Karamel menarik dan membuang napas panjang. Ini bukan sekali dua kali Tristan nyontek PRnya. Bukannya Karamel pelit, tapi Tristan itu jor0k banget. Buku Karamel akan ada bercak minyak gorengan atau kecipratan air es yang diminum sama sepupunya itu.
Tristan itu bukannya gak pinter. Tu anak pinter banget, tapi ya itu, malesnya sampai bikin Karamel pengen tobat berkali-kali.
“Udah aku duga. Dahlah aku gak mau tau! Kamu kerjain aja sendiri. Enak aja kamu nyontek-nyontek mulu!”
Karamel kesal mengapa mereka bisa berada di kelas yang sama. Karamel juga kesal kenapa usia mereka hanya berjarak beberapa bulan saja. Seandainya Tristan lebih tua satu atau dua tahun, mungkin pemuda ini sudah masuk kuliah dan mereka tidak bersama.
“Kamu gak malu kalau aku gak lulus? Tar kamu juga yang dikatain sama orang loh.”
“Gak usah ngebeg0in aku deh! Aku gak peduli omongan orang. Lepasin tas aku ih!” Karamel menggoyangkan tasnya hampir putus asa.
“Gak mau! Aku juga kesel sama kamu! Kenapa kamu tadi berangkat duluan? Durhaka kamu sama sepupu!”
“Aku gak mau telat lagi kayak kemarin kalau nunggu kamu!” Karamel mendelik kesal. Mengingatkan sang sepupu kejadian kemarin saat mereka hampir saja telat masuk karena Tristan telat menjemputnya.
Rumah mereka berada di komplek yang sama, tapi beda blok, dan mereka selalu pergi bersama menggunakan mobil Tristan. Pemuda ini baru beberapa bulan boleh mengendarai mobil sendiri karena telah memiliki SIM.
Brak!
Karamel dan Tristan terkejut saat mendengar suara meja dipukul kesal. Mata mereka membulat saat melihat siapa yang melakukannya.
Wajah Karamel langsung cerah, sementara Tristan menelan saliva susah payah.
“Vela~!”
“S-Sha??”
Panggil dua saudara ini bersamaan.
“Kamu mau nyontek PR Kara lagi?” tanya gadis yang kini sudah berada di samping Karamel. Matanya menatap tajam Tristan. Gadis ini, Ishavela Narumi Bramantoro, gadis keturunan Jepang yang sudah menjadi sahabat Karamel dan Tristan selama bertahun-tahun.
Tristan segera melepaskan tas Karamel. Ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Ishavela ini galaknya sebelas dua belas dengan sang bunda. Membuat Tristan sedikit jiper.
“Aku—”
“Masih ada waktu tiga puluh menit buat ngerjain PR kamu. Semua jawabannya udah ada di buku paket.”
“Ya kan lama, Sha~”
“Jangan sok manja sama aku!” Ishavela mendelik garang. “Tuh waktunya tinggal dua puluh sembilan menit lagi. Kamu mau buang waktu berapa lama lagi?” sindir Ishavela.
Tristan langsung memasang wajah kesal. Pemuda ini berjalan ke arah mejanya, lalu mengeluarkan bukunya. Mengikuti apa yang Ishavela katakan, mengerjakan PRnya sendiri.
Karamel langsung memeluk sahabatnya itu. Mereka berdua langsung terlibat percakapan seru, tanpa peduli Tristan menggerutu sambil mengerjakan PRnya seorang diri.