Bab 1. Malam Penuh Luka

1408 Kata
"Ahhh, Fir ... sakit!" rintih Aura dengan lirih, coba memohon belas kasihan pada pria yang baru saja merobek gaunnya secara paksa. Firdaus seakan tak peduli dengan rintihan Aura, bahkan hatinya tak melembut sedikitpun walau wanita itu meneteskan air mata di hadapannya. "Nggak usah munafik kamu, Ra! Kamu senang kan diperlakukan seperti ini?" gumam Firdaus yang kini melingkarkan lengannya di leher Aura dari belakang, meremas dua gundukan kenyal yang masih terbungkus kain, bertanya dengan suara berat tepat di depan telinga wanita itu. Aura menelan salivanya dengan susah payah. Hatinya teriris perih. "Fir, aku … aku bisa jelasin sama kamu kenapa aku ada di sini." "Aku nggak butuh penjelasan kamu, Ra!" Firdaus pun menurunkan tangannya dari leher wanita itu, lalu ia mendorong tubuh Aura ke atas ranjang dengan sorot mata yang semakin tajam. Ia merasa apa yang ada di pikirannya setelah menemukan Aura di tempat terkutuk itu adalah sebuah kebenaran tanpa menuntut pembenaran. "Fir, please dengerin aku dulu. Ini bukan keinginanku. Aku nggak pernah mau ada di tempat ini. Aku terpaksa, Fir …." Aura merasa lidahnya kelu saat ingin menceritakan keadaan sebenarnya. Air mata terlalu cepat jatuh menetes tanpa dapat dihentikan, membuat Aura terlihat begitu lemah. "Terpaksa? Kamu bilang terpaksa?! Uang kan yang buat kamu rela menjual diri di tempat kotor seperti ini? Memangnya berapa banyak uang yang kamu mau, Ra, sampai kamu mau melakukan pekerjaan kotor yang sangat menjijikkan seperti ini?" tanya Firdaus yang perlahan melepas jasnya dan melemparnya ke sembarang arah, lalu ia berjalan mendekat ke arah ranjang. Aura menggeleng tak percaya mendengar kata demi kata yang terucap dari mulut Firdaus. Buru-buru ia meraih selimut dan menutupi tubuhnya yang terbuka karena gaunnya telah dirobek paksa oleh pria itu dan kini teronggok di lantai. "Kamu nggak ngerti apa-apa, Fir, makanya kamu dengerin penjelasan aku dulu." Firdaus tidak suka melihat apa yang Aura lakukan, coba menutupi dirinya yang kotor seolah tidak ingin ia melihatnya. Firdaus pun dengan cepat menarik selimut yang menutupi tubuh wanita itu dengan kasar hingga ujung selimut yang hendak dibuang itu mengenai gelas berisi wine yang ia letakkan di atas meja kecil samping ranjang, membuat gelas tersebut jatuh terlempar, dan serpihan kaca tampak berserakan di permukaan lantai. "Aku udah bayar kamu mahal malam ini, jadi jangan mengecewakanku, Aura! Cepat layani aku!" titah Firdaus yang terdengar sangat dingin. Seolah perasaannya membeku bersama rasa kecewa saat menemukan kekasihnya yang tiba-tiba menghilang selama satu bulan ini di tempat kotor, tempat para wanita pekerja seks menjajakkan tubuhnya pada banyak p****************g demi uang. Guratan penuh rasa takut tergambar jelas di kedua mata Aura. Wanita itu menggeleng dan raut wajahnya berubah pucat. "Fir, nggak, Fir. Tolong jangan paksa aku untuk lakuin itu." “Kenapa? Apa kamu kehilangan rasa percaya diri untuk bercinta denganku? Nggak perlu sungkan, Aura Xandra, puaskan aku seperti puluhan atau bahkan ratusan laki-laki yang sudah menikmati tubuhmu selama berada di tempat ini!" Tanpa dapat disembunyikan rahang Firdaus tampak mengeras saat mengatakan semua itu, bahkan kilatan amarah tergambar jelas di kedua matanya. "Aku nggak seperti yang kamu pikirkan, Fir. Tolong percaya sama aku." Sorot mata Firdaus menatap Aura dari ujung kaki sampai ujung rambut. Ini adalah kali pertama ia melihat Aura hanya mengenakan pakaian dalam dan memperlihatkan tiap lekukan tubuh yang nyaris sempurna. Hingga tanpa sengaja ia menemukan beberapa bagian tubuh wanita itu yang terdapat memar berwarna keunguan. Namun, pikiran buruk kembali menyergapnya. "Nggak seperti yang aku pikirkan? Memangnya menurutmu apa yang aku pikirkan tentang kamu, Aura?" Firdaus bertanya seraya duduk di tepi ranjang, membuat jarak mereka semakin dekat. Aura semakin ketakutan melihat tatapan Firdaus, beberapa kejadian yang membuatnya hancur dan terpuruk kembali berputar-putar dalam ingatannya. "Jangan lihat penampilanku yang sekarang, Fir. Kamu harus tau kalau aku melakukannya karena terpaksa. Kamu yang tau aku kayak gimana. Aku nggak mungkin melakukan pekerjaan ini demi uang, tolong percaya sama aku, Fir!" Aura coba menyadarkan Firdaus agar pria itu tak melakukan hal yang menakutkan baginya. Firdaus menggerakkan sebelah tangannya, mengusap kerah baju perlahan, dan ia segera membuka kancing kemeja. "Ya, Aura, kamu benar sekali. Aku tau kayak gimana kamu. Aku bisa lihat dengan mata kepalaku sendiri bahwa kamu adalah seorang w************n, bahkan sangat murah dari wanita yang aku kenal di luar sana karena demi uang kamu rela menjajakkan tubuhmu! Aku tau sekotor apa kamu sekarang, tapi aku nggak mau buang-buang uang dengan percuma, aku mau sekali aja ngerasain gimana rasanya bercinta dengan p*****r sepertimu, setelah itu aku benar-benar akan menghapusmu dalam ingatanku. Ingatlah perkataanku, Aura. Aku menyesal pernah mencintaimu setulus kemarin!" Dada Aura seketika sesak, wanita itu terlihat sulit mengatur napasnya sendiri. Rasanya jantung di dalam bergemuruh, hatinya berdarah-darah, dan raganya seakan tak lagi menapak begitu mendengar penuturan Firdaus. Aura sadar betul saat ini ia tidak dapat membela diri. Ia paham sekecewa apa Firdaus menemukannya di sebuah rumah bordil dalam keadaan seperti ini. Ia berusaha menganggap wajar jika pria itu berpikiran demikian karena penampilannya seperti yang terlihat tepat di depan mata. Aura tersenyum getir. Nanarnya semakin terjepit dan kembali menumpahkan gerimis air mata. Namun, Aura berusaha menghapus bulir-bulir bening itu dengan jemarinya sendiri. Ia ingin berhenti terlihat lemah karena tak ada yang peduli melihat air mata yang sejak tadi tumpah. "Ok, aku akan melakukan apa yang kamu minta. Anggap aja ini sebagai hadiah perpisahan kita malam ini. Aku berharap setelah ini Tuhan nggak pernah mempertemukan kita lagi. Maaf kalau aku udah buat kamu kecewa." Akhirnya Aura mengalah. Wanita itu berusaha mengubur rasa trauma yang dialami selama satu bulan terakhir demi mengabulkan permintaan Firdaus. Entah harus bahagia atau sedih, malam ini Aura akan menyerahkan kesuciannya pada pria yang pertama kali membuatnya jatuh cinta. Tetapi, detik itu juga cinta rasanya berubah begitu cepat berganti luka. Perlahan demi perlahan Aura membuka high heels yang masih terpasang, lalu melepaskan pakaian dalam yang masih melekat di tubuhnya dengan tangan gemetar. Tanpa dapat disembunyikan nanar Firdaus bergetar penuh luka melihat wanita yang teramat dicintainya melakoni pekerjaan kotor demi uang. Aura membiarkan tubuhnya benar-benar polos tanpa sehelai benang pun yang melekat. "Silakan perlakukan aku sesukamu, Fir. Ajari aku untuk menjadi murahan supaya bisa memuaskanmu malam ini!" Suara Aura bergetar penuh sesak, membuat Firdaus sempat berat untuk melampiaskan perasaan marahnya. Namun, itu hanya berlangsung beberapa saat karena pada akhirnya pria itu benar-benar ingin meluapkan semua perasaan yang berkecamuk dalam d**a. Tidak ingin berubah pikiran karena melihat wajah Aura yang dibanjiri air mata, Firdaus pun segera mengukung wanita itu. Dengan perasaan hancur berkeping-keping akhirnya Aura menyerahkan dirinya pada Firdaus. Ini adalah pengalaman pertamanya. Namun sayang, malam itu Firdaus memperlakukannya dengan sangat kasar, tanpa ada kelembutan sedikitpun karena sengaja ingin membuat Aura kesakitan sebagai ajang balas dendam karena merasa Aura telah mengkhianati dan membohonginya selama ini. "Tolong lakukan dengan perlahan, Fir ...." Aura merintih dengan tatapan menyedihkan, memohon belas kasihan dari Firdaus saat ia merasakan permukaan kulitnya terasa perih karena dihisap terlalu kasar. "Kenapa? Bukankah laki-laki yang kamu layani selama ini memperlakukanmu lebih brutal dari ini, sampai-sampai banyak sekali memar yang tertinggal di tubuhmu karena saking panasnya pergumulan kalian?" Firdaus bertanya seraya menampilkan senyum menghina. Ia merasa Aura terlalu banyak bersandiwara di hadapannya sejak tadi. "Kamu salah paham, Fir—" "Berhenti memasang wajah menyedihkan seperti itu di hadapanku, Aura. Aku sama sekali nggak kasihan sama kamu. Hati aku udah mati, apalagi setelah aku nemuin kamu di tempat terkutuk ini!" "Kalau aku bisa memuaskanmu malam ini, apa boleh aku minta sesuatu dari kamu? Tolong bebaskan aku dari sini, Fir. Aku mohon … aku nggak suka ada di tempat ini. Aku nggak mau mati di sini karena disiksa sama mereka. Aku pengen keluar dari neraka sialan ini, Fir." Firdaus berdecih kesal. Ia sama sekali tidak mempercayai perkataan Aura. "Cukup, Ra, aku di sini bukan buat nonton penampilan sandiwaramu. Aku bayar kamu mahal buat muasin aku! Sekarang cepat lakukan tugasmu!" Firdaus pun kini berbaring, memerintahkan Aura untuk bermain di atas, dan segera memuaskannya. Aura memejamkan mata. Kini pikirannya diselimuti rasa frustasi karena Firdaus sama sekali tidak mempercayainya. Malam itu ia pun menyerahkan kesuciannya hingga merintih menahan perih. "Ahhh ...." Firdaus mendesah, mulai menikmati permainan Aura yang terasa sangat kaku. Hingga akhirnya ia mengambil alih permainan dan mengungkung wanita itu. Namun, tidak dengan Aura. Lenguhan demi lenguhan yang lolos dari mulutnya bukan menandakan kenikmatan, melainkan kesakitan atas kehancurannya. Pikiran Firdaus tak lagi memiliki tujuan selain mencapai puncak kenikmatan. Ini adalah pengalaman pertamanya bersama Aura. Sejak keduanya menjalin hubungan selama enam bulan, Firdaus bertekad untuk menjaga kehormatan Aura dan berniat akan melakukannya setelah mereka menikah nanti. Namun, janji itu telah luntur bersama rasa kecewa setelah Aura menghilang tanpa alasan di saat hubungan mereka baik-baik saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN