Sementara itu, di tempat berbeda, Keenan baru duduk di dalam kelas diikuti tiga sahabatnya.
“Lo ya, Kee, katanya gak suka Karamel, tapi kenapa lo nelpon dia tadi?”
Keenan hanya memutar bola mata malas sambil membuka permen karamel kesukaannya. Sejak kecil, pria ini kecanduan permen karamel.
“Gak usah ditanya. Keenan diem-diem kan sayang sama Karamel!”
“Cieee~”
Tiga sahabatnya itu asyik meledek Keenan.
“Bukan sayang lagi, mungkin cint—hhmmppphh—phueeehh!! Sialan lo! Kalo mau ngasih tuh permennya, bukan bungkusnya lo jejelin ke mulut gue!”
Keenan hanya tersenyum miring saat Gamya, salah satu sahabatnya mendelik kesal ke arahnya sambil membuang asal bungkus permen yang baru saja ia jejalkan ke mulut pria itu.
“Sial4n banget lo, Kee!” sembur Gamya yang kesalnya belum mereda.
“Ya elo ngomong sembarangan aja. Gue gak mungkin lah punya rasa lebih sama si Santan. Dia itu udah gue anggap adik, A-DIK,” balas Keenan menegaskan di sela kunyahannya memakan permen jenis nougat itu. Ia mengeluarkan buku dari dalam ransel.
“Boleh lah kalo gitu gue deket sama Karamel.”
Deg!
Pergerakan Keenan terhenti. Wajahnya menegang saat Vero, salah satu sahabatnya yang lain tiba-tiba mengatakan hal itu.
Ketiga sahabatnya itu sangat tahu bagaimana tergila-gilanya Karamel pada sosok Keenan. Apalagi mereka sering bertemu Karamel di rumah Keenan saat mereka main ke sana.
Mereka bertiga sering mengatai Keenan bod0h karena menolak cewek muka bidadari seperti Karamel, yang hanya dibalas Keenan bungkaman tak peduli.
“Jangan asal ngomong lo, Ver. Liat noh si Keenan cemburu.”
“A-apa-apaan!” sangkal Keenan setengah gugup. Ia menatap tajam Yuda, sahabatnya yang lain. “Gue gak cemburu. Silakan aja kalo si Vero mau deketin Santan. Asal dia kuat aja hadapin Pipi-nya Santan. Pipi-nya posesif,” lanjut Keenan, lalu pria ini tersenyum miring. “Lagian ya, Santan tuh berisik. Gue salut kalau lo sanggup deket sama dia beberapa menit aja.”
Keenan kembali merogoh saku celananya, dan mengambil satu permen lagi untuk ia nikmati.
“Bagi dong.” Vero tiba-tiba merebut permen itu dari tangannya.
“Gak ada! Beli sendiri sana!” Keenan kembali mengambil permen itu dengan paksa. Ia menatap Vero penuh permusuhan.
Yuda dan Gamya saling pandang aneh melihat tingkah Keenan. Pria itu sangat posesif pada permen karamelnya, tapi biasanya tidak pernah sekesal ini.
Aneh.
“Lo sama permen karamel doang posesif amat. Jangan sampai posesif sama cewek yang namanya Karamel ya,” sindir Vero.
Rahang Keenan mengeras. Ia mengalihkan pandangan ke arah depan. “Enggak akan!” balasnya penuh keyakinan. Berbanding terbalik dengan hatinya yang entah mengapa terasa nyeri.
***