Adrian tertunduk di sisi ranjang berukuran besar, menutup sebagian wajah dengan kedua tangan. Menghela napas cukup panjang, mengembuskan perlahan sebelum memperhatikan wajah tak tenang yang tengah terbaring. Noi masih belum sadarkan diri, sedangkan waktu terus berlalu. Delapan jam dilewati oleh suasana panik.
Sebenarnya apa yang membuat Noi pingsan dalam pelukan pria muda dengan paras manis tersebut? Gara menegaskan dia baru tiba ketika istri sang polisi hampir terjatuh, beruntung hadir di posisi tepat sehingga mampu menyelamatkan dari bencana lain. Namun, kenapa hingga berjam-jam belum menunjukkan tanda-tanda akan segera sadar?
Bisa saja dirinya membawa Noi ke rumah sakit, tetapi gangguan identitas akan terbongkar. Kemudian, para lawan yang memang sedang mencari celah untuk menghalangi dirinya sampai pada sang pembunuh pasti bergerak cepat untuk menjatuhkan. Dibiarkan begini, perasaan cemas sangat mendominasi suasana hati.
Jika saja dirinya telat menemukan Noi yang kehilangan kesadaran di tangan orang asing, kenapa Anggriawan bergerak ceroboh? Mengirim Gara ke rumah dirinya dengan alasan Adrian butuh bantuan, sedangkan mereka semua tahu tentang nama-nama besar di balik setiap kasus berat. Bagaimana jika ternyata Anggara memang memiliki rahasia paling kelam dibanding yang lain?
Kejahatan terstruktur para kalangan elite tentu akan menyeret nama-nama tak terduga, Adrian sedang menyiapkan mental. Ketika para orang-orang yang dipercaya terkait pada kasus tersebut, ia sudah siap kecewa. Jikalau sang ayah, Jaya Angsama benar-benar memiliki cacat kriminal, si sulung akan tetap menjebloskan ke dalam penjara.
Tak seperti dugaan Noi, Gara terlihat begitu santai. Sikap welcome dan murah senyum menjauhkan kesan b******n yang selalu disematkan oleh wanita dengan empat kepribadian berbeda tersebut. Bagaimana seorang pemuda santun dan cerdas bisa menjadi begitu kuat dinobatkan tersangka kasus pembunuhan berantai?
Menyisir kembali alibi Anggara sejak sepuluh bulan terakhir, semua catatan bersih. Tak ada tanda-tanda berbahaya darinya, kecurigaan berlebihan dari Noi mengerdilkan keyakinan atas apa yang sudah tersusun pasti. Terpatahkan oleh setiap jawaban penuh percaya diri.
Penampilan bersih, manis, dan rapi. Mencurigai pria muda dengan kenormalan terjamin merupakan satu hal paling menggelikan, tetapi lirikan serius mengingatkan pada hal wajar lain. Noi terlihat baik-baik saja selama ini, tidak menunjukkan gejala mencurigakan. Namun, ada banyak rahasia kelam dalam dasar masa lalunya.
Mungkinkah Gara juga demikian? Terlihat begitu manis, tetapi memiliki sisi sadis di bagian lain. Adrian mencoba mencermati setiap momen kebersamaan singkat mereka, durasi pendek diakibatkan oleh kondisi Noi. Laki-laki yang menjadi tamu itu pun membantu dirinya menidurkan sang wanita di ranjang.
“Kak Adrian ini saudara kandung Dirga bukan?” tanya yang terlontar dari mulut Gara ketika mereka berhasil membaringkan Noi, satu pertanyaan wajar. Namun, terdengar seperti selidik serius. Kecurigaan menempatkan situasi di antara mereka cukup awas.
Mungkin hanya Adrian yang merasa begitu, terancam dengan keberadaan Gara. Sementara pemuda itu terlihat sama sekali tak memiliki hal lain, terlihat menunggu, dan datang sesuai permintaan Anggriawan. Siapa yang harus dipercaya?
Jika memang kenyataan mengatakan Gara adalah sang pembunuh berantai alias Tato, berarti dia begitu pakar dalam berakting. Menunjukkan sisi manis Psikopat, Adrian hanya mampu memutar otak lebih kuat. Tetap saja, tidak ada yang mencurigakan.
Ketukan pintu mengakhiri pergulatan hebat dalam diri, menghentikan ingatan tentang pertemuan pertama dengan Anggara beberapa menit lalu. Terlebih ketika suara tak asing terdengar mengikuti bunyi pukulan pelan di balik pintu. Dirga datang! Semakin melipatgandakan perasaan tak nyaman, Noi pun belum bangun.
Apa lagi ini? Sang adik datang ke rumah ini, tentu ia akan mengambil istrinya. Lalu, bagaimana dengan Adrian? Bukan saatnya merasa terluka, satu-satunya masalah yang wajib ditakutkan adalah identitas dari wanita di atas kasur ketika terbangun. Bisa-bisa situasi kian tak terkendali.
“Kak, ini aku. Dirga!” teriak sang adik masih memukul-mukul pintu tak sabar membuat sang kakak sedikit kelabakan, “buka pintu, kami datang untuk bertemu kakak ipar!”
Kalimat terakhir cukup membuat Adrian tergugu, merasa ada yang salah. Kenapa Dirga terdengar begitu gembira? Cepat berlari, membuka pintu kamar, dan tampak kedua orang tuanya turut serta.
Mereka berkunjung tanpa memberikan kabar, ditambah penampilan sang adik sedikit mengeriputkan kening. Dirga terlihat mengenakan kaos tanpa lengan, kalung rantai perak, dan celana pendek sobek di beberapa titik. Senyum lebar menampakkan lesung pipi serupa dengan miliknya, sangat manis.
“Apa menikah membuat Kakak sangat sibuk sampai lupa pada keluarga?” tanya Dirga sambil mengintip ke dalam kamar, memperhatikan sosok yang tertutup selimut di atas ranjang besar milik saudara kandungnya.
Ada apa ini, kenapa Dirga menjadi sangat aneh sekarang? Penampilan yang sudah sangat lama tidak ditampakkan kini terlihat kembali, bukan sosok keren dengan setelan jas layaknya pengusaha. Namun, mirip anak muda yang begitu menyukai kehidupan liar.
“Kakak Ipar sedang tidur?” tanyanya masih menunjukkan sisi kekanakan yang sudah begitu lama tak terlihat, jauh berbeda dengan kali pertama muncul.
Adrian masih tak mengerti, tetapi kode dari sang ibu menunjukkan adanya ketidakberesan dalam diri sang adik. Tingkah yang aneh, mengingatkan pada sosok Dirga di usia belasan tahun. Adrian membulatkan mata, jangan-jangan …?
“Adikmu kembali pada usia remaja,” jelas sang ibu memberikan gambaran singkat tentang keadaan Dirga yang mendadak bersikap manis, tidak lagi bergerak liar.
Adrian sebenarnya masih butuh penjelasan, tetapi ia memilih diam. Hanya akan menambah rumit jika membahas hal serius di depan orang yang berada dalam kondisi tak normal. Ditambah pula dengan kemunculan Anggara di hari yang sama.
Apa lagi sekarang? Dirga muncul dengan ingatan di usia belasan tahun, entah pengaruh dari obat-obatan atau kondisi depresi akut membuat sang adik berada di tahap benar-benar membuang ingatan buruk. Adrian hanya bisa menghela napas.
Di dalam sana, Noi masih belum menunjukkan kepastian akan jati diri ketika sadar. Namun, di rumah ini telah hadir tiga orang yang belum mengetahui kebenaran DID dalam diri sang istri. Entah dia harus bagaimana saat ini, bersyukur atas kondisi Dirga atau sebaliknya?
Sebagai pria normal, Adrian enggan menyerahkan wanita tercinta pada laki-laki lain, sekalipun adik kandungnya. Namun, melihat kondisi Dirga, bukan saatnya memikirkan kisah asmara terbaik bersama wanita di dalam sana. Keadaan mental mungkin jauh lebih mengerikan saat ini jika melihat mekanisme pertahanan diri menjadi begitu serius, apa siksaan Tato membuat adi kandungnya begitu ketakutan?
Ia menutup pintu, mengarahkan keluarga tercinta ke ruang lain. Mereka butuh bicara, mencari tahu alasan Dirga mendadak menjelma bocah. Perlu diketahui penyebabnya, semoga tidak mengarah pada hal rumit lain.
Adrian sudah sangat lelah oleh setiap kasus yang terjadi, kenapa sekarang keluarganya menciptakan hal-hal yang semakin menempatkan rasa sakit di kepala begitu kuat? Entah ayah atau sang adik, mereka sama-sama membuat sang polisi sangat ingin mengingkari kenyataan. Namun, tetap saja, dua pria tersebut masih begitu dicintai olehnya.
Jaya Angsama menampakkan diri, menambah gelisah dalam d**a. Ayahnya terduga terlibat kasus suap serta jaringan prostitusi online, apa yang akan dia lakukan? Lalu, saat ini ... Dirga menjadi kembali muda. Takdir macam apa ini?
Adrian menggelengkan kepala pelan, tidak mau terus menyiksa pikiran dengan hal-hal rumit. Lebih baik baginya untuk menenangkan diri, tidak terlalu menunjukkan sisi kebingungan. Setidaknya, sekarang saat tepat untuk membicarakan hal serius mengenai kondisi mental Dirga pasca penculikan.
***