Aldo mendengus sebal saat lagi-lagi sang Mami mengungkit kejadian kemarin sore dirumah Dillia. Ibu-ibu satu itu senang sekali mengungkit aibnya. Belum lagi bahakkan dari Araf; Abangnya membuat Aldo memberengut.
“Alratif Mahendra.” Pekik Aldo jengkel.
“Revaldo Mahendra, sejak kapan kamu manggil Abang kamu nggak pake embel-embel Abang?” Aldo mendengus sebal, saat sang Papi berjalan turun dari tangga rumahnya.
“Bang Araf diem weh.” Ulang Aldo, membuat Jordi Mahendra menggelengkan kepalanya melihat kelakuan putra-putranya. Belum lagi putranya yang bernama Revaldo Mahendra itu, bisa-bisanya anaknya yang sebentar lagi akan melamar anak gadis orang itu masih mengantri disuapi oleh istrinya.
“Din, Din. Gantian gue dong yang disuap Mami.” Kata Aldo menoyor kepala adiknya.
“Mami, Abang main tangan sama Dino Mi.” Adu Dino membuat Elvira menatap tajam Aldo.
“Ya Allah ini Aldo anak tiri apa gimana sih.” Racau Aldo lalu membuka piringnya sendiri.
Mending gue makan sendiri deh, rusuh kalau lawannya anak Mami sih.
“Araf, kamu kapan bawa calon mantu ke Mami? Tuh adek kamu udah mau kawin aja.”
Uhukk... Uhuuk..
Jika kalian pikir yang tersedak sarapannya adalah Araf, maka kalian salah. Kali ini yang tersedak adalah Aldo. Buru-buru Aldo menuangkan air minum dalam gelasnya. Maminya benar-benar frontal, kirain udah nggak bakalan nyindir, eh ternyata masih aja.
“Udah ah, Aldo mending sarapan di sekolah aja. Tenang damai sentosa.” Ujar Aldo bangkit dari kursi makannya.
Jordi menggelengkan kepalanya melihat tingkah Aldo, nggak pernah berubah sama sekali. Padahal putranya itu akan lulus sekolah menengah atasnya.
“Aldo, bawa Aldino sekalian. Mang Sardi mau anterin Mami ke salon soalnya.”
“Hii ogah ah, Mami aja anter Dino Mi. Aldo males.” Tolak Aldo lalu berjalan sebari menyeret tas ranselnya.
“Revaldo Mahendra, kamu anter adek kamu apa kamu bayar modal usaha kafe kamu ke Mami?” ancaman sang Mami sukses membuat langkah Aldo terhenti.
“Mamiiiiiiiiiiii.” Teriak Aldo membuat Araf dan Jordi terkekeh melihat wajah kesal Aldo.
Setelah mengantarkan adiknya, Aldo segera menancap gas mobilnya dengan kecepatan penuh. Bisa-bisa dia dijemur nanti sama guru BP kalau terlambat lagi. Maminya benar-benar deh ah, kalau ada casting ibu tiri, Aldo jamin lolos itu si Mami. Secara sama anak kandung aja pantas disebut ibu tiri kelakuannya.
“Aelah, mobil si Rizkan ini. Ngapain kali berhenti depan gerbang. Satu detik lagi ditutup ini gerbang.” Gerutu Aldo sembari menekan klakson mobilnya.
“Woii, woiii. Bang minggir woiii.” Teriak Aldo membuat Rizkan sedikit meminggirkan mobilnya.
“Astaga, bikin sensi aja itu manusia satu. Gue coret juga deh dari kartu keluarga bapaknya.” Dengus Aldo. Dengan cepat Aldo menancap gas mobilnya, lebih baik dia segera mencari tempat parkir daripada Papinya dipanggil lagi ke sekolah.
“Ibaaaaab, bareng.” Teriak Aldo di koridor sekolahnya saat melihat Dipta yang juga tengah berlari. Uh, dibilangin mereka ini kepompong. Lengket bersama sebelum jadi ulat. Telat sekolah aja barengan, kenapa istrinya nggak bisa barengan sih.
“Wih, Onta.” Pekik Dipta senang.
“Do cepetan Do, Dip, cepetan!” teriak Rio memanggil-manggil Aldo dan Dipta dari depan kelas. Mata Aldo mengembang sempurna saat melihat guru sejarah mereka yang berjalan dari arah lain ke kelasnya.
“Weh, Ibab! Ayo cepetan!” ajak Aldo berlari.
Brukk..
“Adoh, sakit bego.” Maki Aldo pada orang di depannya.
“Auh, sakit hiks.” Isak Dillia. Aldo menatap gemas pada wanita yang sama-sama terduduk di atas lantai depan kelasnya itu. Sedangkan Dipta dan Rio terbahak melihat kemalangan Aldo pagi ini.
“Lo Dill, jalan pake mata dong. Lagian mau ke mana sih lo, tuh Bu Cici udah jalan ke sini malah mau keluar kelas.” Maki Aldo kesal pada Dillia.
Dillia menatap Aldo dengan mata berkaca-kaca. Laki-laki itu memarahinya, padahalkan Aldo yang menabraknya.
“Dillia pengen pipis, nggak boleh?” tanya Dillia dengan jeritan yang membuat kuping Aldo berdenyut.
“Biasa aja dong! Nggak usah pake jerit. Dasar cengeng.”
“Aldo ngeselin, Dillia benci.” Ujar Dillia lalu bangkit. Aldo menggelengkan kepalanya melihat tingkah ke kanankan Dillia. Waras nggak sih batin Aldo?
“Do, tega lo temen bini gue itu. Di amuk Dira mampus lo.” Ujar Dipta sewaktu mereka sudah duduk dikursi yang sama dalam kelas.
Aldo menatap gadis punggung gadis yang tengah duduk bersama Dhanisa. Punggung gadis itu terus bergetar sedari dia kembali ke kelas.
“Udah dong Dill, ntar gue maki-maki deh si Aldo. Jangan nangis lagi.”
Aldo bergidik ngeri. Membayangkan Dhanisa memakinya sama seperti membayangkan Dira, istri Dipta memarahinya. Ke-dua wanita itu benar-benar ganas, kalau memaki dirinya.
“Mati lo Do, nggak ada Dira, Dhanisa yang maju.” Kekeh Dipta membuat Aldo menatap Dipta dengan tatapan horor.
“Ibab lo, Dip.”
“Dipta, Aldo, jangan berisik kalau kalian tidak mau ibu keluarkan lagi dari kelas ibu.” Sentak sang guru dari depan membuat Aldo dan Dipta saling menatap satu sama lain.
**
Aldo segera berlari dari kelasnya saat ada salah satu adik kelasnya yang mengatakan bahwa sang Mami tengah menunggunya di pos satpam.
Cobaan apalagi coba ini, tumbenan si Mami pake ke sekolahan segala. Haiiiss, pengen gue sianida Mak gue.
Kedua bola mata Aldo rasanya ingin keluar dari tempatnya saat melihat Elvira; sang Mami, yang tengah mencubiti pipi Dillia.
Wuanjir, itu anak oon ngapain lagi ada disana!, maki Aldo kesal. Langkahnya semakin cepat, saat melihat Dhanisa yang juga ikut berjalan ke arah dimana Dillia dan Maminya berada.
“Mami, Mami ngapain disini?” tanya Aldo panik. Bisa runyam masalahnya, kalau para sahabatnya tahu tentang dia dan Dillia.
“Mami mau bawain makan ni.” Mulut Aldo terbuka lebar. Ini beneran Maminya bawain makan buat Aldo? Aldo nggak lagi mimpikan? Tanya-nya dalam hati.
“Mami bawain Aldo makan? Tumben banget Mi, Mami ba..”
“Dih, buat Dillia bukan buat kamu Do.” Mulut Aldo yang terbuka rasanya ingin jatuh ke tanah mendengarkan kejujuran sang Mami yang memotong kalimatnya.
“Iyakan Sayang, ih cantik banget calon mantu Mami.” Gemas Elvira pada Dillia. Dhanisa yang berada disamping Aldo mengangkat alisnya satu.
“Eh, ini temennya Dillia ya? Tante bawain banyak makanan loh. Kamu nanti ikutan makan ya.” Ujar Elvira yang diangguki oleh Dhanisa.
“Tante, Dillia.....” Dillia menunduk malu. Tangannya memilin rok abu-abunya. Bisa-bisanya istirahat begini ia mendapatkan tamu yang tidak diundang.
“Mami Dillia, kan sebentar lagi Tante jadi Mami kamu.” Mulut Dhanisa terbuka mendengar penuturan Mami Aldo. Sedangkan Dillia matanya sudah berair mendengar penuturan ibu dari laki-laki yang berada di hadapannya itu.
“Mami, Mami pulang aja deh. Apa nyalon gitu kek! Ah, shopping juga nggak papa, Aldo kasih duit nanti.” Ujar Aldo sembari menarik lengan Maminya agar menuju ke arah mobil hitam sang Mami yang terparkir di depan gerbang Angkasa Jaya.
“Jelasin ke gue sekarang.” Tuntut Dhanisa saat Aldo sudah kembali lagi di dekat Dillia.
“Anu, aduh sialan!” erang Aldo mulai frustasi.
“Itu tadi Mami lo?” tanya Dhanisa. Aldo mengangguk lesu menjawab pertanyaan Dhanisa.
“Terus ngapain manggil temen gue mantu?” selidik Dhanisa membuat mata Dillia semakin memerah.
“Dhanisa, udah yuk.” Ajak Dillia menarik-narik kemeja sekolah Dhanisa.
“Bukan urusan lo, kok lo kepo sih Dhan? Dora aja nggak kepo.” Kesal Aldo mulai terpojok.
“Kok lo nantangin sih Onta, pokoknya gue mau bilang ke Dira.” Kata Dhanisa lalu berlari meninggalkan Aldo dan Dillia. Aldo menghembuskan nafasnya lelah. Kacau-kacau, batinnya.
“Hiks, Dillia benci Aldo.” Teriak Dillia sebelum berlari meninggalkan Aldo.
“Cut.. Cut.”
Aldo melirik tajam ke arah satpam sekolahnya yang berteriak seolah dia adalah sutradara sebuah film layar lebar. Minta disantet online itu satpam rupanya.
“Gaje lu Mang Muchsin.” Omel Aldo pada satpam sekolahnya.
“Arrrggg.” Erang Aldo frustasi sembari berjalan pelan menuju ke arah kelasnya. Maminya bener-bener deh ah. Papinya ngapain kali dulu nikah sama wanita begajulan macam Maminya, kan hidupnya jadi nggak tenang begini.
Bukkk..
“Aduh, sialan tali sepatu gue.” Maki Aldo saat terjatuh dikoridor dekat kelasnya.