbanding terbalik dengan Savanna, tetapi meski berbeda, mereka tidak pernah berdebat lebih jauh tentang Vampir. "Ella, ia tidak seperti Vampir pada umumnya, seharusnya kau sudah tahu siapa Vampir itu. Kau bisa mati di tangannya jika aku lengah sedikit saja." Rafaella hanya mengangguk dan mendengarkan Savanna, wanita itu terlihat berpikir dan baru menyadari betapa berbahayanya sekarang kastil ini daripada sebelumnya. Savanna bangkit berdiri karena ingin meminta pelayan untuk mengambilkan minum, tetapi tubuhnya menegang dan rasa panas perlahan muncul dari dalam tubuhnya. Tubuh Savanna langsung saja tertarik kebelakang dan duduk di pangkuan seseorang, taring dingin itu kembali menembus leher jenjang Savanna. Wanita itu hanya diam sedangkan ia dapat melihat Rafaella yang menutup mulut dengan kedua tangannya. Pelukan pada tubuh Savanna begitu hangat dan ia tahu siapa pelakunya, Lyzander dengan kedual bola matanya yang menghitam tengah menghisap darah Savanna dengan posisi yang terlihat begitu seksi. "Jangan lihat aku seperti itu, Ella," gerutu Savanna karena tatapan Rafaella justru terlihat seperti mengagumi sesuatu. "Ada apa dengan tatapanku? Kau terlihat begitu seksi dan aku yakin Tuan Vampir di belakangmu saat ini sedang menahan hasratnya untuk mencumbumu di depanku." "Kau memiliki penglihatan yang bagus, Nona Vrasia," jawab Lyzander setelah mencabut taringnya dari leher Savanna. "Oho, aku ingin melihat Savanna berwajah merah karena malu memerlihatkannya padaku, apa Anda bisa melakukannya, Tuan Vampir?" goda Rafaella, Savanna membulatkan kedua matanya. Belum sempat mengumpat, bibir Savanna sudah bungkam oleh bibir Lyzander. Ia membalikkan tubuh Savanna agar menghadapnya dengan kaki yang terbuka dan berpangku padanya. Lyzander membuka kemeja yang dikenakan Savanna dengan satu tangannya, sedangkan tangan kirinya menahan tengkuk leher Savanna agar terus memperdalam pungutan bibir mereka. Kedua tangan Savanna terpaksa memeluk leher Lyzander dan sesekali menarik sedikit surai sang Vampir. Savanna masih belum terbiasa dan mengimbangi hasrat Lyzander yang terus saja terangsang jika menghisap darahnya. Lyzander membuka kemeja Savanna hingga memperlihatkan punggung mulusnya pada Rafaella, Rafaella yang melihat itu hanya bisa menutup mulut dengan tangan agar tiak berteriak dengan adegan intim di depannya. "Akh!" desah Savanna saat Luzander menancapkan taring di dadanya. "Apa ada s**u di dadanya?" goda Rafaella. "Ella!" desis Savanna dengan wajah memerah. Lyzander melepaskan kembali taringnya, ia menarik tubuh Savanna agar lebih mendekat. "Tidak ada, hanya ada rasa manis seperti madu yang dapat aku rasakan dari buah dadanya yang menggemaskan," jawab Lyzander begitu s*****l. Rafaella bertepuk tangan saking serunya menonton Savanna yang mulai dicumbu Lyzander, sedangkan Savanna berusaha sekeras mungkin agar tidak mendesah. Lyzander kembali melakukan aksinya, ia menjilat dari bahu kanan Savanna, naik dengan begitu pelan hingga telinga wanita itu. "Jadi kapan kalian akan menikah?" tanya Rafaella sambil memakan kue di atas meja. "Dua hari lagi, persiapannya sudah selesai dan tentu saja kau harus datang, Nona Vrasia," jawab Lyzander. "Tentu akan datang meski mungkin hanya aku saja manusia yang akan datang," jawab Rafaella. "Manusia?" Lyzander menaikkan satu alisnya. "Ya, memang ada manusia lainnya yang akan datang?" Lyzander menggelengkan kepalanya sebagai tanda jawaban. "Ada, Pendeta atau pastur atau lainnya untuk perniakahanmu dan aku, Tuan Vampir," sela Savanna sambil menarik kedua pipi Lyzander. "Ha, kau saja Atheis, bagaimana bisa kau menikah dengan meminta Pendeta atau lainnya?" balas Rafaella. "Hei, aku mempercayai Tuhan, hanya tidak memiliki agama saja. Ayolah, kau yakin tidak ada manusia lain yang akan datang? Bagaimana dengan orang-orang pemerintah yang mengawasi manusia dan Vampir?"  Lyzander hanya tersenyum dan kembali mengulum d**a Savanna dengan sengaja. "Vampir m***m!" desah Savanna. Rafaella yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepala, ia memilih untuk keluar dari ruang tamu karena tahu pasti Lyzander sudah tidak bisa menahan birahi yang tercetak jelas di wajahnya. Ia lebih memilih berkeliling dan menutup pintu ruangan itu rapat-rapat. "Ahh ... Lyzander!" Lyzander langsung saja merebahkan Savanna di sofa yang cukup besar dan dapat mereka tiduri bersama. Lagi-lagi Vampir itu menancapkan taringnya di leher kiri Savanna, satu tangannya meremas d**a kiri wanita itu dengan lembut. "Ahh, dua hari itu begitu lama," gumam Lyzander yang dapat di dengar Savanna. "Hei, pelan-pelan. Darahku tidak akan habis, mengapa kau seperti ingin menghabiskannya sekarang, huh?" gerutu Savanna yang merasa aneh di bagian tubuh bawahnya. Lyzander hanya tersenyum dan mengecup bibir Savanna dengan begitu mesra, mereka sudah seperti sepasang kekasih yang baru saja bepacaran. Savanna yang merasa geli hanya tertawa kecil, ia tidak tahu jika Vampir yang ada di atas tubuhnya sangat ingin sekali menerjang saat ini juga. "Aku menginginkanmu seutuhanya, Savanna," jawab Lyzander dengan bisikkan di telinga Savanna. Savanna tidak menjawab, ia membiarkan dirinya kembali digigit Lyzander. Entah sejak kapan Lyzander sudah membuka kemeja putih miliknya, dan ia baru menyadari jika Savanna hanya memakai celana pendek saat mengajari Roazen. "Kau nakal sekali, Savanna," geram Lyzander sambil melepaskan celana Savanna. "Ly-lyzander, apa yang kau lakukan?" cicit Savanna sambil bergerak gelisah saat tangan Lyzander sudah menyentuh dalamannya. "Shhh, nikmati saja," jawab Lyzander sambil berbisik. Savanna mengigit bibir bawahnya saat dua jemari panjang Lyzander mulai menerobos pusat gairahnya. Wanita itu manahn napas dan juga libidonya yang mulai melonjak naik. Lyzander mengunci tatapan Savanna, sedangkan tangannya mulai bergerak di bawah sana. "Mendesahlah," bisik Lyzander. "A-akh!" desah Savanna saat kedua jari Lyzander masuk lebih dalam dan bergerak dengan menggerak-gerakan jarinya di dalam sana. "Yeah ... terus seperti itu, Sayang." Lyzander mencium kening Savanna. Suara desahan Savanna bagai candunya saat ini, ia ingin terus mendengar suara desahan itu selamanya. "Ahh ... berhenti ... Lyzander ... ahhh!" "Berhenti? Aku ingin terus mendengar kau mendesah sampai aku merasa puas, Sayang." "Akh ... kau tetrlalu ...  ce-pat ... akhh!"  Savanna sampai pada pelepasan pertamanya, Lyzander tersenyum dan menarik tangannya. Ia menjilati bekas cairan cinta yang dikeluarkan Savanna, begitu manis dan terasa sangat menggoda. Napas wanita itu terengah-engah, ia mencoba menetralkan napasnya yang memburu. Tok Tok Tok Lyzander baru saja ingin menghisap habis cairan yang ada di pusat gairah Savanna, tetapi suara ketukan pintu menginterupsi kegiatan mereka. "Ada apa sampai berani mengangguku?" tanya Lyzander dengan suara mengintimidasi. "Maafkan tidak kesopanan saya, My Lord. Utusan dewan hadir saat ini dan ingin bertemu dengan Anda perihal pernikahan Anda dengan Savanna." Terdengar suara Alister yang berada di luar pintu. Lyzander mendengkus kesal, ia tidak suka percintaannya dengan Savanna terganggu. "Sampaikan padanya untuk menunggu, jika tidak ingin menunggu, ia bisa angkat kaki dari kastilku," titah Lyzander. "Yes, My Lord." Lyzander kembali menatap Savanna yang masih terengah-engah, matanya mulai berkabut karena gairah pun tak luput dari pandangan sang Vampir. Pria itu tersenyum dan menarik paksa celana dalam Savanna, ia langsung berjongkok dan melebarkan kaki calon istrinya. Wajahnya mendekat dan mulai menjilati dengan rakus pusat gairah Savanna. "Ly-zander ... akhh!" Berselang beberapa menit dan puas mendengarkan desahan Savanna, Lyzander menyudahi permainannya. Ia mengangkat tubuh Savanna dan dalam sekejap berpindah tempat ke dalam kamar mereka berdua. Membawa wanita itu ke dalam kamar mandi dan membersihkannya bersama-sama di bawah air shower.  "Kau bisa bertemu dengan utusan dewan itu, dan aku akan istirahat di kamar bersama Ella," gumam Savanna yang terlihat kelelahan. "Kau akan tetap ikut bersamaku, jangan memberontak dan ikuti saja apa kataku!" jawab Lyzander sambil kembali mengigit leher Savanna. Savanna hanya diam menyetujui perkataan Lyzander, setelah membersihkan diri, Savanna diberikan gaun berwarna merah dengan belahan tinggi di sisi kanan dan kirinya. "Kau serius aku memakai gaun ini?" tanya Savanna tidak percaya. "Pakai atau aku akan memperkosamu sekarang juga?" jawab Lyzander yang kini terlihat menyeringai. "Lupakan pertanyaanku!" jawab Savanna yang lagi-lagi hanya mendesah lelah dengan kelakuan Lyzander. Lyzander tersenyum dan memeluk pinggul Savanna setelah wanita itu sudah sedikit memoles wajahnya. Mereka berdua langsung berpindah tempat dan sudah pasti Lyzander dengan angkuh duduk di singgasananya. Beberapa Vampir sudah membungkuk hormat pada sang Raja, sedangkan Savanna seperti biasa sudah duduk manis di pangkuan Lyzander. "Jadi, kau akhirnya datang menghadapku, Pangeran Aizer." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN