Aku masih menatap tidak percaya pada lelaki yang tengah duduk di seberangku. Ia sedang menikmati satu piring nasi putih, telor ceplok yang hanya disiram kecap dan irisan cabe rawit. Aku hanya menopang dagu, memperhatikannya dengan seksama, bagaimana bisa dia makan hanya dengan telur ceplok, tapi terlihat begitu menikmati. "Terimakasih untuk makan malamnya, enak, aku sudah kenyang." "Aku jarang masak, lagipula kamu tidak mungkin mau memakan mie instan." Aku mengambil piring kotor yang tidak ada satu butir pun nasi tersisa. "Itu sudah cukup. Lagipula aku tidak ingin merepotkanmu." Ternyata Revan mengikutiku hingga ke tempat cuci piring. "Biar aku yang mencucinya, kamu pasti masih sangat lelah." "Tidak apa-apa, hanya sedikit. Lebih baik kamu pulang, sudah malam." "Kamu sudah mengu