Saksi dari Masa Lalu

1150 Kata
Adrian bukan tidak mempercayai cerita dari wanita bernama Fatma tersebut, hanya sulit menerima fakta tak ternalar oleh otak normal. Bagaimana bisa demikian? Benarkah yang terjadi begitu? Ada banyak hal tak masuk akal, sehingga otak merasa jika kisah demi kisah merupakan fiksi semata. Tidak menemukan kewajaran, semua melewati batas nalar normal. Ketika berkisah tentang latar belakang bayi kembar terlahir ke dunia, melalui satu hubungan terkutuk antara sepasang saudara kandung. Memang banyak mitos menyebut terkait hal-hal tabu, mulai dari cacat mental hingga sesuatu berbau mistis. Adrian hanya tidak menyangka jika masa lalu Bagaskara Oktavano benar-benar mengerikan, melakukan pembunuhan di usia 12 tahun. Menjadi brutal hanya karena dua anak Fatma enggan bermain bola di siang hari, menuang bensin pada tubuh serta setiap sudut kamar hingga menewaskan tiga orang di tempat, termasuk suami tercinta. Hal tersebut semakin mengenaskan tatkala dirinya dianggap gila ketika mengatakan kebenaran. Wanita dengan visual mirip alien tersebut mengalami kerusakan fisik parah, pita suara pun rusak berat sehingga nada bicara terdengar aneh. Persis makhluk luar angkasa atau setidaknya penggambaran sosok hantu di layar kaca, Adrian dan Jev Indra cukup bergidik ketika pertama kali melihat Fatma. Namun, demi menjaga perasaan serta menemukan kebenaran, mereka bersikap wajar. “Mereka bukan manusia, perbuatan terkutuk melahirkan anak Iblis. Velisa itu setan, Oktavano juga monster.” Ada getar emosi, tetapi sedikit terdengar aneh. Kerusakan pita suara mengeluarkan intonasi aneh, serak misterius. Cukup mengerikan, apa yang terjadi dengannya? Kecelakaan macam apa yang menimpa sampai terjadi sesuatu yang sangat serius? Dia mengisahkan kejadian dari 13 tahun silam, di mana kedua anak tercinta dilahap si jago merah ketika tertidur pulas. Suami yang berniat menyelamatkan pun terpanggang, sementara dirinya diseret oleh Velisa dari dapur. Didorong untuk masuk ke dalam kobaran api, mengalami luka bakar serius. Namun, ia selamat. Tetap bernapas hingga bantuan datang, dilarikan ke rumah sakit terdekat. Anehnya, mereka semua mengatakan jika kebakaran terjadi akibat korsleting listrik. Kasus ditutup, sementara dirinya terus bertahan untuk mengatakan kebenaran. Hanya saja, ketika ia berhasil membuka mulut, semua orang menganggap cerita dibuat oleh orang gila. Dirinya dianggap stres karena kehilangan tiga keluarga sekaligus, lalu dipaksa masuk rumah sakit jiwa. Belasan tahun terkurung di sana, diberi siksaan hingga harus berpura-pura lupa pada semua kejadian masa lalu. Hingga akhirnya Dirly berhasil melacak keberadaan wanita mengerikan tersebut, menculiknya dari rumah sakit jiwa, dan meminta keterangan terkait kebenaran keberadaan Bagas. Semua menjadi semakin jelas, memang ada nama lain dalam silsilah keluarga Oktavano. Sosok monster itu benar-benar ada. “Bagas dan ibunya bukan manusia, mereka binatang. Mereka bersetubuh sesuka hati, lalu membunuh janin-janin tak berdosa layaknya lalat.” Jev Indra menutup wajah dengan kedua tangan, tak mau percaya pada kisah tragis tersebut. Bagaimana ada dua manusia gila tidak dikarantina? Mereka sedang menghadapi sekumpulan penderita penyakit mental kalangan atas, pantas saja kesulitan menemukan titik terang. Ada banyak nama besar yang berperan sebagai penanggung jawab. “Biadab, jika mereka merasa nyawa orang lain hanya mainan, kita habisi saja tanpa ampun.” Dirly sudah mengepalkan kedua tangan, memukul meja dengan penuh amarah. Sebagai tokoh jahat, ia merasa hal yang dilakukan keluarga Oktavano di luar batas manusiawi. Mereka layak dibantai. “Jangan gegabah, musuh utama bukan Bagas. Orang-orang di ataslah yang patut kita waspadai, mereka sengaja memelihara predator.” Adrian mengingatkan, memberikan isyarat untuk tetap tenang. “Jika kalian menganggap pembunuhan berantai para perempuan dilakukan oleh Bagas, itu salah besar.” Fatma mengeluarkan argumen yang mengejutkan, dari mana perempuan tua tersebut mengetahui tentang kasus kematian berantai? “Anda mengetahuinya?” tanya Adrian heran, Fatma mengangguk dengan seringai lebih mengerikan. “Orang yang menjemputku mengatakan tentang alasan kalian menjemput, semua berkaitan dengan kasus pembunuhan para wanita muda beberapa bulan terakhir.” “Lalu, Anda tahu siapa pelakunya?” Jev Indra tak mau bertele-tele, ia langsung mengatakan pada inti pembicaraan. “Mungkin saja, tapi jika mendengar yang dikatakan tentang pengirisan simetris di beberapa bagian anggota tubuh. Bagas bukan satu-satunya pelaku, anak itu takut pada darah. Dia selalu membakar hewan saat marah, bukan memotong atau mengiris.” Semua orang saling pandang, penyelidikan yang hampir menemukan ujung berasa sia-sia. Jika benar demikian, Demon bukanlah Bagas. Lalu, siapa? “Aku pernah melihatnya sekali, anak setan itu membelah perut kucing karena mengambil ayam goreng miliknya. Hanya saja, tidak seperti Bagas. Sebab, sebelumnya di taman terlihat anak lain mirip dia bermain bersama putri tentara. Saat itu, semua kuabaikan. Namun, jika kalian mengatakan pembunuh mengiris simetris setiap bagian anggota tubuh tertentu ... tentu bukan dia.” Tiga pria itu masih terdiam, mengaitkan semua keterangan. Jadi, Gara berbohong tentang ketidaktahuannya mengenai sosok Bagas. Adrian justru tertarik pada penjelasan lain dari Fatma, menyebutkan tentang putri seorang tentara. Bukankah itu Daisy kecil? “Bagas memiliki teman?” tanya Adrian memulai interogasi, ia harus menemukan benang merahnya. “Iya, gadis aneh yang katanya merupakan korban pencabulan sang ayah.” Jawaban ini sama, artinya memang Fatma mengenal Noi di masa kecil. “Mereka sering terlihat bermain bersama, tapi ....” Semua menunggu kalimat yang terputus, tampaknya Fatma mengingat-ingat sesuatu. Ada sirat ragu, Adrian berharap penjelasan berikutnya bukan mengenai hal buruk. Perempuan tua tersebut memandang satu per satu wajah mereka sebelum kembali bersuara. “Anak-anak selalu mengatakan jika ada dua Bagas, satu baik dan satu jahat. Namun, keduanya akan menjadi anak baik jika bermain bersama Debora. Saat itu, aku beranggapan cerita itu hanya fantasi mereka. Mengarang untuk menarik perhatian. Sampai suatu pagi, memang benar ... ada dua Bagas. Mungkin karena baru bangun tidur, merasa berhalusinasi, dan mengabaikannya.” Jev Indra menyentuh paha Adrian saat pria itu ingin mengetahui lebih lanjut, sudah cukup. Mereka memang saling mengenal, kemungkinan bertukar peran hingga saat ini masih bisa dilakukan. Jika perkataan Fatma benar, salah satu dari keduanya memiliki fobia pada darah, hanya ada satu pembunuh. Namun, siapa? Tidak ada keterangan jelas, bahkan Fatma tak mampu membedakan antara Bagas dan Gara. Si kembar psikopat ini cukup sadis, mereka bekerja sama dalam melakukan aksi brutal. Jika demikian, kontrol bukan sepenuhnya ada pada Noi. “Kita harus keluarkan Noi dari ruang isolasi, bukan dia penggerak sang predator.” Adrian tersenyum senang, merasa ada secercah harapan untuk kebaikan sang kekasih. Lega mengetahui Gara terlibat. “Noi?” ulang Fatma tampak mengingat-ingat sesuatu, “gadis bermata bulat dengan senyum manis itu?” Senyum Adrian lenyap, satu anggukan ia berikan untuk mendapat penjelasan berikutnya. Kenapa Fatma juga mengenal nama Noi? Seharusnya cukup Debora. “Gadis itu sangat baik, dia selalu datang berkunjung sebagai relawan. Sampaikan salamku padanya, katakan bahwa nyonya buruk rupa telah keluar dari neraka.” Jev Indra terbeliak, mengarahkan tatap serius pada Dirly. Laki-laki itu pun memucat. Lagi-lagi mereka dipermainkan. Fatma hanya umpan untuk membuka tabir kejahatan lain di masa lalu, apa sebenarnya yang diinginkan para pelaku? “Urungkan niatmu, wanita itu lebih licik dari perkiraan kita. Mafia sekelas Dirly saja mampu dibodohi, artinya dia dalam mode bahaya saat ini.” Peringatan dari Jev Indra beralasan kuat, Dirly menemukan Fatma berkat ucapan Noi. Tampaknya sengaja mengigau agar pria itu mengikutinya, sial! Masa lalu Bagas memang sudah terpecahkan, tetapi menemukan kebenaran pembunuh masih abu-abu. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN