Jam sudah menunjukan pukul dua dini hari, namun Renata masih setia terjaga, meski matanya tertutup sebenarnya ia belum tidur.
Pada akhirnya ia mengalah, membiarkan sang putra merasakan keutuhan yang selama ini tak dapat ia berikan.
Cakra kini tidur dengan nyenyaknya di dekapan Renata, sambil membawa tangan Nick melingkari tubuh mungilnya, membuat jarak Nick dan Rena begitu dekat.
"Sampai kapan kamu akan pura-pura tidur?" ucap Nick membuat Renata menegang.
"Relaks Re, aku tidak akan macam-macam, lagi pula ada Cakra di tengah-tengah kita." sambung Nick lagi, namun Renata tidak juga merespon, ia benar-benar enggan hanya untuk sekedar melirik kearah lelaki yang berhasil memporak-porandakan dunianya.
"Tidur lah, besok ada sesuatu yang perlu kita urus." titah Nick dengan suara yang lebih lembut sambil memandang Renata yang menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
"Aku ingin pindah ke kamar lain, tolonglah. Aku tidak nyaman." pinta Renata yang kini membuka matanya yang nampak sayu.
"Kita bukan mukhrim, dan sekarang kita tidur di satu ranjang yang sama, bahkan aku tidak memakai jilbabku." keluh Renata, "mengertilah Nick." Rena memandang Nick dengan penuh harap.
Nick tersenyum remeh, "oh ayolah Re, bahkan aku sudah menjamahmu berpuluh-puluh kali, lagi pula kamu yang menjual dirimu sendiri" ejek Nick.
Entah apa yang membuat mulut Nick begitu pedas, mata renata memerah, ingin sekali ia menampar pipi Nick jika tidak ada cakra disini.
Nick beranjak dari tempat tidur, setelah mengecup kepala Cakra dengan sayang.
"Tidurlah." ucap Nick seraya meninggalkan Rena dan Cakra.
Selepas kepergian Nick, Renata mengehembuskan nafasnya kasar, air matanya mengalir begitu saja, ia memang seemosional ini saat membahas masa lalunya yang begitu kelam.
“Mommy harap kelak abang tumbuh jadi pria yang lembut dan penuh perasaan.” Bisik Renata di telinga Cakra, semacam sugesti agar anaknya tidak mencontoh perilaku menyebalkan ayahnya.
Pagi menjelang.
Rena terbangun dari tidurnya kala cahaya matahari mulai menembus celah-celah ventilasi.
"Subhanallah!" pekik Rena seketika sadar ia belum melaksanakan shalat subuh.
Ia melihat sekeliling kamar, Cakra sudah tidak ada di sampingnya. Tak lama ia mendengar suara tawa riang Cakra yang terdengar nyaring.
Renata melangkahkan kakinya ke arah jendela, bibirnya tersenyum merekah, kala melihat putranya namapak riang bermain kejar-kejaran bersama Nick.
Renata yang kini masih dalam balutan jubah tidur memasuki kamar mandi dan memulai ritual mandinya. 30 menit kemudian ia keluar dengan balutan jubah mandi dengan bordiran nama Müller berwarna emas di belakangnya.
Mata hitam Renata membelakak kaget ketika mendapati satu setel gamis putih lengkap dengan khimar putih, dan flatshoes dengan taburan swarovski, dan tak lupa dengan underwear.
Rena mendekat dan membuka kotak merah bludru yang tersusun rapih berjajar dengan gamis dan lainnya.
Ia mendapati bros berukuran medium, dengan inisial R.
-Pakailah, dan segera turun ke ruang tamu-
Tak menunggu lama Renata segera memakai semua barang-barang yang elegan yang ia yakini total harganya tak kurang dari lima puluh juta, atau mungkin saja lebih.
"Mommy!!" pekik Cakra kala melihat Mommy-nya yang nampak sangat cantik di matanya, mungkin bukan hanya Cakra, namun begitu juga dengan Nick, ia terperangah mendapati betapa cantik nan anggungnya Renata dalam balutan pakaian serba tertutup itu. Walaupun tak dapat dipungkiri, ia lebih suka melihat Renata tanpa busana.
Ya Tuhan! Tolong bersihkan otaknya.
Renata tersenyum ke arah Cakra yang kini nampak sedang asyik membuka berbagai macam kardus mainan barunya, ditemani Nick yang nampak santai dengan setelan celana kolor sepaha, dan baju oblong warna putih.
"Mom sini.." Cakra menepukan tangannya di karpet untuk meminta Renata duduk di dekatnya.
"Daddy. Daddy kemalin sudah beli ini buat abang. Kok beli lagi?" Cakra memasang raut wajah kecewa saat melihat mobil remot control yang sama persis seperti kado yang ia buka kemarin.
"Kapan Daddy membelikannya Son? In-“ -ucapan Nick terpotong saat Rena menatap tajam dirinya.
"Daddy lupa bang. nggak papa, nanti yang satu lagi kita masukin ke kardus sumbangan, Ok?" ucap Renata sambil mengelus surai ikal milik Cakra,membuat Cakra tersenyum dan mengangguk paham.
Susana terasa hening, hanya terdengar celotehan Cakra.
"Daddy?" Cakra memanggil Nick yang nampak sedang menikmati wajah ayu Renata.
"Ya Son?" jawab Nick tanpa mengalihkan pandangannya dari Renata. Renata yang sejak tadi mendapat pandangan intens dari Nick pun mati-matian menahan dirinya agar tidak menampar Nick. Bagaimana tidak, Nick memandangnya dengan tatapan lapar, dan itu membuatnya sangat risih.
Tiba-tiba saja cakra mendudukan dirinya di pangkuan Nick, membuat Nick kini menatap putranya yang begitu tampan.
"What's wrong son?" Tanya Nick heran.
"Daddy janji ya jangan kelja jauh-jauh lagi, Daddy nggak usah cali uang buat beliin abang mainan lagi, Daddy dilumah aja sama Mom sama abang." Pinta Cakra dengan sendu, membuat kedua orangtuanya hampir saja menangis.
"Makasih ya Daddy udah kilim kado ke abang sama beliin ini semua buat abang, I love you Daddy." Ucap Cakra yang kini memeluk leher Nick.
Nick menatap Renata heran, namun Renata hanya mengangguk perlahan dengan senyuman kecil di bibirnya.
"Mommy peluk abang sama daddy juga dong." pinta Cakra pada Renata yang sejak tadi hanya menjadi penonton.
"Abang peluk mommy aja sini." jawab Renata sambil merentangkan tangannya, dan dalam sekejap Cakra sudah berada di dekapannya.
Bolehkah Nick egois? Lelaki itu benar-benar tak ingin membagi Renata maupun Cakra pada siapapun, ia ingin seperti ini selamanya. Ya, ia harus segera bertindak. Ia tak ingin kehilangan keduanya lagi, cukup sekali ia menjadi bodoh karena melepas Renata begitu saja kala itu.
"Justin!!" teriak Nick memanggil salah seorang pengawalnya.
"Ada yang bisa saya bantu tuan?" tanya pengawal yang masih nampak muda dan tampan itu.
"Ajak putraku bermain di belakang!" titah Nick dengan tegas. "Son, pergilah bermain dengan Justin, Daddy ingin bicara dengan mommy mu." pinta Nick lembut. “Jangan lama-lama ya dad, abang mmasih pengen main sama daddy dan mommy.” Pesan Cakra sebelum ia dan Justin keluar ke taman belakang.
"Ada apa?" tanya Renata ketus
"Aku ingin Cakra tinggal di sini."
Ucap Nick tegas membuat Renata menganga seketika. tangannya mengepal sempurna dan siap melanyangkan bogem untuk Nick.
"5 tahun lalu saat aku kembali ke Jerman, istriku memintaku untuk menikah lagi, agar kami bisa mendapat keturunan, karena ia mandul..."
Bugh
Bogem mentah Renata melayang sempurna di pipi kiri Nick. Air matanya sudah merembes keluar.
"Lalu apa?! Kau akan membawa anakku untuk istrimu?!"
"Kau pikir kau siapa?! Bahkan dulu kau mengatakan dia bukan anakmu! Kau menolaknya! Kau meninggalkan kami! Dan sekarang kau datang kembali hanya untuk merebutnya dariku! Iya?!"
Tangis Renata pecah, tatapan marahnya nerubah menjadi sangat menyedihkan.
"Kau bahkan tak tau bagaimana perjuanganku selama ini.. Aku bekerja sendiri untuk memenuhi kebutuhan kami, kau tak tau bagaimana dia begitu berharap bisa memiliki orang tua yang lengkap seperti teman-temannya. Setiap malam aku selalu melihatnya berdoa memintamu agar segera datang.”
"Bahkan aku berbohong padanya, aku mengirimkan banyak mainan kerumah dan mengatakan itu dari dirimu... Hah.. Bahkan aku menceritakan banyak hal baik tentang dirimu agar ia tak merasa kehilangan sosok ayah... "
"Dan ini balasanmu??!! Kenapa kau begitu tega Nick?? Ini kah balasanmu padaku??” Tangis Renata semakin menjadi-jadi.
Dada Nick terasa begitu sesak, kala tau tentang secuil kisah anak dan mantan istrinya. Bukan ini yang ia maksud? Kenapa mulutnnya tak bisa sedikit saja diajak berkompromi?
Pantas saja Cakra sama sekali tidak menolak Nick saat Nick mengatakan ia adalah ayahnya, setelah dirinya melakukan test DNA kemarin. Nick mendekap tubuh Renata yang nampak sangat terguncang, lelaki itu tak peduli walau tubuh Renata terus saja meronta.
"Thank you”
"Thanks..." Bisik Nick bertubi-tubi.
"Percayalah bukan itu maksudku.” imbuh Nick yang masih setia memeluk Renata.
Wanita itu menggeleng “Jangan bawa anakku pergi, aku mohon.”
Nick mendekap Renata semakin erat, tanpa bias berucap sepatah kata pun. Hatinya tercubit melihat bagaimana kacaunya Renata..