Part 1: Pak Bos Edan

1066 Kata
Alceye tersenyum-senyum sendiri, membuat Farid sang sekretaris sempat bergidik ngeri. "Ehm, Pak." "Hmmmm...." Ceye memutar-mutar pulpen ditangannya, menyilangkan kaki diatas meja dengan sangat santai. "B-bapak perlu dipanggilin siapa hari ini?" Ceye menghentikan gerakan tangannya, melirik sang sekretaris pribadi melalui ekor matanya. "Emang siapa aja yang free?" Tanya Ceye menyandarkan kepala di kursi putar nya, kali ini sambil menguap malas karna bosan. Farid buru-buru menyalakan iPad nya, melihat sekilas daftar yang muncul. "Marina, Susana, Lelena, Selena, Kalivorna, Keya-" "Ck, shut-shut! Tuh mereka semua sodara apa gimana sih. Namanya belibet amat!" Ceplosnya risih, bisa-bisanya nama mereka semua aneh-aneh. Namanya aja sudah aneh, apalagi bentukannya. Farid menggaruk tengkuknya kikuk, "t-tapi memang daftar yang free ini Pak." Jelasnya perlahan. Ceye menurunkan kakinya dari atas meja, memandang nyalang Farid membuat sekretaris nya itu langsung menunduk takut. "Namanya aneh semua gitu, trus masa akhirannya 'Na' semua? Gak! Gak! Aku jadi gak mood!" Tolaknya sambil mengibas-ngibaskan tangannya. Farid meneguk ludah, "b-berarti hari ini Bapak tidak perlu dipanggilkan perempuan." Farid menyimpulkan. Ceye mendelik, sambil menggebrak meja membuat Farid terlonjak kaget. "Kata siapa?!" "Tr-trus gi ... mana dong, P-pak?" Tanya Farid seperti makan buah simalakama. "Ya kamu mikir dong! Aku itu Bos, gak perlu mikir. Gunanya sekretaris ya buat disaat-saat genting seperti ini!" Cecar Ceye menghakimi. Genting kepala mu Pak! Berhadapan dengan orang seajaib ini membuat Farid kadang suka bertanya pada diri sendiri. Kenapa dirinya gak edan-edan gitu, ya? "T-tapi sa-ya juga ... bing-ung Pak." Balas Farid makin gemetaran, menunduk dalam takut untuk bersitatap dengan makhluk paling menyebalkan sepanjang masa. "Oh, ngomong dong kalo kamu bingung." Raut wajah Ceye perlahan mengendor. Farid mendongak linglung, "ha? Bagaimana Pak?" "Kalo kamu bingung kan saya gak perlu ngasih tugas ini ke kamu, gini-gini saya adalah atasan yang pengertian." Farid makin tersenyum lebar sambil mengepalkan tangannya, dalam hati sudah menyebutkan semua nama hewan ragunan. "O-oh makasih Pak, kalau gitu saya gak perlu mikir lagi kan." Ceye mengangguk, "sekarang kamu panggilkan Ana!" Perintahnya langsung. "Ana? Pegawai baru itu Pak?" Ceye mengangguk ringan, "emangnya ada apa yha Pak?" Tanya Farid mulai penasaran. "Itu si Ana yang hari ini bakal temani aku, sebagai orang ganteng kamu kan tau kalau aku gak bisa sehari tanpa wanita." Jelas Ceye sambil berjalan, mendekati aquarium tempat ikan buntal kesayangannya. Farid membulatkan bibirnya, mengangguk-angguk patuh. "T-tapi Ana kan akhirannya juga 'Na' Pak?" Memang bodoh sekali otaknya, kenapa pake keceplosan tanya sama makhluk aneh ini coba. Ceye menoleh cepat, dengan kilatan wajah kembali marah."Kamu g****k atau guoblok sih?!" Farid sudah mulai ambil ancang-ancang. "Si Ana kan nama lengkapnya Anastasya, akhirannya 'Ya' kalo gak tau apa-apa mending gak usah banyak tanya kamu!" Tunjuknya kedepan muka Farid membuat Farid hanya bisa pasrah. "M-maaf Pak." "Gak aku maafin, cepat keluar sana panggilin yang namanya Anastasya. Bukan yang akhirannya 'Na' kayak kamu bilang tadi!!" Bentak nya yang langsung membuat Farid berlari terbirit-b***t mematuhi ultimatum sang atasan. Ceye mengendorkan dasinya, menyeka keringat di wajah dengan tisu yang ada di depannya. "Dasar makhluk jelek!" Cibirnya menggumam sendiri. *** Ana yang baru dua hari bekerja di kantor ini sudah merasa nyaman, karna semua teman-teman sedivisinya sangat ramah dan juga baik. Gadis berkuncir kuda itu mengulet tubuhnya, saat semua pekerjaannya sudah beres. "Na!" Ana menoleh, Mbak Fitri berjalan mendekati kubikelnya. "Udah mau jam makan siang nih, ayo kita makan dulu." Ajak nya. Disebelahnya sudah ada Karin, gadis belia dengan prinsip dandan is number one! "Iya Na, c'mon kita cus. Udah laper banget nih." Bujuknya merengek. Dengan bahasa gaul campurannya. Ana tersenyum simpul, berdiri dari tempat duduknya. "Yaudah ayo, lagian pekerjaan aku juga udah selesai." Balas Ana senang. Karin langsung tersenyum lebar, mengamit tangan Ana cepat. Namun langkah mereka bertiga terpaksa harus terhenti, saat melihat Farid yang baru keluar dari lift. "Sssstt tuh orang ngapain kesini?" Bisik Karin mendesis kearah teman-teman lainya. Semuanya juga bingung, hanya bisa saling lempar isyarat mata satu sama lain. Masalahnya si Farid ini adalah sekertaris Bos mereka, salah satu jajaran petinggi dikantor ini. Farid melangkah penuh wibawa, harga diri pemuda ini cuma anjlok kalo didepan Bosnya aja. Kalo diluar gini mah dirinya bisa kelihatan gantengnya. "Anastasya!" Panggil Farid menyebutkan nama lengkap seperti perintah Bosnya. Ana tersentak. "Disini-disini!" Bukan Ana yang heboh, tapi Karin. Apalagi gadis itu sambil melambai-lambai minta dinotice dengan tak tau malu. Farid menengok kearah suara, berjalan mendekati tiga perempuan yang berjejer didepannya. Yang paling kiri udah lebih cocok disebut Ibu muda, yang tengah terlihat seperti gadis kalem baik-baik, dan paling kanan adalah gadis fashionable yang tadi melambai-lambai. Farid mengangguk sekali, sudah pasti yang namanya Anastasya itu yang tadi melambai-lambai. "Ayo ikut saya, Mbak dipanggil CEO." Ujarnya sopan menatap Karin. Karin mengerjap linglung, lalu menempeleng wajah atasannya itu tanpa sungkan-sungkan kearah kirinya. "Ini yang namanya Ana, kalo saya Hanah Karinsa." Cerocos Karin masih meletakkan tangannya di wajah Farid membuat semua teman-temannya sudah berkomat-kamit merapalkan doa. Farid kaget, apalagi saat tangan gadis itu masih melekat diwajahnya. Pemuda itu langsung mundur dua langkah, memandang Karin seolah gadis itu adalah amoeba. Karin mendelik, serasa terhina begitu saja. "Ayo siapapun yang namanya Anastasya ikut saya!" Lalu Farid berbalik sambil melangkah tergopoh-gopoh membuat semua orang melongo speechless. Itu orang ... normal kan? "Na, susul gih!" Senggol Mbak Fitri menyadarkan nya. Ana melotot kecil, langsung berlari menyusul Farid meskipun aslinya belum ngeh sama sekali apa yang sedang terjadi. "Kamu kenapa, Rin?" Tanya Mbak Fitri saat melihat Karin yang sedang bergidik sendiri. Gadis muda itu menoleh, mengusek-usek tangannya ke rok span nya merasa jijik. "Itu orang jangan-jangan homo Mbak." *** Ana pelan-pelan melangkah memasuki ruangan mewah di kantornya itu. Langsung disuguhi suasana elegan dengan dekorasi super wah yang sangat jarang Ana lihat. Memang benar kata pepatah, orang kaya mah beda! "Permisi Pak, saya sudah membawa Anastasya yang Bapak minta." Farid membungkuk sedikit, diikuti Ana yang ikut-ikutan membungkuk karna bingung sendiri dengan posisinya saat ini. Ceye yang berdiri memunggungi mereka berbalik, bersedekap menatap datar dua orang didepannya. "Kamu keluar sekarang!" "Baik Pak, saya permisi." Lalu Farid sudah berbalik, melangkah pergi dari ruangan gray-black itu. Meninggalkan Ana berduaan dengan Ceye. Ceye menyorot teliti Ana dari atas rambut sampai ujung kaki, seolah tengah memindai penampilannya. "Ana." Ana mendongak kaget. "I-iya Pak." Ceye mengangguk-angguk sendiri, berjalan maju 3 langkah makin mempertipis jarak diantara keduanya. Ana sudah jedag-jedug sendiri, masalahnya kesan pertamanya terhadap Bosnya ini sungguh minus-pake-banget. "Saya lapar." Ana mengerjap tak paham. "Soto babat enak kayaknya." Lah emang saya peduli?! Ceye dan Ana masih saling tatap satu sama lain. Sampai akhirnya Ceye tersenyum miring. "Beliin ya." Ucap Ceye ringan tanpa beban.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN