Part 2: Soto Babat

1338 Kata
"Ha?!" Ceye mendecak, mendelik kesal dengan respon yang diberikan Ana. "Budek ya kamu, saya suruh beliin soto babat!" Ulangnya menyebutkan pesanannya. Ana menggaruk pangkal hidungnya, masalahnya ini kan bukan pekerjaannya. "Tapi kan--" "APA?!" Ebuset! Ana terperanjat kaget mendengar pekikan Bosnya. Dengan senyum lebar mirip Valak Ana kemudian mengangguk. Sangat-sangat terpaksa menuruti perintah konyol atasannya ini. "Baik Pak, saya permisi dulu." Lalu Ana sudah melenggang, berbalik pergi dari manusia aneh itu. "Eitt sebentar!" Ana menoleh, menatap jengah atasannya. "Apa lagi Pak .. ?" "Kamu cuma punya waktu 10 menit. Lebih dari itu kamu akan kena hukuman." Ceye tersenyum puas melihat wajah speechless Ana. HEH! Situ kira cari soto babat semudah kentut apa?! "I-iya Pak." Ana hanya bisa mengangguk patuh, dengan senyum makin creepy ketimbang sebelumnya. Wajah Ana sudah miris, ingin menjedotkan kepalanya sendiri ke tembok sekarang. Ceye duduk menyilangkan kaki di sofa dengan santai, mengibaskan tangan bak penguasa. "Oke, cepet sana beli!" Pengen aku smackdown rasanya tuh congor! Ana langsung melenggang cepat, ingin buru-buru kabur dari makhluk menyebalkan didepannya ini. Wajah boleh tampan, jabatan boleh mapan, tapi kenormalan nya benar-benar patut dipertanyakan. Ana berlari tunggang langgang keluar kantor, sudah bodo amat dengan tatapan-tatapan aneh yang dilemparkan kepadanya. Saat ini yang paling penting baginya cuma soto babat, tapi ngomong-ngomong dimana dia akan mendapatkannya?! Pliss deh, soto itu banyak. Tapi cari yang ada babat nya kemana? Apa harus ke Madiun dulu? Udah gitu cuma diberi waktu 10 menit, lari dari ruangannya keluar gedung kantor aja butuh waktu 5 menit. Niat sekali Bosnya itu mengerjainnya. "Permisi Bu, disini jual soto babat apa tidak yha?" Ana masuk ke warung terdekat, mencoba mencari peruntungan. Ibu-ibu berkerudung dengan tubuh gempal itu menoleh, "kalo soto biasa ada Mbak, tapi kalo soto babat maaf nggak ada." Jawabnya tersenyum. Ana meringis. Sudah kudugaaa.. "Emm Bu, kira-kira bedanya soto biasa sama soto babat apa yha?" "Soto babat ada jeroan sapinya Mbak." Ana terdiam ditempat, "Buk bisa minta tolong nggak, Ibu buatin saya soto trus campur aja sama jeroan itu." Tunjuk Ana pada jeroan yang ada dibalik etalase kaca. Ibu-ibu itu nampak terkejut. "Nanti sotonya rasanya jadi kayak apa?" Tanya Ibu itu jadi speechless sendiri. Ana menggeleng cepat, "udah Buk pokok Ibu buatin aja, masalah rasa belakangan." Sergah Ana sudah buru-buru. Ibu-ibu itu makin menatap aneh kearah Ana, dengan anggukan ragu yang sangat ketara. "Tapi Mbak, ini jeroan ayam bukan sapi." Ana terdiam lagi, sedikit tersentak. "Ah gak papa, sama-sama jeroannya yang penting!" Balas Ana cepat. "Ha? Tap--" "Udah yha Buk, pliss banget bantuin saya. Soalnya ini sangat urgent!" Mohon Ana bahkan sampai mengatupkan kedua tangannya. Ibu-ibu itu akhirnya menyerah, menuruti kemauan Ana. Membuat soto babat dengan jeroan ayam. Sudah tak bisa memprediksi bagaimana rasanya nanti. *** "Kamu telat 10 menit!" Ana hanya menunduk takut, Ceye sudah seperti satpam yang menghadang di depan kantor. Membuat banyak orang langsung mencuri-curi pandang kearah mereka. Ceye melangkah maju, memindai teliti Ana. "Udah telat, awas aja kalo gak bawa pesanan saya!" Ancamnya galak. Ana menyodorkan gemetar soto bawaannya, membuat Ceye mengangkat alis begitu saja. Ceye merebut cepat kresek hitam itu, membuka isinya. "K-kok bisa dapat?" Kini giliran Ceye yang cengo, padahal misi ini sulit banget. Ceye sudah menyuruh orang mengobservasi wilayah sekitar. Dan hasilnya gak ada yang jualan soto babat sejauh 5 km dari kantor ini. Tapi ini Ana kok bisa dapat? Hanya dalam waktu 20 menit. Ana mendongak, melihat wajah kaget Bosnya membuat dirinya sudah bisa menyimpulkan. Kalau dirinya tadi niat dikerjai, sayang oh sayang ... ternyata senjata makan tuan. "Saya tadi kebetulan ketemu penjual soto babat keliling, Pak." "O-oh, gitu ya.." Ceye melangkah memasuki kantornya, diekori Ana dan tatapan-tatapan penasaran dari banyak pihak. Sesampainya di ruangannya Ceye langsung menyuruh OB menata soto tersebut kedalam mangkuk. Ceye menatap soto babat nya dengan kernyitan samar, kok ... kayak ada yang tidak beres, ya? "Gak dimakan Pak?" Ceye mendongak, menipiskan bibir sebelum perlahan menyendok soto tersebut. Memakannya dengan gerakan sangat lambat. Setelah sampai ke indra pengecapnya Ceye langsung melet, mengernyih jijik dengan gelenyar yang dirasakannya. "Kamu racuni saya ya? Ini kok rasanya aneh banget?!" Sembur Ceye bertubi-tubi sambil mendorong mangkuk soto nya. Ana mengulum bibirnya, sekuat tenaga menahan tawa. "Nggak kok Pak, mungkin lidah Bapak saja yang bermasalah." "Kamu berani ngatain saya?!" "Maaf Pak, saya tidak berani saya salah." Ana menunduk ketakutan. "Sekarang kamu habisin makanan aneh ini!" Ceye tersenyum miring, ingin memberi pelajaran pada gadis didepannya ini. Ana mendongak kalem, "b-boleh Pak?" "Boleh aja, pokok harus habis semua gak boleh ada sisa sedikitpun!" Ana terdiam sejenak, perlahan maju duduk didepan Bosnya. Ana mengambil mangkuk soto itu dan memakannya. Dengan penuh lahap. Ceye lagi-lagi dibuat cengo. "K-kok ... " Ceye menatap aneh Ana yang sedang khusyuk makan. "Enak ya?" Tanyanya akhirnya penasaran. Sedikit menyerong maju ingin tau. Ana mendongak, tersenyum lebar sambil mengangguk-angguk sebelum lanjut makan kembali. Tak tau saja sih Ceye, kalau Ana itu sejenis omnivora tanpa pandang bulu. Apalagi jam makan siangnya ini dirinya disibukkan dengan urusan konyol Ceye membuatnya belum sempat mengisi perut. Jadi makasih banget buat Ceye yang suka rela kasih makan buatnya. Ceye mengertakkan giginya senewen sendiri, dua rencananya berturut-turut gagal. Sangat-sangat menyebalkan! "Kamu berani makan di jam kerja?!" Ana mendongak polos, dengan sisa kuah yang sedikit meluber di bibir bawahnya. "K-kan Bapak yang suruh ...?" Beonya melongo. Ceye mendelik, menggebrak meja membuat Ana terlonjak seketika. "Berani kamu ngelawan?!" Ana langsung menciut, rasanya ingin menendang wajah Ceye sampai penyok. "Bawa makanan bekas kamu ini keluar, dan nanti kamu akan dapat hukuman!" Putusnya ngawur seperti biasa. Ana menatap tak percaya kearah Ceye, sebenarnya apa sih masalah Ceye dengannya?! Ngajakin tawur mulu sejak tadi! "Tapi kan Bapak yang suruh saya makan, trus salah saya apa?!" Protes Ana akhirnya meluapkan kekesalannya yang sudah dia tahan sejak tadi. Ceye tersenyum miring, menyandarkan punggungnya di kursi putar nya sambil mengangkat kedua kakinya keatas meja, tepat didepan muka Ana. "Salah kamu lah, soalnya dimana-mana Bos gak pernah salah." Ujarnya enteng. "Ini namanya Bapak menyalahgunakan kekuasaan!" Ceye mengernyit santai. "Trus kenapa?" Tanyanya balik tak gentar sedikitpun. Ana mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat, emosi gadis ini sudah mencapai batas maksimal. "Saya bisa laporin hal ini ke pihak atasan, atau bahkan pemilik perusahaan ini!" Ancam Ana tak main-main. Mentang-mentang jabatannya CEO jadi dia bisa bertingkah seenaknya begini? Jangan harap! Ceye makin mengernyit, sudah mengibaskan tangan bodo amat. "Yaudah .. sana-sana laporin aja. Kok ribet banget." Balasnya tak peduli. Ana makin terperangah tak percaya melihat respon yang diberikan pemuda ini, tapi tekadnya sudah bulat. Biarpun dia hanya pegawai biasa, mana mau dirinya ditindas seperti ini. Ana akhirnya benar-benar melangkah pergi meninggalkan ruangan Ceye, tidak lupa menggebrak pintunya dengan keras. Farid yang baru mau masuk ruangan jadi mengernyit heran, menatap bertanya pada atasannya. "Dia kenapa Pak?" Tanya Farid penasaran. Ceye yang sedang memainkan handphone nya mendongak. Tersenyum culas. "Marah dia, biasalah cewek emang suka baperan." Jawabnya ringan. Kalo cewek-cewek pada denger, kepala Bapak auto melayang. "O,oh.." Farid hanya mengangguk saja, malas bertanya lebih lanjut karna endingnya pasti dia yang bakal ketiban sial. HP Ceye tiba-tiba berbunyi, membuat pemuda itu menegakkan tubuhnya. Menurunkan kaki dari atas meja sambil menerima panggilan dari orang seberang. "Ya, halo." "CEYE! KAMU APAKAN KARYAWAN KAMU?!" Ceye hampir melempar HP nya saking kaget nya. Dengan bibir mendengus kecil, pemuda itu kembali mendekatkan HP nya ke sisi telinga kanannya. "Belum aku apa-apain, dia udah minta pertanggung jawaban aku ya?" "CEYEE!!!" "Ya, dengan anak Ayah yang paling ganteng." Andreas diseberang sana sudah menangis gila, menghadapi kelakuan anaknya yang semakin hari malah semakin abnormal. "Ceye, Ayah bisa mati darah tinggi kalo kamu kayak gini terus..." terdengar nada penuh kefrustasian dari seberang. "Apasih Yah? Aku gak ngapa-ngapain, kenapa Ayah ngomel-ngomel mulu!" "Trus ini kenapa ada yang laporan katanya kamu menyalahgunakan kekuasaan?!" Ceye mengernyit. Oh, si cewek soto babat itu pasti pelakunya. "Trus emangnya kenapa?" Tanya Ceye balik. "Bener kamu menyalahgunakan kekuasaan?!" "Iya lah! Masa Ayah baru tau." "..." "Yah ... halo??" Ceye melihat HP nya, sambungan teleponnya padahal masih tersambung. Tapi kenapa tak ada balasan dari seberang. "Ceye..." "Iya?" "MUSNAH SANA!!!" TUT! Ceye menatap nanar telepon genggamnya, kemudian menaruhnya diatas meja dengan asal. "Gini nih susahnya jadi orang ganteng." Ucapnya penuh keputusasaan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN