Bab 4

1850 Kata
Akhirnya Zahra menceritakan taruhan yang dibuatnya bersama Gabriel ke kakek, kakek hanya bisa menghela napas mendengar rencana yang Zahra susun. "Apa dengan menantang Gabriel dia bisa kembali jatuh cinta sama kamu nak?" tanya kakek dengan muka sendu.  "Insyaallah kek, waktu Gabriel menemaniku mempersiapkan rencana pernikahan kami, dia tanpa sengaja mengingat sekilas tentang aku, aku ingin kami menjalani masa - masa seperti dulu kami masih saling mencintai, sehingga satu demi satu memori yang hilang akan kembali pada tempatnya," balas Zahra dengan penuh harap.    Ya, Zahra berharap Gabriel bisa kembali pulih dan mengingatnya lagi dengan menggunakan taruhan itu. "Kamu terlalu mencintai Gabriel, tapi perlakuannya kepada kamu benar - benar membuat kakek semakin merasa bersalah," balas kakek dengan nada sedih. "Kek, Zahra ikhlas dilupakan oleh suami sendiri, Zahra juga ikhlas kecelakaan itu membuat Zahra kehilangan anak kami, hanya saja Zahra belum ikhlas membiarkan suami Zahra lupa begitu saja tanpa ada usaha Zahra untuk membuatnya ingat kembali,” Zahra kembali mengingat kejadian tragis itu.   Lagi-lagi kakek hanya bisa menghela napas berat, andai dulu dia bisa tahu kalau Zahra adalah anak baik mungkin tragedi itu tidak akan pernah terjadi tapi ego dan juga sikap keras kepala membuatnya harus melihat dua orang saling mencintai harus berpisah. "Apa yang akan terjadi kalau Gabriel akhirnya ingat bahwa dia yang menyebabkan kamu seperti ini dan membuat anak kalian meninggal?”tanya kakek.   Zahra menundukkan kepalanya lalu meremas kesepuluh jarinya.   "Zahra nggak tahu kek, tapi yang terpenting Gabriel tahu aku mencintainya dan dia juga mencintaiku dari dulu, amnesia yang dia alami membuat akal sehatnya hilang dan membenciku,” balas Zahra.   Kakek lalu berdiri dari tempatnya duduk lalu mendekati Zahra, dia letakkan kedua tangannya di bahu Zahra lalu menepuknya pelan. "Kita lihat saja, apa mungkin amnesia itu menghilangkan cinta yang sudah kalian rajut sejak bertahun-tahun yang lalu bisa hilang begitu saja,”balas kakek pelan. "Müdah - mudah tidak kek, cinta tetaplah cinta dan tidak akan luntur begitu saja,” balas Zahra dengan senyum dipaksakan agar kakek tahu dia kuat.  "Baiklah Zahra, kamu kembalilah ke kamarmu nanti dia bisa marah kalau tahu kamu ada di sini,”Zahra mengangguk pelan.  Zahra keluar dari kamar kakek dan mencari Maryam untuk membuatkan dia segelas s**u untuk Gabriel. Sebelum tidur Zahra berencana untuk melihat wajah Gabriel agar tidurnya malam ini pulas.   "Maryam ... Maryam," tapi tidak ada jawaban. "Pelayan," panggil Zahra bingung saat Maryam tidak kunjung muncul saat dia memanggilnya.   Seorang pelayan muncul dari ruang istirahat pelayan.  "lya Nyonya, ada yang bisa saya bantu?" tanya pelayan dengan sopan dan ramah. "Maryam ke mana ya, dari tadi aku panggil kok tidak muncul," tanya Zahra. "Maryam Off malam ini Nyonya dan dia bilang akan pergi dengan temannya," balas pelayan itu.   Zahra pun memutuskan untuk menyediakan sendiri s**u untuk Gabriel tanpa menyusahkan pelayan yang seharusnya beristirahat.  "Baiklah tidak jadi, kamu boleh kembali istirahat." Zahra berniat membuat sendiri minuman untuk suaminya.Sebelum membuat s**u di dapur Zahra teringat kalau Vardan sangat menyukai dan akan mendekati pelayan- pelayan yang menurutnya cantik. Maryam sanagt cantik dan Zahra yakin Vardan sedang berusaha mengejar Maryam.   "Vandra kamu memang playboy cap pelayan, dari dulu sukanya pelayan dan sekarang Maryam kamu jadikan target.” Zahra hanya bisa menggeleng - geleng kepala melihat tingkah sahabatnya itu.   ****  "Ini s**u buat kamu," Zahra menyerahkan segelas s**u kepada Gabriel yang sibuk dengan dokumen - dokumen pekeriaannva.   Gabriel bahkan tidak melirik sedikitpun ke arah Zahra, dia masih sibuk dengan pekerjaannya.  "Aku tidak minum s**u," balasnya cuek.   Zahra yang tidak mau ditolak meletakkan gelas berisi s**u tadi di samping tangan Gabriel.  "Kamu minum s**u ini kalau nggak mau ya dibuang saja," ujar Zahra dengan dingin.   Gabriel meletakkan penanya dengan kasar di atas kertas, matanya menatap tajam Zahra agar Zahra merasa terintimidasi tapi sayangnya Zahra malah menantang Gabriel dan Gabriel tidak suka ditantang apalagi oleh Zahra. Gabriel ingin Zahra tunduk di bawahnya agar bisa mengontrol Zahra.  "Zahra belajarlah untuk tidak melawan perkataanku," kata Gabriel memandang tajam Zahra yang sedang menukar bajunya dengan baju tidur.   Gabriel membuang wajahnya ke arah lain. "Dan satu lagi bukalah bajumu di walking closet jangan dihadapanku, bikin mata sakit saja melihat kamu," kata Gabriel dengan kasar.   Zahra menutup mata agar hatinya tidak sakit mendengar perkataan kasar Gabriel. Sabar adalah kunci agar rencananya berhasil.  "Yang nyuruh lihat siapa, kamunya saja yang matanya ke sini," balas Zahra dingin.   Gabriel mendengus kesal dan kembali melihat ke arah Zahra yang kini hanya memakai baju tidur dengan menampakkan punggung belakang yang menunjukkan bekas terbakar hampir setengah bagian punggungnya. "Terserah, percuma bicara dengan istri pembangkang seperti kamu, rasanya tidak sabar menunggu satu minggu lagi, aku muak hidup satu kamar dengan kamu," balas Gabriel. "Satu minggu itu bukan waktu yang lama jadi tunggu saja," jawab Zahra.   Zahra membuang napasnya lebih pelan.  "Sedangkan aku menunggu kakak selama ini dan butuh waktu 10 tahun untuk bisa berada sedekat ini dengan kakak, kak jangan biarkan aku akhirnya menyerah ya kak.” gumam Zahra dalam hati.   ****  "Pagi kek, pagi SUAMIKU," sapa Zahra sengaja menekankan kata suami ke arah Gabriel yang tadi malam dengan seenaknya menyuruh Zahra tidur di sofa, Zahra yang enggan mengalah bertahan tidur di atas ranjang, Gabriel yang tidak mau kalah juga ikut - ikutan tidur di samping Zahra walau akhirnya Gabriel memberikan batas guling untuk memisahkan area tidur mereka. Paginya keadaan menjadi heboh saat Gabriel terbangun dan melihat posisinya berada di area Zahra dan tangannya memeluk Zahra dengan sangat erat. Zahra melihat wajah malu Gabriel, "Resapi di hati kamu suamiku, sentuhanku, pelukanku, apa memang tidak ada rasa di hati kamu," batin Zahra dalam hati.  "Kakek mau sarapan apa, aku buat nasi goreng, mie goreng atau bubur ayam," kata Zahra menawarkan menu sarapan buat kakeknya.   Kakek melihat dengan kagum semua menu sarapan yang tersusun rapi di atas meja, kakek tidak menyangka Zahra yang menyiapkan ini semua.  "Ini kamu buat semua Zahra? Sejak kapan?" kakek masih kaget melihat semua menu yang Zahra buat. "Dia bangun jam 5 subuh dan menganggu tidur aku kek," balas Gabriel. "Aku yang ganggu atau kamu yang ganggu tidur aku," kata Zahra menggodanya. "Terserah, sini bubur ayamnya aku mau makan itu saja," ujar Gabriel yang kadung malu mengingat apa yang dilakukannya tadi malam.   Zahra menyerahkan bubur ayam yang sejak dulu memang sangat disukai Gabriel. "Enak tidak bubur ayamnya suamiku?" tanya Zahra dengan senyum menggoda. "Tolong jangan bilang suamiku suamiku, memuakkan!"   Gabriel mulai tidak suka Zahra menggodanya dengan panggilan seperti itu.  "Loh kamu memang suami aku kan?”balas Zahra dengan santai.   Kakek yang melihat interakasi Zahra dan Gabriel yang penuh amarah memukul meja makan dengan pelan. Napsu makannya hilang melihat sikap Gabriel yang seenaknya ke Zahra.  "Sudah - sudah pengantin baru bukannya damai ini pagi - pagi sudah berantem, pusing kakek dengarnya, Gabriel jangan lupa bawa istri kamu melihat apartemen tempat tinggal kalian.”   Gabriel menghela napas berat dan melanjutkan sarapannya.  ”lya iya,” Gabriel kesal saat kakek sudah mulai mengungkit hal yang berhubungan dengan Zahra.   Selesai makan Gabriel langsung mengambil jas serta tas kerjanya, sebelum berangkat ke kantor dia memanggil beberapa pelayan. "Pelayan,”panggilnya.  "Ya tuan muda,”beberapa pelayan berbaris rapi di depan Gabriel.  "Kalian bersihkan semua pakaian saya dan istri saya, baju dan semua hal berhubungan dengan pakaian, buku - buku dan apapun itu jangan dibawa tapi tinggal di sini saja,” perintah Gabriel.  ”Baik Tuan Muda.” Zahra hanya tersenyum simpul mendengar Gabriel mengatakan bahwa dia adalah istrinya.   "Pelan - pelan semua akan kembali pada tempatnya," batin Zahra dalam hati. Gabriel lupa di antara buku - buku itu semua masa lalunya tersimpan rapi dan entah kapan dia akhirnya tahu hubungannya di masa lalu dengan Zahra.   MAlam harinya.  "Mulai hari ini kita tinggal di apartemen ini, aku sudah melarang kakek memberikan pelayan, tapi kakek bersikeras dan aku malas ribut dan dengan terpaksa aku membawa pelayan kamu untuk tinggal di sini," ujar Gabriel setelah mereka tiba di apartemen baru, tempat tinggal Gabriel dan Zahra yang disediakan kakek.  Gabriel mengatakan itu saat dia dan Zahra berada disebuah apartemen yang bisa dibilang tidak terlalu besar, karena ini permintaan Zahra yang ingin belajar hidup mandiri bersama Gabriel. "Kamar ada dua dan terpaksa kita tidur sekamar dan Maryam di kamar lainnya," kata Zahra.   Gabriel mendengus kesal. Maksud hati tinggal di apartemen agar bebas dari rongrongan kakek tapi sialnya sekarang hidupnya harus bersama titisan ratu ular bernama Zahra yang akan mematoknya seandainya Gabriel tidak waspada.  "Kakek ini asal saja memberikan hadiah, masa apartemen cuma dua kamar saja, bagaimana kalau aku mau bawa pacar - pacar aku ke sini?" kata Gabriel kesal. Zahra sibuk menyusun barang-barangnya langsung terdiam mendengar ucapan Gabriel barusan. Zahra mencoba menenangkan hati agar tidak tersulut pancingan Gabriel.  "Ya di kamar kita aja, aku nggak masalah kok, nanti aku bersihkan bekas kalian b******a," kata Zahra tanpa ekspresi.   Gabriel tersontak mendengar jawaban Zahra barusan.   "Kamu benar - benar aneh, jangan marah kalau sampai aku melakukan itu," balas Gabriel. "Ya silahkan asal kamu bahagia."   Zahra berlalu meninggalkan Gabriel yang kesal dengan sikap cuek Zahra. "Dia itu punya hati nggak sih, mana ada istri mengizinkan suaminya b******a di kamarnya sendiri, dasar sakit jiwa!" Zahra yang mendengar omelan Gabriel hanya bisa tertawa, “Aku tidak akan izinkan kamu membawa w************n ke rumah kita kak, jangan harap! Dengan aku mengatakan itu aku jamin kakak nggak akan membawa w************n manapun ke rumah ini," kata Zahra dalam hati. Zahra mengenal Gabriel bukan satu atau dua tahun tapi bisa dibilang puluhan tahun, jadi apapun sikap Gabriel Zahra tahu itu hanya kedok, kedok menutup luka hatinya. Luka hati yang membuatnya berusaha keras menghilangkan kenangan buruk di hari kecelakaan itu.   ****  Zahra mengoleskan salep ke luka bakar yang ada di tubuhnya, selama ini memang luka bakar itu kadang masih terasa panas, makanya harus sering diberi salep dan bagian tersulit adalah punggung, selama ini Maryam yang sering mengoleskan, tapi karena hari sudah malam Zahra jadi segan membangunkan pelayannya itu. "Gabriel," panggil Zahra. "Mmmm."   “Apa aku bisa minta tolong?”tanya Zahra.   “Apa?”   “Bisa tolong oleskan salep ini ke punggungku?”ujar Zahra sambil menunjukkan salep ke arah Gabriel.   “Ribet amat sih jadi istri!” walau menggerutu Gabriel tetap berjalan ke arah Zahra.   Zahra menatapnya melalui kaca di mana mereka sedang berdiri, “Apa kakak akan ingat kalau melihat luka ini, kak?” bathin Zahra dalam hati.   Gabriel menghentikan olesannya dan menatap nanar luka itu. Dia menyentuhnya dengan sangat dalam.   “Luka ini … luka ini membuatku merasa sangat bersalah, kenapa hati ini sangat sakit melihat luka ini?” bathin Gabriel dalam hati.   Gabriel langsung berdiri untuk bisa mencari udara agar dadanya tidak sesak lagi.   “Sudah,” Gabriel sengaja mengalihkan perasaannya, perasaannya menjadi kacau setelah menyentuh luka itu.   "Mau ke mana?" tanya Zahra saat Gabriel mengambil jaketnya dan berjalan keluar. "Sudah aku bilang jangan recoki dan urus saja urusanmu sendiri," balas Gabriel dengan kasar.   Zahra mencoba untuk tetap tenang. "Ya sudah hati - hati dan ingat jalan pulang," Zahra kembali memakai kimono yang tadi dibukanya.   **** Gabriel yang merasa tidak enak hati mencoba untuk menenangkan hatinya dengan mendatangi club malam. Agar tidak bosan Gabriel mengajak Vardan untuk datang menemaninya.   "Vardan lo di mana?" "Apasih pengantin baru bukannya melakukan malam pertama malah gangguin gue." "Sial lo, malam pertama apanya yang ada sekarang hati gue sakit entah kenapa, ke sini dong temanin gue minum." "Ckckkckcya sudah tunggu gue, lagi nanggung nih."   "Gila lo bisa nggak sih pas terima telepon gue, lo berhenti memakai barang lo itu, geli tahu dengar suara desahan nggak jelas itu." "Ya siapa suruh lo menelepon waktu gue sedang making love" "Udah ah!" Gabriel mematikan ponselnya dan kembali meminum minuman yang telah dipesannya. "Bayangan Iuka itu kenapa selalu mengganggu gue!” Gabriel melempar gelas dan mengenai seorang wanita muda yang sedang duduk di depannya. "Maaf mbak, saya tidak sengaja," ujar Gabriel yang mulai mabuk.  "Lo mabuk dan  melakukan apa yang nggak lo sadari dan akan gue maafin kali ini," balas wanita itu sambil membersihkan bajunya yang terkena air dari gelas yang dilempar Gabriel. "Ini ganti buat baju mbak yang basah," Gabriel masih terhuyung - huyung  mengambil uang di dompetnya dan menyerahkan kepada wanita muda tadi. "Tidak perlu, saya juga punya uang sendiri, yang saya butuhkan hanya nama anda." "Gabriel." "Nathasa, senang berkenalan dengan anda Gabriel... saya harap kita bisa bertemu kembali,” balas wanita bernama Nathasa.  "Oh ya salam kenal kembali, gue balik dulu." Gabriel berjalan ke arah mejanya kembali untuk menunggu Vardan. "Laki-laki yang ganteng dan juga tajir, target gue selanjutnya," gumam Nathasa dan berlalu meninggalkan club malam.   **** Tbc    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN