E N A M

1192 Kata
"Berhenti bohongin Kejora dan cari wanita lain untuk mengurus kamu dan Kejora! mama yakin kamu masih mampu, Daf. Toh, nggak ada yang bisa kamu harapin lagi dari dia." Daffa tak habis pikir mamanya bisa berbicara semudah itu, padahal Raya adalah menantu kesayangannya. "Oh, sekarang mama udah benci sama Raya?" **** Malam ini Kejora cukup bersenang-senang dengan kakek dan neneknya di pasar malam yang sangat ramai dengan segala jenis wahana. Setelah menaiki bianglala beberapa putaran, Kejora meminta istirahat karena ia sudah benar-benar merasa lelah dan sangat bahagia. Vera membawa Kejora duduk di kursi kosong sedangkan Ardi membelikan ice cream untuk Kejora dan minuman untuk dirinya dan Vera. "Oma, kaki Jola capek banget." "Kan oma sudah bilang, Jora nggak boleh lari-lari tapi Jora ngeyel." Kejora mengatupkan bibirnya dan dan menyandarkan kepalanya di lengan nenek-nya. "Opa lama banget sih," gerutunya. "Baru juga opa pergi, sabar dong sayang." Kejora menguap dan mengitarkan pandangannya untuk memeriksa wahana mana yang belum ia coba. "Oma, kita tadi belum naik pelahu itu." Kejora menunjuk kolam buatan yang diisi oleh perahu-perahu berbentuk angsa dan binatang lainnya. "Sudah malam Jora, kamu juga sudah ngantuk kapan-kapan kita kesini lagi." "Yahh oma, ayo kita naik." "Hayo siapa tadi yang ngeluh kaki-nya capek?" Kejora cemberut dan kembali menyandarkan kepalanya ke lengan omanya dengan lesu. "Nih, ice cream cokelat buat anak cantik." Ardi membawa ice cream cone rasa cokelat untuk Kejora. "Wahhh besar banget." Dengan mata yang berbinar senang Kejora menerima ice cream cone dari Ardi. "Telimakasih opa," ucap Kejora dengan nada ceria seketika. "Ayo di habisin abis itu kita pulang ya." Kejora hanya mengangguk-angguk saja karena seluruh fokusnya sudah berada di ice cream. "Opa, jangan bilang daddy ya kalau hali ini aku makan ice clim." "Kenapa? bukannya daddy kamu sering beliin ice cream?" "Kemalin tenggolokan Jola sakit terlus malamnya Jola batuk-batuk makanya daddy lalang Jola makan ice clim." Vera dan Ardi sontak melotot bersama dan merebut ice cream dari tangan cucu-nya yang sangat gembira. "Kenapa Jora baru bilang sekarang? kalau tenggorokannya sakit lagi gimana?!" ucap Vera. "Enggak oma! sekalang enggak sakit." "Jora minum ini aja." Ardi memberikan air mineral yang belum sempat ia minum. "Enggak mau! mau ice clim!" Vera berdecak dan memandang suaminya kesal. "Kok kamu nyalahin aku? aku kan nggak tau." Jawab Ardi yang sudah paham dengan kekesalan istrinya meski hanya lewat tatapan. Karena tak bisa melihat wajah sendu cucu-nya akhirnya Vera memberikan lagi ice cream itu pada Kejora. "Nggak boleh di habisin, oma nggak mau nanti malam tenggorokan kamu sakit lagi." Kejora mengangguk dan kembali melahap ice cream miliknya. "Sudah jam sembilan, kita pulang yuk." Ajak Ardi. "Bental opa ice clim aku belum habis." "Dimakan di jalan, daddy kamu sudah pulang tuh." "Gendong tapi." Ardi mencubit gemas pipi gembil Kejora dan mengangkat tubuhnya ke dalam gendongannya. Di sepanjang jalan mereka bercanda sambil bercerita apa saja. Terutama Kejora, gadis kecil itu menceritakan semua yang ia temui dan hal-hal yang ia anggap menarik dan lucu. ** Sesampainya di rumah, Kejora langsung berlarian menghampiri ayahnya yang sudah bersantai di ruang keluarga dengan pakaian santai-nya. "Gitu ya, daddy nggak di ajak jalan-jalan," ucap Daffa saat Kejora memeluk tubuhnya dan menceritakan tentang keramaian di pasar malam. "Ihhhh! daddy kan nggak pulang-pulang jadi Jola pelgi duluan sama oma, opa." Daffa tersenyum dan mengecup seluruh wajah putrinya. "Terus Jora tadi naik apa aja?" "Banyak, dad semua Jola naiki sama oma." "Wah seru dong." "Selu banget dad!! pokoknya kita harus kesana lagi." Daffa mengangguk dan mengusap rambut Kejora yang berantakan. "Dad, nanti nonton tv sampai malam ya besok kan hali minggu." "Emang Jora nggak ngantuk?" Kejora menggeleng semangat dan mulai mengganti-ganti chanel kesukaannya. "Jora tunggu sini dulu ya daddy di panggil oma." Daffa menurunkan Kejora dari atas pangkuannya dan berjalan menghampiri mama-nya di meja makan. "Kamu udah makan?" "Tadi udah di kafe, ma." Vera berdecak dan mengambil sepiring nasi. "Itu kan tadi, sekarang belum. Ayo duduk, terus makan." "Udah kenyang ma." "Mama nggak mau tau pokoknya makan. Tuh lihat badan kamu kurus banget, rambut juga dibiarin gondrong! besok harus di cukur." Semenjak kepergian Raya, tidak ada lagi yang memerhatikan kesehatan dan kerapian Daffa selain Vera. "Iya iya ma. Astaga aku juga bakal potong rambut tanpa mama urak-urak." Daffa mengambil sepiring nasi beserta lauk pauk yang sudah Vera ambilkan. Vera duduk di samping putranya dan memperhatikan sangat lekat penampilan Daffa yang berubah drastis. Putranya yang selalu mengedepankan style saat ini lebih biasa saja. Rambut yang rutin ia potong cepak kini menjadi gondrong. Dan wajah yang semula bersih kini ia biarkan di tumbuhi jambang dan kumis tipis. "Penampilan kamu yang kayak gini memang terlihat sangat dewasa, tapi mama nggak suka." Dengan mulut yang masih penuh dengan nasi, Daffa menatap mama-nya bingung. "Kamu terlihat seperti pria menyedihkan, tau nggak! mama nggak suka!" Daffa buru-buru menelan nasi yang masih di dalam mulutnya dan menjawab perkataan mamanya. "Apa sih ma? siapa juga yang sedih. Aku merubah penampilan juga nggak ada maksud lain." "Kamu masih mikirin Raya kan?" "Ya harus." Jawabnya santai. Ia tau mamanya sudah mulai muak, tapi siapapun tak ada yang bisa melarangmya. "Berhenti bohongin Kejora dan cari wanita lain untuk mengurus kamu dan Kejora! mama yakin kamu masih mampu, Daf. Toh, nggak ada yang bisa kamu harapin lagi dari dia." Daffa tak habis pikir mamanya bisa berbicara semudah itu, padahal Raya adalah menantu kesayangannya. "Oh, sekarang mama udah benci sama Raya?" "Nggak, mama nggak benci siapapun termasuk Raya. Mama hanya lelah melihat drama kamu selama ini, mama kasian Kejora yang terus-terusan kamu kasih harapan palsu." "Aku sudah terlanjur bohong, ma dan kebohongan satu akan diikuti kebohongan lainnya. Aku juga nggak mau Kejora akan kecewa saat aku jujur tengang semuanya." Vera tak menjawab dan terlihat menahan air matanya yang sudah menggenang di pelupuk matanya saat membicarakan nasib Daffa dan Kejora. "Coba sekarang kamu fikir kemungkinan terburuknya. Disini kamu mati-matian nunggu Raya, tapi disana Raya sudah dengan pria lain, apa yang bisa kamu lakukan?" Tanya Vera. "Aku nggak kepikiran karena Raya nggak mungkin ngelakuin itu." Daffa menjawab dengan santai pertanyaan mamanya. Untuk apa ia memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang belum tentu terjadi. "Mama udah bilang berkali-kali sama kamu. Tolong jangan egois, jangan pikirin perasaan kamu sendiri karena perasaan Kejora lebih penting." "Ma, plis jangan bahas ini terus!" "Kalau mama nggak bahas terus kamu nggak bakal ngerti Daf! Mama sayang sama kamu, sama Kejora, dan mama nggak mau kalian terus-terusan seperti ini!" Daffa membanting sendoknya di atas piringnya yang sudah kosong. "Terserah mama." Setelah itu Daffa beranjak pergi dari meja makan dan menghampiri Kejora yang masih asik menonton televisi. "Jora ganti baju dulu yuk." "Nanti aja dad, aku masih lihat itu." Kejora menunjuk layar televisi yang tengah menayangkan kartun kartun Soffia. "Kamu kan tiap hari udah lihat Sofia, episode itu juga udah sering kamu lihat. Daddy aja sampai hafal." "Bialin, Jola kan nggak bosan." "Besok bilang ke opa suruh pasang TV di kamar." Kejora menatap ayahnya dengan senyum lebar. "Aku bilang opa sekalang ya bial besok langsung di pasang, telus Jola bisa lihat TV sambil tidulan." "Eitt ... ganti baju dulu." Daffa langsung menyaut tubuh Kejora ke dalam gendongannya dan membawanya ke kamar. Setelah mengganti pakaiannya dengan piyama, Kejora langsung berlarian menuju kamar kakaknya untuk meminta televisi. Daffa hanya terkekeh dan kembali ke ruang tengah untuk bersantai. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN