Ingatan Buruk Itu Kembali!

1147 Kata
Dirga berhasil menghentikan aksi Bell yang mencoba menyerang Olin, pria itu bergerak cepat ketika melihat tubuh sang wanita melesat cepat pada mantan sang kakak. Beruntung dia keluar dari kamar, berniat membuat minuman. Namun, pemandangan yang tersaji justru hampir membuat jantung melompat dari tempatnya. Satu gerakan cepat, menangkap perut Bell. Menahannya sambil menyuruh Olin menjauh, alhasil dirinya menjadi target pelampiasan. Satu tamparan sukses mendarat di pipi Dirga, cukup keras. Memaksa sang lelaki mundur beberapa langkah, mengelus kasar bekas tamparan. Keberingasan yang cukup mengherankan, tak seperti sosok biasanya. Dirga pun merasa berbeda, tetapi tetap belum menemukan jawaban atas tanya terkait hal aneh pada diri Noi. Ada apa sebenarnya? Kilatan pada mata memaksa rasa penasaran semakin menancap keras di d**a, tetapi belum memahami penyebabnya. Tak ada pilihan lain, menghubungi sang kakak. Ini kali kedua reaksi aneh ditampakkan oleh kakak iparnya. “Ada apa lagi denganmu?” Adrian langsung menyerang dengan pertanyaan, sudah cukup kacau pikiran dengan berbagai tumpukan masalah. Kasus-kasus rumit, ditambah berbagai macam kondisi keadaan sekitar. Lengkap sudah! Sekarang apa lagi yang terjadi di rumah? Bell terlihat hanya diam, menerawang entah ke mana. Adrian melunak, menarik napas guna menetralisir emosi. Bukan waktunya menekan Bell dengan sikap keras, kondisi labil yang harus dijaga. Memberikan isyarat pada Dirga untuk meninggalkan mereka, ia mendekat. Mencoba meraih tubuh wanita yang dengan cepat menolak, enggan direngkuh. Menepis setiap usaha Adrian, tetapi tak menyurutkan niat. Mencoba kembali, masih belum mendapat penerimaan. Namun, perlahan jinak, berlabuh dalam dekapan laki-laki yang sudah menarik napas lega. Membimbing untuk duduk, mencoba menemukan titik permasalahan. Menunggu sampai mulut itu terbuka, tidak mengusik dengan pertanyaan. “Aku mengingatnya ....” Kalimat ini tertahan oleh emosi yang bergetar, terlihat menekan amarah di balik d**a. Adrian meremas pelan kedua tangan miliknya, Bell hanya tergugu. Melempar tatap sendu. “Semua baik-baik saja, apa yang terjadi di masa lalu ... semua itu hanya masa lalu. Jangan menjadikannya alasan menyalahkan diri sendiri, kamu tidak berdosa.” Adrian tampak mengerti perasaan perempuan yang kini terlihat sedang kacau, dia berupaya untuk menunjukkan sisi paling nyaman agar Bell tak lagi merasa bersalah. “Tetap saja, ternoda.” “Bukan suatu masalah, kamu hanya korban.” Bell geming, mendadak kembali teringat kejadian paling ingin dilupakan. Gerayangan dilakukan oleh laki-laki tua, dua wajah yang menjijikkan. Membuat sekujur tubuh serasa dijalari makhluk-makhluk kecil. Reaksinya cukup mengkhawatirkan, menggosok kasar lengan. Berpindah pada leher, terus menggeleng-geleng cepat. “Aku tak diinginkan, kehadiranku tidak dikehendaki.” “Ada aku di sini, itu sudah cukup.” Bell melunak, memandang Adrian yang hanya tersenyum. Satu belaian lembut di wajah memaksa ketenangan kembali, tetapi detik berikutnya bulatan netra menandakan perasaan skeptis. Menarik diri, menghindari jangkauan sang polisi. “Siapa yang kamu inginkan?” tanya Bell sinis, belum sepenuhnya merasa percaya pada Adrian. “Bell, Noi, Daisy, atau Nirmala?” Adrian hanya menarik napas, memahami perasaan itu. Suatu keinginan untuk dikehendaki, penerimaan murni tentang jati diri. Bukan semata-mata hanya terlahir tanpa diakui keberadaannya, ditambah dengan terus terang mengatakan sangat tidak mau dirinya berada di dunia ini. “Aku menyukai wanita ini, entah sebagai pembunuh berdarah dingin atau korban pemerkosaan. Tanpa terkecuali.” Bell terdiam, tidak berkutik lagi. Sorot liar meredup, terganti tatap lembut. Ada kelegaan, Hyena liar itu menjelma manis seketika. Tidak lagi menyimpan amarah. Bagus, Adrian bisa tenang. “Apa kamu benar-benar ingin bertemu Daisy?” Adrian memang menginginkan hal tersebut, tetapi ia belum sepenuhnya bisa melaksanakan niat tersebut. Masih ada banyak kepentingan lain yang perlu diprioritaskan, kasus bunuh diri Siti BarokahWahyuda menunggu di depan mata. Salah satu pelaku memilih mengakhiri nyawa, tentu saja laporan menumpuk akan menyita waktu. Namun, ketika ia mengatakan tentang kematian salah satu pelaku, Bell merespon dengan tawa kecil. Mengatakan jika mereka kembali terkecoh, Demon tentu menciptakan skenario baru. Mempermainkan penyidik. Mustahil! Siti BarokahWahyuda sudah menuliskan pesan sebelum mengakhiri nyawa, tulisan tangan itu merupakan miliknya. Semua bersaksi serupa, dicocokkan dengan buku-buku pribadi pun memberikan hasil sama. Selain itu, tidak ada tanda-tanda kekerasan pada tubuh. “Jika ini ulah Demon, pasti akan ada jejak penyiksaan. Wanita itu hanya menelan obat penenang melebihi dosis yang dianjurkan, rekam medis menunjukkan gejala gangguan kecemasan yang diderita. Dia mengidap fobia pada kematian.” Sekali lagi, hanya ada senyum miring. Mengikuti arus pemikiran Demon, tidak mungkin akan ada aksi bunuh diri dari para anak buahnya. Mereka hanya akan bertindak sesuai arahan sang pemimpin. Kalaupun benar tak ada tanda-tanda kekerasan fisik, pasti tindakan kali ini dilakukan secara profesional. “Demon ini berdarah dingin, tidak berperasaan. Sosok yang mampu membunuh tanpa menyentuh.” “Maksudmu?” “Mengontrol pikiran.” Jawaban yang tak terpikirkan sebelumnya, Adrian hanya terduduk lemas di lantai. Ada nalar yang bisa diterima kali ini, pengidap gangguan panik akan semakin tak terkendali ketika dipicu oleh sesuatu. Bisa saja Bagas mengarahkan Siti untuk mengakhiri hidup, menakuti dengan sebuah ancaman. Ada banyak hal yang memungkinkan, tetapi belum ditemukan skema tepat. Bagaimana bisa memerintah orang lain untuk mati? Apa tingkat kepatuhan begitu tinggi sehingga memudahkan pemimpin dalam menyuruh? “Jadi, Bagas memerintahkan aksi bunuh diri ini?” Bell menggeleng, tidak sependapat dengan Adrian. “Wanita itu hanya Pawn, geraknya terbatas. Tidak terhubung pada King, masih ada Bishop sebagai penghubung.” Adrian mengerti arah pembicaraan Bell, mengibaratkan dengan bidak-bidak catur. Satu penggambaran menarik, sindikat ini terbentuk cukup terstruktur. Jika benar demikian, siapa yang menggerakkan Siti mengakhiri hidupnya? Tiga wanita itu tentu memiliki peran penting, tetapi tidak semua bisa terhubung pada Demon. Seperti yang Bell katakan, mereka terlatih dengan gerakan tak terbaca. Selalu memiliki pengalihan tindakan. Pengecohan. Di antara Desi Afriani dan Violeta Miea, mereka pasti terhubung langsung pada Demon. Salah satunya merupakan kaki tangan langsung, Adrian harus bisa menangkapnya. Dengan demikian, maka kebenaran sosok Demon akan terungkap. “Salah satu dari dua yang tersisa, siapa yang merupakan pengontrol pikiran para pion?” Adrian bergumam sendiri, memilih bermonolog. Sebab, Bell terlihat tidak mengetahui hal tersebut. Mereka hanya diam, terbawa pikiran masing-masing. Apa masih ada pion lainnya? Tersebar sebagai pengikut sang Demon, melakukan berbagai kejahatan tak terlacak. Bagaimana cara menemukan mereka? Satu-satunya cara memang menemui Daisy, tetapi butuh kerja sama dengan Jev Indra. Pria dengan sejuta penggemar itu tak akan mudah diajak bernegosiasi, terlebih dirinya sedang berada di posisi menyudutkan. Adrian sedikit kebingungan, antara melanjutkan niat atau berhenti merecoki terkait Jev Indra. Seandainya ada langkah lain, alternatif cadangan dalam memanggil Daisy. “Apa harus Jev Indra?” Bell mengangguk, Daisy hanya patuh pada pria itu. Laki-laki pertama yang dipercaya, sosok manis itu merupakan sandaran sang korban pelecehan. Jev Indra menjadi tempat berbagi sekaligus pilihan setiap kali hendak mengadu. Tentu memiliki kesan tersendiri di hati sang wanita. Baik Adrian maupun Bell tak tahu alasan Daisy begitu mengagumi sosok Jev Indra, laki-laki yang justru begitu dibenci Noi. Kembali mencoba mengaitkan berbagai memungkinkan, siapa yang sedang melecehkan siapa? Harus ada jawaban tepat. Jika memang Jev Indra melecehkan Daisy, kenapa hanya laki-laki itu yang bisa memanggilnya keluar? Ada apa ini sebenarnya? Siapa yang harus dipercaya? Bagaimana jika Bell mengarang cerita demi sesuatu atau justru Noi selama ini berbohong? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN