Jev Indra hanya bengong, tidak langsung mempersilakan dua tamu di hadapannya masuk. Cukup takjub dengan setelan hitam yang dikenakan Bell, lekuk tubuh terlihat begitu jelas. Mengagumkan, melemahkan pertahanan diri. Terutama ketika menatap sorot yang sedikit berani, aura liar tak biasa.
Ia mengenal Daisy jauh sebelum tiga kepribadiannya datang, gadis kecil itu merupakan bocah periang yang akan bermain setiap sore di taman. Ketika dirinya sedang mencari inspirasi, akan selalu terlihat anak perempuan berbaur bersama teman-temannya. Berteriak senang sambil tertawa lepas.
Namun, semua itu lenyap. Daisy tak terlihat cukup lama, hampir setengah tahun absen bermain. Hingga suatu waktu, Jev mendapati fakta cukup mengerikan dengan kondisi tubuh lemah. Jangankan untuk tertawa riang, melangkah saja terlihat kesulitan.
Dua puluhan usianya kala itu, masih merupakan penulis yang terikat kontrak dengan sebuah penerbitan indie. Kariernya belum secemerlang saat ini, tidak terkenal sebagai sosok berpengaruh di bidang literasi. Jev melihatnya, keterpurukan seorang bocah.
Ia hanya mengikuti Daisy, memperhatikan dari jarak yang cukup tak terlihat. Gadis kecil tersebut akan bergerak wajar ketika bertemu orang lain, berjalan normal dengan langkah dipaksakan. Kemudian, saat sedang seorang diri, akan memperhatikan sekeliling dan meringis kesakitan.
Daisy kecil duduk di pinggir jalan, bersandar pada pohon rindang. Ada raut pucat di sana, tak menyadari keberadaan Jev. Memang mereka tidak saling mengenal, tetapi perhatian sang penulis memang tercuri sejak lama.
Jev menyadarinya, perasaan tidak wajar pada makhluk kecil itu. Demi menghindari setiap pergerakan aneh di balik d**a, ia menghindar. Tak mau membuat kesalahan fatal dari kelainan mengerikan tersebut. Akan tetapi, keadaan memaksanya bertindak nekat.
“Halo, Adik Kecil,” sapanya ramah disertai senyuman manis, kemudian duduk di sisi gadis cilik yang hampir memekik kaget. Namun, tampaknya cukup mengenali sosok yang mendekat, keinginan beranjak urung. Memilih tetap diam di tempat.
“Om yang sering melukis di taman, kan?” Pertanyaan gadis kecil tersebut terdengar sangat manis, disertai tatap menggemaskan khas bocah yang cukup menghipnotis siapa pun yang memandang.
Jev mengangguk, mengiyakan tanya Daisy. Meskipun pada kenyataan tidak demikian, ia hanya mencatat apa pun yang menginspirasi di sekitar. Setidaknya ada interaksi akrab dengan sang bocah, sudah cukup melegakan.
Tidak mudah mengorek keterangan dari Daisy, mereka pun bertemu secara bertahap. Hampir setiap hari terlihat berdua di taman, Jev akan membawakan apa pun yang bisa membuat gadis kecil itu senang. Perlahan, ada rona ceria. Semangat itu kembali. Lalu, sang pria perlahan mengetahui kebenaran yang terjadi.
Biadab! Begitulah yang pertama kali ia rasakan, kejam yang tidak terampuni. Kemudian, tanpa berpikir panjang, Jev melakukan aksi paling tak perhitungan. Mendatangi keluarga Radi Joansyah, bermaksud menemukan kebenaran tersebut.
Namun, ibu Daisy justru berkata sebaliknya, tidak mengatakan apa yang disebutkan sang buah hati. Tidak ada gelagat mencurigakan, mereka berdua justru berterima kasih karena Jev mau menjadi teman si kecil. Hanya saja, mereka akan segera pindah ke luar kota.
Daisy pun diseret masuk, dipaksa menjauh dari dirinya. Sejak saat itu, mereka tak pernah lagi bertemu, dan keluarga bersangkutan tidak terlacak keberadaannya. Sebagai anggota tentara, Radi tampak begitu normal, tidak menutup kemungkinan Daisy akan mengalami pelecehan hingga remaja.
Lamunan tentang masa lalu terselesaikan ketika Bell mengeluarkan suara cukup keras, berdeham. Barulah pria tersebut menyuruh kedua tamunya masuk, ada kecanggungan luar biasa. Hal ini tampak menggelikan bagi wanita yang mengerti hubungan sang penulis kenamaan dengan salah satu identitas dalam diri.
“Aku bukan Daisy, jangan merasa tak nyaman karena telah melakukan tindakan b***t terhadap tubuh ini.” Bell begitu to the point, ia enggan bertele-tele untuk mengulur waktu.
Tak ada hal semacam itu di kamus hidup seorang Bell, semua harus terselesaikan dengan singkat. Bertele-tele hanya membuang waktu, dia sangat tidak menyukai sesuatu yang lelet. Menunggu Jev melamun saja sudah sangat membosankan.
Mengalirlah semua kisah tak terduga, perihal identitas lain dalam diri Daisy. Jev kembali tak percaya, ia hanya mengetahui jika Daisy mengganti nama untuk melupakan kejadian masa lalu. Sejak kepindahan itu, sang ayah menghentikan aksi bejatnya, karena rumah yang ditempati cukup padat dan rapat. Tidak memungkinkan melakukan aksi setannya.
Namun, tak disangka jika Noi merupakan pecahan dari kepribadian Daisy. Jev tampak teringat sesuatu, Eunoia dan Bell. Bukankah nama itu tak asing? Selain itu, debar aneh dalam diri Bell pun sedikit mengherankan, apa yang sebenarnya ada pada diri laki-laki 40 tahun tersebut?
“Apa ada kepribadian lain lagi?” tanya Jev hati-hati, memperhatikan wajah dua tamu secara bergantian. “Nirmala?”
Anggukan dari dua orang itu melemaskan Jev, pria tersebut merasa enggan percaya pada kenyataan yang ada. Tampak lemas seketika, terpanggil sebagai pemicu para identitas terbentuk. Dirinya yang menggambar ketiga karakter itu, menjelaskan setiap kekuatan dalam diri masing-masing nama.
“Jadi, kamu Bell?” ulangnya memastikan kepribadian yang saat ini hanya mengangguk dengan raut kebingungan, untuk pertama kali karakter liar tersebut jinak tanpa perlu dikendalikan. “Kamu adalah sosok Alfa, pemimpin dengan keberanian dan kecerdasan sempurna. Jadi, Bell benar-benar dilahirkan oleh Daisy?”
Adrian mengerutkan kening, selama ini enggan berurusan dengan pria genit yang menurut Noi telah melakukan pelecehan terhadap Daisy. Lalu, kenyataan apa lagi ini? Kenapa Jev justru mengenal setiap pribadi yang ada?
Eunoia, sosok yang terlihat pintar, tahu segalanya, dan memiliki kepribadian umum. Ia menyenangkan, tanpa beban. Karakter ini akan sangat disukai Daisy, karena hidupnya ringan. Tidak memiliki masa lalu kelam. Dilahirkan sebagai wanita penuh kebahagiaan.
Bell, karakter kedua, cerdas dan kritis. Dia wanita elegan yang pintar berdandan, memiliki penampilan bagus. Tidak pernah merasa takut, memiliki kemampuan menuntaskan masalah yang ada.
Lalu, Nirmala. Wanita dengan karakter plegmatis, ia tak banyak bicara. Namun, menyimpan kemampuan tak jauh dari Noi dan Bell. Perpaduan karakter keduanya akan menciptakan kepribadian paling berani.
“Nirmala benar-benar dibangkitkan dari imajinasi Daisy?” Jev terus saja mengulang pertanyaan serupa, terlihat shock.
Bagaimana bisa cerita yang ia gambarkan untuk gadis kecil itu dijadikan nyata sebagai identitas-identitas baru dalam diri satu orang? Mustahil. Sekalipun sangat menentang teori di balik batok kepala, tetapi jelas sekali jika semua yang ia tulis sekarang menjadi hal nyata.
“Jadi, Anda adalah pencipta karakter mereka?” Adrian akhirnya bersuara, antara kesal dan tak percaya.
Jev Indra hanya terdiam, tampak berpikir serius. Teringat pada satu kenyataan terkait penciptaan karakter yang ia gambar untuk menghibur Daisy kala itu. Memang dia berperan penting atas banyak hal, termasuk membuat dongeng yang mampu menggerakkan pikiran seorang bocah pada tindakan super serius.
“Apa kalian bertemu dengannya?” tanya ini sedikit membingungkan, Bell pun terlihat tak memahami arah pertanyaan Jev Indra. “Karakter bernama Debora, si manipulatif yang bisa menjadi setiap karakter kapan pun dia mau?”
Masih ada lagi? Adrian menoleh pada Bell, wanita itu menggeleng. Tak mengetahuinya. Kembali pada Jev Indra yang tampak pucat, khawatir terhadap sesuatu. Kemudian, memandang iba pada wanita di samping polisi yang selama ini sangat dia benci.
“Daisy, hentikan. Semua sudah berlalu, kita ....” Kalimatnya terhenti ketika Bell berteriak histeris, memegangi kepala yang terasa sakit.
Adrian panik, mencoba menenangkan. Namun, satu tepisan kasar membuatnya merasa perlu membiarkan saja. Tidak baik juga jika harus menyiksa dengan cara berbeda, perempuan muda tersebut harus menemukan identitas sejatinya sendiri.
Jev meringis, tak percaya jika apa yang ia kisahkan sebagai bentuk hiburan semata dijadikan nyata oleh bocah masa lalu. Saat ini, salah satu karakter rekaannya sedang kesakitan, tampak akan terjadi satu perubahan identitas. Siapa yang akan muncul?
***