Kelahiran Debora

1174 Kata
“Kalian masih akan menolak bekerja sama?” desak Jev pada dua rekannya yang memang tak mau terlibat, mereka hanya angkat bahu. Enggan memberikan tanggapan, penyerangan itu sama sekali tak berhubungan dengan mereka. Buat apa melimpahkan tanggung jawab dengan menyeret nama tak bersalah? Mereka juga ingin selamat, enggan mati konyol hanya karena hal yang sama sekali bukan tanggung jawab masing-masing. Kenapa Jev Indra begitu serius melibatkan diri? Dia hanya mengenal penulis muda itu sepintas, tidak mendalam. Iqtibar cukup paham karakter sahabatnya, buat apa mempertaruhkan nyawa demi kasus berbahaya? Lebih baik tidak ikut campur karena mengingat betapa berbahayanya si pelaku, sama sekali tidak berperasaan karena bisa memenggal kepala dan memutilasi secara brutal. “Sebaiknya aku perjelas, tiga kematian terakhir dilakukan oleh penggemar fanatik kalian. Kepala-kepala korban seharusnya kubiarkan sampai di tangan para idola masing-masing, mereka menghadiahkan kepala para pembenci sebagai bentuk cinta. Apa kalian baik-baik saja memiliki penggemar gila?” Adrian berujar ketus, menunjukkan toga kepala yang dimaksud sehingga dua lelaki itu hanya mampu bergidik ngeri. “Sindikat ini sangat berbahaya, sekumpulan psikopat dengan gangguan jiwa level tinggi. Jika dibiarkan, kalian bisa mati mengenaskan. Sudah tahu gangguan untuk para fans fanatik jika diabaikan?” Afriz menelan ludah, terakhir kali kasus pembakaran mobil milik artis dangdut dilakukan karena DM diabaikan. Merasa memiliki sang idola hingga melakukan tindak tak logis, perbuatan kriminal yang mengerikan. Benar-benar merepotkan. “Kupikir hanya Bell yang memiliki tingkah liar, tapi masih ada karakter lain dalam diri Eunoia. Cepat tangkap kaki tangannya, siapa pun itu. Aku akan membantu kalian!” Akhirnya Afriz berujar dengan kesal, menimpali Adrian sambil mengalihkan pandangan. Tak mau terlibat ketakutan, lagi pula ... siapa yang mau mati dengan kepala terpenggal? Tinggal Iqtibar Maulana, pendiri KPO tersebut tampak berpikir keras. Memaksakan diri untuk bersikap egois hanya akan menempatkan pada bahaya, mengingat baru saja terjadi penyerangan pada polisi. Bisa saja berikutnya ia menjadi target paling mudah untuk dihabisi, bukan satu khayalan bagus. Bekerja sama dengan Adrian tidak akan membuat citra baiknya merosot, ia perlu mengikuti jejak Afriz. Mereka menemukan satu titik kesepakatan, akan bekerja sama meringkus Demon. Langkah awal tentunya dengan mengorek keterangan terkait kelakuan dua manusia tenar tersebut. Adrian mengulanginya, bertanya terkait kasus pelecehan. Meskipun setengah kesal, Tibar mengakui beberapa nama sebagai korban. Tidak semuanya, hal ini menyimpulkan bukan pelecehan dari pendiri KPO pemicunya. Ada faktor lain. Fakta pun ditemukan setelah Alvin dan Akbar sadar, mereka diserang dengan bom setelah berhasil menemukan kebenaran masing-masing korban. Data penting dicoba untuk dihancurkan bersama mereka, bom dengan pengaturan waktu yang meledakkan mobil sehingga menyebabkan beberapa pengendara lain cedera. Alih-alih menyelamatkan diri ke rumah sakit, mereka mencegat mobil dan meminta diantar ke tempat aman. Benar saja, memang ada permainan tokoh penting pada kasus ini. Tidak semudah menangkap penjahat kelas teri, ada oknum berkuasa yang melindungi. Penyerangan dua polisi merupakan hal nyata, mustahil meletakkan bom tanpa kemampuan profesional. “Para target memang pernah mengalami pelecehan di masa anak-anak, semuanya dilakukan ayah masing-masing. Satu kebetulan yang ajaib, tetapi ternyata kenyataan tersebut telah diketahui oleh seseorang.” Alvin menjelaskannya sambil meringis, menahan rasa sakit dari beberapa luka bakar di bagian wajah. “Iqtibar Maulana mengetahuinya, menjadikan fakta itu untuk mengumpulkan mereka. Disamarkan sebagai peserta event.” Adrian langsung mengarahkan tatap kesal pada Iqtibar yang hanya menelan ludah, tertangkap basah sedang berbohong. Melakukan aktivitas ilegal demi bisnis gelap, ia tak bisa berkutik. Data-data dipegang oleh anak buah Adrian. Beruntung sudah disimpan di tempat lain, email rahasia yang tidak akan terpikirkan oleh orang lain. “b******n gila!” Afriz mengumpat, ternyata tidak tahu menahu terkait pemilihan kandidat oleh sang penyelenggara. Ia hanya diminta bekerja sama, memberikan materi berupa lukisan untuk dijadikan bahan inspirasi menulis. “Sebaiknya setelah kasus ini usai, bertobat dan berobatlah.” Adrian berucap sinis, menahan diri hingga terdengar gemeletuk gigi. “Jangan harap kalian lepas dari hukum, kasus perdagangan manusia akan kami bongkar.” Ketiganya saling melengos, merasa tidak perlu menanggapi. Saat ini, solusi terbaik memang bekerja sama. Menangkap pembunuh yang berkeliaran, tidak egois. Sebab, pelaku merupakan psikopat gila yang haus darah. “Kolektor darah akan mengambil hampir seluruh cairan kental berwarna merah pada diri korban, memasukkannya pada wadah bening untuk dipajang di rak. Warna-warna indah yang berbeda akan terlihat mengagumkan ketika tertimpa cahaya, itulah gunanya lampu-lampu penerangan di sekitar. Namun, jangan lupa untuk tetap membuat tempat dingin. Harus berada di suhu tertentu berdasarkan kepekatannya.” Jev memulai pembahasan serius terkait hal yang ia ketahui, cerita masa lalu untuk gadis kecil kenalannya. “Tampaknya mereka menempatkan darah-darah korban di tempat bagus, jika disesuaikan dengan cerita penyekapan Dirga, tentu sangat benar. Kolektor darah benar-benar dikeluarkan dari cerita.” Adrian yang sudah menceritakan perihal penyekapan Dirga hanya mengangguk-angguk, mencerna setiap perkataan sang penulis kisah. Untuk saat ini, Jev lebih memahami alur yang sedang digunakan oleh pelaku. Sebab, semua ide berasal darinya. “Penyerangan dua polisi ini bukan dilakukan pihak lain, Debora memonitor dari dekat. Namun, kapan dia muncul? kita belum menemukan jawabannya.” Adrian terbelalak, bagaimana cara wanita itu mengirim orang di saat menjelma sebagai Bell? Lagi-lagi mereka berhasil dikecoh, diperlakukan bodoh oleh pelaku kejahatan. Terlebih, berada sangat dekat. “Apa kita perlu mengurungnya?” tanya Adrian mulai memiliki pemikiran konyol terkait kasus yang sangat rumit, dia pun mustahil menyakiti Noi saat ini. Jev tak menjawab, seharusnya sejak awal memang mengurung wanita itu. Namun, mereka tak memiliki bukti keterlibatan secara langsung. Hanya praduga. Jika demikian, tak ada alasan untuk memenjarakan penderita DID tersebut. “Aku tak tahu kapan dia muncul, tetapi peristiwa nahas yang menimpanya terjadi pada tanggal 13 Oktober 2003. Kemungkinan dia akan keluar setiap tanggal 13, di setiap bulan. Memberikan perintah, tetapi eksekusi dilakukan berdasarkan momen-momen mengerikan.” “Apa Anda juga menceritakan perihal pemujaan setan?” tukas Adrian mulai merasa putus asa karena semua hal ini sangat memusingkan kepala, kenapa harus ada tanggal-tanggal tertentu? Jev menggeleng, kali ini menolak disalahkan terkait pemahaman Noi terkait dunia persetanan. Menghafal simbol-simbol terkait teori konspirasi, bahkan mengetahui banyak hal tentang tujuh dosa mematikan. Bagaimana dengan hal tersebut? “Tampaknya dia mencoba menyeret nama kami berdua pada kasus ini, mengaitkan hal-hal terlarang agar siapa pun yang dekat dengan identitas lain terlibat masalah rumit.” Afriz memberikan tanggapan, Adrian hanya diam menimbang. “Bukankah setiap kepribadian akan membenci orang yang disukai identitas lainnya?” Benar saja, Noi begitu membenci Afriz dan Jev. Menganggap mereka sebagai pria menjijikkan, terlepas dari kenyataan sesungguhnya. Semua mulai terbaca jelas, alasan demi alasan terdapat hal-hal mengerikan di setiap pembunuhan. Ada arahan untuk melibatkan nama-nama yang dianggap layak dihukum. Selain itu, memang ada alasan lain Daisy menyeret berbagai pihak. Mereka semua terlibat pada berbagai kejadian mengerikan di masa lalu, termasuk kejahatan ayahnya. Adrian merasa sekitar semakin runtuh. Terlalu banyak kejadian menjijikkan yang terjadi, menempatkan keadilan hukum sangat tragis. Jika memang setiap tindak kejahatan layak diberikan sanksi, kenapa sampai korban melakukan aksi lebih menyedihkan? Apa perlu membunuh orang-orang tak berdosa agar keadilan bisa ditegakkan? Untuk apa hukum diciptakan jika tidak digunakan? Adrian meremas rambut, merasakan sakit luar biasa. Berharap semua cepat berakhir, entah nyawanya diakhiri atau mengakhiri hidup para pelaku. Dia bertekad menuntaskan kasus hingga ke akar-akarnya, mengikuti arus permainan Demon. Menyeret semua nama para b*****h hukum! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN