"Selamat pagi!" Ujar seorang pria yang baru saja membuka pintu rumah Lita dengan pelan, dan menyapa dua manusia yang ada di ruang tamu, dengan suasana yang begitu menegangkan karena perdebatan panas antara sang anak dengan papanya.
"Mau apa kau datang kesini pagi-pagi?" Tanya Pak Wijaya datar, pada seorang pria yang baru saja berdiri dengan posisi yang lumayan tidak cukup jauh darinya.
"Maaf Tuan, saya disuruh pak Adi untuk mengantarkan ini buat tamu yang menginap di rumah ini sejak tadi malam." Jawab pria itu, yang tak lain adalah supir yang selalu dibawa pak Adi kemana-mana, sambil memperlihatkan sebuah paper bag yang ada di tangan kanannya, agar Pak Wijaya percaya.
"Dia ada di kamarnya, di lantai satu!" Ujar Pak Wijaya tegas, tanpa memperdulikan wajah penasaran dari anak perempuan nya. Karena Pak Wijaya melihat Lita seperti orang yang sedang kepo ingin tahu isi dari paper bag yang dibawa supir Pak Adi tadi, langsung pergi begitu saja keluar dari rumah. Lita yang sudah menyadari kepulangan sang papa, langsung melangkah dengan terburu-buru menaiki anak tangga agar segera sampai di kamar Dita. Saat Lita sudah melewati anak tangga ke lima, supir Pak Adi tadi yang membawa paper bag untuk Dita mulai menuruni anak tangga.
"Sudah diberikan? "Tanya Lita tanpa melanjutkan kembali langkahnya untuk menaiki anak tangga.
"Sudah Nyonya! "Jawab sopir tadi dengan sopannya, sambil membungkukkan badannya dengan hormat. Setelah Lita mendapat jawaban dari sopir Pak Adi tadi, Lita kembali melanjutkan langkahnya dan melewati tubuh sopir Pak Adi tadi yang masih membungkukkan badannya di dekatnya.
Ceklek
"Senang bukan kalau jadi orang kaya? Kamu pernah terpikirkan tidak sebelumnya, bahwa kehidupan kamu akan berubah, setelah kakakku memungut mu dari tempat sampah, dan ditempatkan ditempat yang seharusnya tidak pantas kamu tempati?" Tanya Lita saat melihat Dita Tengah berada didepan cermin besar nya, sambil melihat baju yang dibawakan supir Pak Adi tadi. Lita masih dengan santainya menghina Dita, tanpa ada rasa trauma akan takut kembali didatangi Pak Wijaya. Dita yang mendapat penghinaan lagi dari Lita, hanya memandang kosong pantulan dirinya di cermin besar itu, tanpa ada niatan untuk menjatuhkan air matanya.
"Katakan, apa tujuan Nyonya selalu menghina saya di sini? "Tanya Dita yang mulai lelah karena selalu mendapat perlakuan buruk dari Lita, tuan rumah.
"Jawabannya cuma satu, itu karena aku tidak menyukaimu! "Jawab Lita dengan lantangnya, membuat Dita langsung menggelengkan kepalanya tidak mengerti. Dita tidak mengerti apa maksud dari perkataan Nyonya Lita, yang menyatakan bahwa Nyonya Lita sendiri tidak menyukai kehadiran dirinya. Yang menjadi masalah bagi Dita adalah, apa yang membuat Nyonya Lita tidak menyukai dirinya. Jelas-jelas dirinya baru saja tadi malam dia datang, dan paginya Nyonya Lita menyatakan bahwa Nyonya Lita tidak menyukai kehadiran dirinya, lalu apa yang membuat Nyonya Lita tidak menyukai dirinya, hingga Nyonya Lita berulang kali memperlakukan dirinya dengan begitu buruk?
"Jadi tujuan Nyonya Lita selalu menghina saya, agar saya merasa sakit hati dan memilih pergi dari rumah ini. Begitu? "Tanya Dita dengan suara yang mulai terdengar dingin, namun tetap mempertahankan suara kehormatannya pada Lita.
"Yah, benar! "Jawab Lita dengan lantangnya, lalu bersedekap d**a dengan posisi yang mulai berubah jadi membelakangi Dita.
"Kalau saja saya bisa keluar dari rumah ini tanpa bersusah payah, Nyonya tidak perlu menyakiti saya. Saya akan dengan senang hati keluar dari rumah ini, tanpa Nyonya harus melakukan sesuatu untuk membuat saya memilih menyerah. Tentu saja Nyonya Lita mengerti, kenapa saya selalu mengalah pada anda. Karena menurut saya usaha Nyonya Lita akan sia-sia, meski mulut Nyonya Lita sampai berbusa karena penghinaan Nyonya Lita terhadap saya, saya tidak akan meninggalkan tempat ini. Jangan salah paham Nyonya Lita, Saya memilih tetap mempertahankan posisi saya di rumah ini, itu karena saya sedang mencari aman. Kalau sudah aman, Anda tidak perlu melakukan sesuatu untuk mengusir saya di rumah ini, karena saya sendiri yang akan meninggalkan tempat ini. "Dengan tugasnya, membuat Lita kembali mencibir Dita.
"Halah, bilang saja kamu lagi menyenangkan diri, karena berada di tempat mewah yang sebelumnya tidak pernah kamu datangi selain di rumah ini! "Ujar Lita, menghina Dita.
"Kalau begitu saya akan keluar dari rumah ini saat ini juga! "Ujar Dita, sambil memasukkan kembali memasukkan baju yang sempat ia coba ke dalam paper bag tersebut.
"Silakan saja, kalau kamu berani keluar dari rumah ini! "Ujar Lita tak kalah kasarnya dari Dita. Dita langsung meraih ponselnya dan juga tas kecil sebagai penyimpan sisa uangnya, untuk dibawa keluar dari rumah mewah tersebut. Rupanya Dita keluar dari rumah itu tanpa mencuci muka atau sekedar mengganti pakaian saja. Dita keluar dari rumah itu dengan terburu-buru tanpa memikirkan mengenai penampilannya Lita tidak ada niatan untuk mencegah kepergian Dita, menurut Lita, biarkan saja Wanita itu pergi dari rumah ini dengan sendirinya. Nanti kalau ada orang yang bertanya mengenai gadis rendahan itu, Lita akan mengatakan bahwa Wanita itu pergi secara diam-diam tanpa dirinya tahu. Nita kembali masuk ke kamarnya, dengan senyum misterius, seperti sedang merencanakan sesuatu agar wanita itu tidak kembali lagi ke rumah megah itu.
"Aku harus pergi ke mana? "Tanya Dita pada dirinya sendiri, saat mulai kebingungan karena tidak tahu jalan di daerah itu. Dita mulai mengecek sisa uangnya dalam tas kecilnya, dan ternyata uang itu menurut Dita tidak cukup untuk naik taksi menuju ke rumah dirinya saat tinggal bersama Doni, sang kakak. Dita memilih jalan kaki, dan akan menyetop taksi saat di tengah perjalanan nanti, agar tidak terlalu banyak nanti memberi ongkos pada sopir taksi. Sebenarnya bisa saja Dita memakai bus umum, atau angkutan umum seperti ojek online, atau sebagainya, hanya saja, Menurut Dita, naik taksi jauh lebih aman agar tidak ada orang lain yang mengetahui mengenai kepergian dirinya saat ini, dari rumah megah itu. Dita terus membawa langkahnya hingga sedikit jauh dari rumah megah itu. Saat Dita ingin menyetop taksi yang akan melewati dirinya, tiba-tiba ada sebuah mobil hitam mewah berhenti tepat di depan dirinya saat dirinya akan menyetop taksi. Kaca pintu mobil tepat di samping kemudi dan ternyata orang itu orang yang Dita kenal. Melihat orang itu tersenyum sinis terhadapnya, membuat Dita langsung mengeluarkan keringat dingin karena merasa takut dirinya akan mendapat ancaman berat.
"Rupanya Nona punya nyali juga untuk pergi dari rumah itu? Saya sengaja tidak menaruh beberapa orang saya untuk menjaga Nona dari luar, karena saya percaya bahwa Nona akan mematuhi aturan saya! "