Chapter 16

1432 Kata
Setelah menerima bayaran dari Ardi tadi, kini Aldebaran berada di halte bus. Sementara menunggu bus-nya tiba, Aldebaran mengetuk-ngetukkan jari pada lututnya dengan pikiran yang melayang pada pertemuan tadi. Ia masih penasaran mengenai transaksi yang dilakukan oleh Ardi dan Lion. “Kenapa aku merasa kalau pertemuan tadi tidak benar?” gumam Aldebaran. “Aku sangat penasaran dengan isi koper itu?” gumam Aldebaran. Aldebaran lalu mengeluarkan sebuah cek yang Ardi berikan sebagai bayaran atas jasanya. Cek dengan nominal yang sangat tinggi untuk jasanya yang hanya digunakan tak sampai satu jam. “Marcus memang sudah mengatakan kalau mereka selalu membayar dua kali lipat. Tapi, ini lebih dari dua kali lipat untuk biaya yang seharusnya,” ujarnya seraya memandangi cek tersebut dengan kening mengerut. Selama beberapa saat, Aldebaran hanya membisu tanpa mengalihkan perhatian dari cek tersebut. Sampai tak lama setelahnya, bus tujuan Aldebaran tiba. Ia lalu menyimpan cek tersebut ke dalam saku jasnya kemudian melangkah menuju bus tersebut. Namun, saat Aldebaran hendak masuk ke dalam bus, tiba-tiba saja langkahnya berhenti. “Tidak. Ini tidak benar,” gumam Aldebaran. Tanpa pikir panjang, Aldebaran langsung beranjak dari sana dan kembali ke hotel. “Aku harus mengembalikan cek ini,” ujarnya seraya mempercepat langkahnya. Untungnya, jarak dari bus dan hotel tidak terlalu jauh, jadi Aldebaran bisa tiba di hotel dengan sedikit lebih cepat. Saat Aldebaran hampir tiba di hotel, langkahnya seketika berhenti saat melihat keramaian di depan hotel tersebut. Beberapa pria berseragam memasukkan beberapa orang ke dalam mobil. “FBI?” gumam Aldebaran ketika melihat tanda tersebut di mobil tersebut. “Apa yang terjadi?” tanyanya penasaran. “Padahal aku baru keluar dari sana.” Dengan rasa penasarannya, Aldebaran kembali melangkahkan kakinya menuju hotel tersebut. Matanya pun terus memandangi orang-orang yang dibawa masuk ke dalam mobil. Sampai Aldebaran melihat seorang pria yang ia kenal juga ikut di bawa oleh agen FBI. ‘Lion D’Amelion? Kenapa dia bisa ditangkap? Sebenarnya apa yang terjadi?’ batin Aldebaran. Tak bisa menahan rasa penasarannya, Aldebaran pun langsung menghampiri seorang pria yang berdiri tak jauh darinya dan ikut menyaksikan kejadian tersebut. “Permisi,” sapa Aldebaran. “Apa yang sedang terjadi?” tanyanya. “Dari yang kudengar, mereka baru saja menangkap bandar narkoboy,” jawab pria tersebut yang seketika membuat mata Aldebaran membulat. “Narkoboy?” tanya Aldebaran memastikan. “Benar,” jawab pria itu. “Kau lihat pria dengan setelan merah maroon yang dibawa tadi? Katanya, dia adalah ketuanya.” “Apa?!” seru Aldebaran terkejut. Perlahan, pertanyaan-pertanyaan yang ada di kepala Aldebaran pun mulai menemukan jawabannya. Transaksi apa yang Ardi dan Lion lakukan? Transaksi jual dan beli narkoboy. Apa isi koper-koper itu? Tentu saja, narkoboy. ‘Jadi, karena itu Ardi memberikan banyak uang pada Lion,’ batin Aldebaran. Kening Aldebaran kembali mengerut saat ia menyadari sesuatu. ‘Kalau Lion ditangkap, apa Pak Ardi juga ikut ditangkap?’ batin Aldebaran sembari mencari-cari keberadaan Ardi yang tak bisa ia temukan. ‘Apa Pak Ardi masih berada di dalam? Aku harus segera masuk,’ batinnya kemudian langsung beranjak dari sana setelah mengucapkan terima kasih pada pria tadi. Aldebaran lantas segera berlari saat melihat pintu lift yang ia tuju hendak tertutup. Dengan cepat, ia pun menahan sela pintu menggunakan tangannya. Hingga pintu lift tersebut kembali terbuka. Dan begitu pintu lift benar-benar terbuka, lagi-lagi mata Aldebaran membulat ketika melihat seorang wanita yang ia kenal berada di dalam lift tersebut. Wanita yang untuk kedua kalinya ia temui pada kejadian yang bagi Aldebaran adalah kejadian yang membingungkan. Dan wanita itu adalah Alasya. “Kau!” seru Aldebaran. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya seraya memberikan tatapan mencurigakan pada Alasya. “Kau sendiri sedang apa di sini?” tanya Alasya balik sembari memberikan senyuman pada pria itu. Selama beberapa saat, Aldebaran hanya membisu seraya menatap penuh curiga pada Alasya tanpa menjawab pertanyaan wanita itu. Pikirannya pun kembali berantakan dengan berbagai pernyataan yang bermunculan di kepalanya. “Kau tidak jadi masuk?” tanya Alasya yang membuayarkan lamunan Aldebaran. Tanpa mengatakan apa pun, Aldebaran langsung masuk ke dalam lift dan langsung menekan tombol 12. Ia bahkan berdiri agak jauh dari Alasya. Setelah Aldebaran menekan tombol, Alasya pun kembali menekan tombol B2 dua kali yang berarti bahwa ia tak jadi pergi ke basement. “Kenapa kau tidak jadi ke basement?” tanya Aldebaran semakin curiga. “Aku baru ingat kalau aku meninggalkan ponselku di kamar temanku,” jawab Alasya. “Lantai berapa?” tanya Aldebaran. “Kenapa? Kau ingin menemaniku ke sana?” tanya Alasya seraya menatap penuh arti pada Aldebaran. “Jangan sembarang bicara,” ketus Aldebaran sembari mengalihkan pandangannya dari Alasya yang hanya dibalas senyuman oleh wanita itu. “Orang bilang, pertemuan pertama adalah kebetulan. Pertemuan kedua juga bisa jadi hanya kebetulan. Kemudian, pertemuan ketiga adalah takdir. Sementara pertemuan keempat adalah jodoh. Lalu, disebut apa pertemuan kelima dan seterusnya?” gumam Alasyadd dengan pandangan yang mengarah pada Aldebaran melalui pantulan dari pintu lift. Begitu pula sebaliknya. “Jadi, menurutmu kita berjodoh karena telah bertemu empat kali?” tanya Aldebaran. “Sangat konyol,” cibirnya. “Wah! Ternyata kau mengingat semua pertemuan kita?” goda Alasya yang tak mendapat balasan dari Aldebaran yang terlihat kesal. “Tapi, kau salah,” ujar Alasya yang berhasil membuat Aldebaran kembali memandangnya melalui pantulan pintu lift. “Beberapa hari yang lalu, aku sempat melihatmu di jalan sedang memotret,” ungkapnya. Walaupun berhasil membuat Aldebaran kembali memandangnya, namun pria itu tetap menutup mulut tanpa berniat membalas ucapannya. “Jangan pikir dengan mengalihkan pembicaraan seperti ini akan membuat kecurigaanku hilang padamu,” ucap Aldebaran dingin. “Ups! Ketahuan,” gumam Alasya yang sontak membuat Aldebaran menoleh padanya. “Akhirnya kau menoleh padaku,” ujarnya seraya mengulas senyum. Aldebaran lantas mendengus setelah menyadari bahwa ia telah membiarkan dirinya dibodohi oleh Alasya. Ting! Aldebaran lantas segera keluar dari lift setelah pintu lift terbuka. Begitu pula dengan Alasya yang mengikut di belakangnya. Namun, langkah Aldebaran berhenti ketika melihat beberapa agen FBI keluar-masuk dari kamar Ardi. Membuat Alasya yang berada tepat di belakang Aldebaran, menabrak punggung pria itu. “Aw!” keluh Alasya. “Kenapa kau berhenti mendadak?” kesalnya. Kening Alasya lantas mengerut saat ia tak kunjung mendengar balasan dari Aldebaran. Ia lalu mengintip di balik tubuh Aldebaran untuk melihat apa yang pria itu lihat. “Oh! Itu. Bandar narkoboy baru saja ditangkap dari sana,” ujar Alasya yang sukses mengalihkan perhatian Aldebaran. “Dari mana kau tahu?” tanya Aldebaran curiga. “Tadi aku bertanya pada mereka,” jawab Alasya. “Apa?” tanyanya lantaran Aldebaran yang masih menatapnya dengan penuh curiga. Tanpa mengatakan apa pun, Aldebaran langsung beranjak dari sana dengan niat untuk mencari tahu tentang Ardi. Ia penasaran dengan apa yang terjadi pada pria itu. ‘Kalau Lion ditangkap sebagai bandar narkoboy, apakah Pak Ardi juga akan ditangkap sebagai pembeli? Tapi, Pak Ardi bukan kewarganegaraan Amerika. Apa yang akan terjadi padanya?’ batin Aldebaran. “Kau mau ke mana?” tanya Alasya yang lagi-lagi membuat perhatian Aldebaran teralihkan. Pria itu pun kembali menghentikan langkahnya kemudian menatap Alasya saat ia menyadari sesuatu. “Apa?” tanya Alasya saat Aldebaran hanya menatapnya tanpa mengatakan sesuatu. “Kenapa kau ikut turun di lantai ini?” tanya Aldebaran yang semakin curiga pada Alasya. “Karena, kamar temanku berada di lantai ini,” jawab Alasya. “Itu, kamar 12006.” Kening Aldebaran lantas mengerut setelah mendengar nomor kamar yang Alasya sebutkan. “12006?” tanya Aldebaran memastikan. “Iya,” jawab Alasya. “Kenapa kebetulan sekali kamar temanmu berada tepat di samping kamar bandar narkoboy itu ditangkap?” sindir Aldebaran. “Aku tidak tahu,” jawab Alasya. “Dan kebetulan sekali, kau juga berada di hotel yang sama dengan penangkapan bandar narkoboy itu,” sindir Aldebaran lagi. “Kau benar. Kenapa bisa seperti itu, ya?” tanya Alasya. “Kau tahu? Sejak awal, aku sudah sangat curiga padamu,” ujar Aldebaran. “Aku tahu,” ucap Alasya. “Tatapanmu sudah menjelaskan semuanya.” “Dan semua tingkah lakumu juga menjelaskan semuanya,” ujar Aldebaran. “Tingkah lakuku? Memang apa yang kulakukan?” tanya Alasya. “Saat di pesta itu, kau terlihat santai di saat semua orang panik. Kau bahkan tersenyum saat semua orang mulai takut. Saat ini pun, kau terlihat santai dan bahkan seperti tidak terkejut sama sekali setelah mengetahui apa yang baru saja terjadi,” tutur Aldebaran. “Lalu, apa yang akan kau lakukan dengan semua kecurigaanmu itu?” tanya Alasya seraya bersedekap dadaa. “Melaporkanmu pada polisi,” jawab Aldebaran. “Ah! Mumpung di sini ada agen FBI, bagaimana kalau aku langsung melaporkanmu pada mereka?” usulnya. Dan tanpa mengatakan apa pun, Aldebaran langsung membalikkan tubuhnya. “Savannah,” sahut Alasya. ------- Love you guys~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN