Malamnya di saat semua saudara sudah pulang dan rumah sudah sepi, Kaluna yang habis menemani mamanya sampai tertidur, naik ke lantai dua menuju kamar. Saat melewati kamar Kinara, terdengar suara tangis kakaknya dari dalam, karena suara isaknya cukup kencang. Membuat langkah Kaluna terhenti. “Papa! Kenapa sih Papa malah ngedukung Om Angga melamar si Kaluna?! Seharusnya Papa tuh ngebelain aku dong! Papa tentang Om Angga! Bukannya langsung luluh begitu!” Suara Kinara cukup kencang di sela isak tangisnya. “Sayang, dengan dulu penjelasan Papa, ya. Papa begini juga karena ada alasan yang kuat, Kinara.” “Aku nggak mau dengar lagi! Papa jahat! Papa bisa bayangin nggak sih, si Kaluna itu justru akan menikah dengan laki-laki idamanku! Om Angga itu suami impianku, Pa! Bagaimana mungkin aku bisa

