“Mas Pandu?” sapa Intan sambil melangkah pelan menghampiri Pandu. Di belakangnya, seorang ART dan kiranya berusia sekitar dua puluh tiga tahun, mengikuti sambil membawa nampan berisi makanan lengkap dengan segelas besar berisi teh manis. Pandu yang belum lama terbangun, refleks beranjak duduk menatap Intan penuh tanya. Pandu merasa dirinya jauh lebih baik. Iya, Pandu merasakan ketenangan meski ketika ia mengingat kenyataan, ia kembali gamang. Entah apa yang terjadi, tapi Pandu yakin, Intan telah memberinya obat tidur. Yang mana, keyakinannya tersebut dikuatkan dengan kenyataan waktu yang sudah malam. Sudah pukul sembilan malam ketika Pandu memastikan waktu di arloji hitam yang menghiasi pergelangan tangan kirinya. “Syukurlah, Mas Pandu bisa tidur nyenyak. Tuh lihat, infus ke tiga itu,