Chapter 3

1998 Kata
Lyzander kembali ke dalam kamar dan melihat wajah Savanna yang tidak lagi memucat, ia tersenyum dan mendekat saat raut wajah wanitanya yang kembali menegang. Virus itu kembali berulah hingga membuat Savanna tersadar dalam pelukan Lyzander. "Lyzander," panggil Savanna dengan suara lirih. Lyzander hanya tersenyum kecil lalu mengigit leher wanita itu, napas Savanna sempat terputus-putus saat Lyzander mulai menghisap darahnya. Setelah dirasanya cukup, Vampir itu melepaskan gigitannya dan menatap Savanna yang kembali tidak sadarkan diri. Di luar kamar, Lyzander mendengar keributan dan aroma darah campuran yang mengganggu penciumannya. Ia berdecak, keributan itu dapat mengganggu istirahat calon Istrinya. Vampir itu bangkit dan kembali mengecup kening Savanna, ini masih pagi dan keributan sudah terjadi. Lyzander keluar ruangan, setidaknya meninggalkan Savanna beberapa menit tidak akan membuat wanita itu mati. Ia segera pergi ke arah pintu utama Istana, Lyzander dapat melihat wanita muda bersurai putih. Cantik, tetapi tidak seistimewa Savanna miliknya, dan tentu saja darah campuran bukanlah kesukaannya. "Apa yang kalian ributkan di sini?" tanya Lyzander yang berdiri di atas tangga. "My Lord, maafkan keributan yang terjadi, kami akan segera menyelesaikannya," jawab Ruse yang langsung saja berwajah pucat. "Siapa darah campuran itu?" tanya Lyzander dengan suara berat nan dingin. Ruse berusaha menelan salivanya, Lyzander tidak menyukai makhluk darah campuran. Yang ia maksud adalah ras setengah manusia, wanita muda yang berada di hadapan Ruse adalah contohnya. Aromanya tidak begitu ia sukai, berbeda dengan sepupunya yang menyukai darah campuran. "Ruse!" "D-dia adalah Rafaella Vrasia, sahabat satu-satunya Savanna, My Lord." Lyzander mengangguk mengerti, jika wanita itu adalah teman Savanna, ia tidak dapat mengusirnya begitu saja. Savanna pasti akan marah kepadanya jika mengusir tamu spesialnya. "Aku tidak ingin ada keributan, Ruse. Savanna baru saja kembali tertidur, jangan membuatnya terbangun dengan hal kecil. Kau bisa membawanya ke ruang tamu, jika Istriku sudah terbangun, aku akan memberitahunya," ujar Lyzander yang langsung saja berbalik dan menghilang dengan kabut hitam. Ruse hanya bisa membungkuk dalam dan menoleh ke arah sahabat Savanna yang begitu berisik di pagi hari. "Magna!" panggil Ruse dan munculah pria bersurai cokelat dengan iris merah miliknya. "temani Nona Vrasia, aku rasa kalian bisa berbincang lebih baik daripada denganku." "Aku mengerti," jawab Magna putra kandung satu-satunya keluarga Aranelis. Magna tersenyum ke arah Rafaella, wanita muda itu sudah seperti adiknya sendiri seperti Savanna. Ia langsung menunjukkan jalan ke ke ruang tamu, membuka pintu dan mempersilahkan masuk sahabat dari adiknya itu.      Magna, berusia seratus dua puluh tahun dan hanya dialah yang menjadi penerus keluarga Aranelis. Vampir muda yang sangat menyayangi Savanna seperti adik bahkan anaknya sendiri. Bagi magna Savanna adalah sumber cahaya pada keluarganya setelah dari masa ke masa berkabung karena tertidurnya sang Raja. Keluarganya adalah pelayan setia dari sang Raja, kedua orangtuanya bahkan menjadi tameng untuk melindungi istana peninggalan klan Balthazar. keluarga Aranelis tidak pernah berkhianat, mereka tetap menunggu sang Raja untuk kembali terbangun meski menunggu waktu yang sangat lama. "Magna, bisa kau jelaskan apa yang terjadi pada Savanna?" tanya wanita muda itu tanpa basa-basi. Magna menghela napasnya kasar, wanita di hadapannya itu adalah wanita bar-bar yang tidak akan segan-segan membuat masalah hanya karena adiknya. Magna juga menyayangi Savanna, hanya saja yang ia lawan adalah Tuannya, bukan sembarang Vampir lainnya. "Savanna terkena virus itu, pria yang kau lihat tadi yang menolong Savanna dan membawanya dengan selamat sampai di sini," terang Magna. "Apa? Bagaimana mungkin, Savanna adalah wanita yang tidak akan sudi bersentuhan dengan Vampir kecuali dengan keluarganya,"ujar Rafaella yang belum menerima kenyataan aneh di depannya. "Aku tahu, tetapi ia pun tidak bisa berkutik padanya," jawab Magna yang begitu sabar meladeni Rafaella. "Lalu mengapa pria itu mengatakan jika Savanna adalah istrinya? Dia orang asing, bahkan dia adalah Vampir. Bagaimana bisa kalian memberikan Savanna kepada Vampir seperti itu?" "Rafaella, dengarkan aku. Satu hal itu kami tidak bisa melakukan apa pun, sekeras apa pun kau atau Savanna berusaha untuk menghindar, kalian tidak kan mendapat bantuan dari kami." "Mengapa kalian sejahat itu pada Savanna? Savanna adalah keluarga kalian, sedangkan Vampir itu ... Vampir itu bukan-" "Beliau adalah Tuan kami," potong Magna. Rafaella mengerutkan dahinya, ia tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Magna. "Kau tahu klan Balthazar?" tanya Magna. "Tentu saja aku tahu, siapa yang tidak tahu tentang Raja yang sangat luar biasa kuatnya hingga hanya segel yang bisa menidurkannya," jawab Rafaella dengan penuh semangat. Magna mengangguk sambil menaikkan satu alisnya, saat itu juga wajah Rafaella memucat. "Jangan katakan ...," gumam Rafaella sambil menggelengkan kepalanya. Magna tersenyum dan mengangguk membenarkan pemikiran liar Rafaella. "Jadi dia adalah anggota klan Balthazar?" tanya Rafaella sambil menepuk dahinya. "Tidak, beliau adalah Raja terdahulu kami yang tertidur cukup lama. Kau pasti mengenalnya jika aku menyebutkan nama lengkapnya, bukan?" "Lyzander Athanasius de Balthazar?" Magna kembali mengangguk. Kali ini Rafaella beruntung tidak memaki Vampir yang mengklaim sahabatnya sebagai calon istri. Jika ia salah bicara kepada Raja Vampir, sudah pasti ia akan masuk penjara karena kasus penghinaan. Ditambah lagi Vampir itu adalah Raja yang masuk ke dalam legenda para Vampir. Butuh beberapa Raja dari berbagai klan hanya untuk menyegel seorang Raja Vampir. "Jadi ... apakah Savanna akan selamat?" tanya Rafaella dengan tubuh bergetar. "Lord Lyzander tidak akan melukainya, aku akan menjamin hal itu." "Aku harap kau peghang kata-katamu, Magna." *** Beberapa hari berlalu setelah Savanna kembali ke rumahnya. Ya, siapa sangka jika rumahnya adalah istana klan Blathazar yang di jaga oleh orangtuanya. Dan ternyata mereka merupakan pelayan Raja yang setia. Savanna beruntung bertemu dengan sahabatnya-Rafaella setelah hari itu sadar. Sementara waktu tidak boleh ada tamu yang datang, karena Lyzander akan pergi bersama Savanna ke suatu tempat, sebuah gubuk tua yang terlihat lama tidak terpakai. Savanna mengerutkan dahinya, untuk apa Lyzander membawanya ke tempat seperti itu. "Lyzander, untuk apa kau membawaku ke tempat ini?" tanya Savanna, ia khawatir virus itu akan kembali datang dan Lyzander tidak sempat menolongnya. Sudah cukup ia menerima ancaman manis dari Lyzander beberapa hari yang lalu. Savanna tidak ingin nyawa kedua orangtua dan kakaknya mati di tangan Lyzander. "Membangkitkan adikku," jawab Lyzander dengan tersenyum dan mengulurkan tangannya ke arah Savanna. Savanna hanya bisa membalas uluran tangan Lyzander yang membawanya masuk ke dalam gubuk tua itu. Ia dapat melihat Lyzander yang menghentakkan kakinya hingga terbuka sebuah jalan menurun ke bawah tanah. Tanpa penerangan Vampir itu dapat melihat kegelapan yang ada di hadapannya. Berbeda dengan Savanna, ia tidak bisa melihat apa pun hingga Lyzander harus menggendong tubuhnya. Udara dingin dan lembab begitu menusuk, Savanna mendekatkan tubuhnya kepada Lyzander yang anehnya terasa hangat. Vampir itu tersenyum dan mencium kepala Savanna sekilas, disaat seperti ini Savanna begitu imut dan menggemaskan baginya. "Tempat ini terlalu gelap, aku tidak bisa melihat apa pun," gumam Savanna sambil menoleh ke arah Lyzander. "Kalau terang, mereka akan mengamuk," jawab Lyzander seadanya. "Mereka? Siapa yang kau maksud?" tanya Savanna tidak mengerti. Lyzander berhenti sejenak, ia tersenyum ke arah Savanna dan kembali mencium wajah wanitanya. "Aku sedang bertanya," gerutu Savanna dan Lyzander tertawa kecil sambil menghentakkan kakinya. Di kanan dan kiri mereka langsung saja terlihat beberapa obor yang menyala, Savanna langsung saja melihat sekitar hingga ia membulatkan kedua matanya. Lyzander kembali menghentakkan kakinya dan obor itu kembali meredup. "Kau sudah lihat para peliharaanku, bukan?" tanya Lyzander dan Savanna mengangguk cepat. "Kalau kau tidak ingin menikah denganku dengan sukarela ... kau tahu apa yang aku lakukan pada kedua orangtua angkatmu itu, bukan?" Tubuh Savanna menegang, ia mengangguk cepat dan hanya bisa memeluk Lyzander yang mulai mengelus kepalanya lembut. "Jika kau menurut, aku tidak akan melukai mereka dan juga dirimu, aku akan melindungi kalian." Savanna hanya bisa mengepalkan kedua tangannya sambil memeluk Lyzander, ia inign menangis  mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. Vampir itu hampir saja membunuh Ibunya, dan mengancam seluruh keluarganya. Sesampainya mereka di sebuah ruangan yang terlihat luas, Lyzander menurunkan tubuh Savanna. Mereka berdua dapat melihat sebuah peti mati yang tersegel begitu rapi dan tentu saja sudah lapuk dan menua. Berbeda dengan peti mati itu yang terlihat kokoh meski sedikit berdebu. Lyzander menyentuh peti mati dengan ukiran emas itu dan seketika segel yang menyelitmuri perlahan hancur dan hilang menjadi serpihan debu. Vampir itu membuka peti mati di hadapannya, ia dapat melihat sosok Vampir yang ia rindukan. "Bangunlah!" ujar Lyzander sambil menyayat pergelangan tangannya dan menetekan di bibir Vampir itu. Kedua mata indah itu terbuka, iris merahnya langsung berkilat saat melihat Lyzander yang tersenyum ke arahnya. "Ka-kakak," panggil Vampir itu dengan susah payah bangkit untuk duduk di tempatnya. Savanna dapat melihat seorang Vampir pria yang bertelanjang d**a, surai putihnya berbeda dengan Lyzander miliki. Savanna melangkah mundur saat pandangannya terasa berputar, virus ditubuhnya kembali berulah disaat yang tidak tepat. "Lyzander," panggil Savanna yang hamir terjatuh jika tidak dipeluk oleh Vampir itu. "Manusia!" desis Vampir yang baru saja bangkit. "Roazen, tenanglah. Kita sudah tertidur dalam waktu yang cukup lama," ujar Lyzander sambil mengisyaratkan saudaranya itu untuk mendekat. "Bukankah kau haus? Selesaikan dengan cepat," sambung Lyzander sambil membuka sedikit pakaian atas Savanna dan menampilkan leher jenjang wanita itu. "Milikmu." Pria bernama Roazen itu menggeleng, ia tidak ingin memakan makanan sang Kakak. "Cepat, kau harus menolongnya sebelum Istriku mati, aku akan menejelaskan padamu nanti." Roazen hanya menatap tajam wanita yang berada di pelukan Lyzander, tidak ada pilihan lain selain mengikuti perkataan sang Kakak. Perintahnya adalah mutlak dan ia tidak bisa menolak.  Roazen mendekat, dengan hati-hati ia menancapkan taringnya di leher kiri Savanna. Mengnyesap darah manis milik wanita itu, sampai ia lupa sudah beralama lama ia meminum darah Istri dari kakaknya. Roazem melepaskan taringnya dan melihat Lyzander yang juga menghisap darah Savanna dengan menyentuh bagian tubuh wanita itu dengan s*****l. Roazen melangkah mundur dan berlutut di depan Lyzander, sedangkan Raja Vampir itu justru masih menikmati darah Savanna yang meluap sampai ingin ia habiskan dengan cepat. Setelah selesai, ia menggendong tubuh Savanna yang terasa begitu lemas. "b******n, kau membiarkan Vampir lain menghisap darahku!" desis Savanna yang tidak terima. Lyzander tidak menjawab, ia justru melumat bibir Savanna samapi calon istrinya kembali tidak sadarkan diri. "Tidurlah, aku akan menerjangmu nanti," bisik Lyzander dan menyerigai saat Savanna benar-benar tertidur dalam pelukannya. "Roazen, ikut denganku dan bersikap baiklah pada orang-orang yang akan kau temui." Roazen mengangguk dan bangkit berdiri mengikuti langkah kaki Lyzander, melewati hutan dan akhirnya mereka kembali ke istana sang Raja. Roazen memejamkan kedua matanya, ia dapat kembali mengingat masa-masa mengerikan saat dirinya dan Kakak sepupunya tersegel karena pengkhianatan dan pemberontakan dari keluarga mereka sendiri. Memasuki pintu utama, para Vampir yang setia pada mereka mulia berlutut sepanjang jalan. Lyzander dengan angkuh melewati mereka semua dengan membawa Creviear Roazen de Balthazar. Pangeran ketiga yang memiliki kekuatan seperti hewan buas, Roazen dan Lyzander adalah Vampir yang tidak mati jika tertusuk atau terpenggal sekalipun. Aura kematian begitu terasa dari tubuh Roazen, meski terlihat normal di mata semua orang, tetapi jika sudah dibebaskan, pria itu akan berubah menjadi monster penghisap darah.  Lyzander duduk di singgasananya, dengan Savanna yang jelas tertidur dalam pelukannya. Ruse memberikan kemeja hitam pada Roazen yang masih bertelanjang d**a. Roazen mengambil dan memakainya, meski ia lebih suka bertelanjang d**a. "Aku akan menceritakan satu hal, aku harap kau mendengarkanku dengan baik keputusanku kali ini, Roazen." Roazen hanya berlutut dan menundukkan kepala. Lyzander senang dengan kepatuhan Roazen, sepupunya itu adalah keluarganya yang paling ia percaya saat ini. "Dunia pada zaman ini sangat berbeda dengan saat kita terakhir kali hidup dengan teriakan para manusia dan ras lainnya. Kau bisa hidup tenang dan tidak perlu kesulitan mencari makanan. Apa kau bisa melupakan masalalu dan menghadapi masa depan?" Roazen mendongak, ia merasa marah dan juga senang disaat bersamaan. Ia marah karena Lyzander tidak akan membalas dendam mereka berdua karena pengkhianatan para Pangeran lainnya. Ia juga merasa senang disaat yang bersamaan setelah melihat Lyzander yang masih mengingat bahkan membangkitkannya kembali. "Apa jawabanmu Roazen?" Roazen bangkit berdiri, ia memiringkan kepalanya dan mendekati Lyzander. Ia mencoba mengendus aroma tubuh Savanna dan ia masih tidak mengerti mengapa wanita itu masih hidup setelah ia meminum banyak darahnya. "Virus Valtora Tragment, virus itu menjangkit hanya pada manusia. Mmebuat darah manusia itu meluap bahkan dapat membuat seluruh tubuhnya menjadi darah dan mati dalam waktu singkat jika tidak ditangani oleh Vampir untuk menghisap banyak darahnya. Apa kau paham sampai di sini?" terang Lyzander, Roazen mengangguk mengerti dan kembali mundur dan menatap sang Raja. "Jadi apa jawabanmu, Creviear Roazen de Balthazar?" "Yes, My Lord." ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN