“Si, siapa kau?” tanya Ardi panik dan takut.
“Haish! Harus berapa kali kukatakan? Aku adalah hidangan penutup!” decak Alasya kesal.
“Ap, apa?” ujar Ardi terbata sembari memundurkan langkahnya seiring dengan Alasya yang melangkah masuk.
“Aku tidak punya waktu berurusan denganmu. Di mana barang itu?” tanya Alasya sembari mengedarkan pandangannya sampai ia menemukan empat buah koper berada di atas sofa.
“Kau tidak perlu menjawab,” pinta Alasya. “Aku sudah menemukannya,” ujarnya seraya menyeringai.
Ardi yang melihat tujuan Alasya sontak bergegas berlari dan menghalangi Alasya yang ingin mengambil keempat koper tersebut.
“A, apa yang akan kau lakukan?” tanya Ardi dalam keadaan takut.
“Mengambil itu,” jawab Alasya sembari menunjuk ke arah koper.
“Tidak! Tidak boleh! Kau boleh mengambil yang lain, tapi jangan yang ini! Yang ini milikku!” tolak Ardi.
“Asal kau tahu saja. Aku tidak sedang meminta izin padamu,” ucap Alasya kemudian mendorong Ardi menjauh dari hadapannya.
Tanpa membuang waktu, Alasya bergegas mengambil koper tersebut. Saat ia hendak melangkah pergi dari sana, tiba-tiba Ardi memeluk kakinya.
“Setidaknya tinggalkan satu koper untukku. Kumohon,” ujar Ardi.
“Red Spider : Bergegaslah, Black Alpha. Aku tidak bisa menahan mereka lebih lama lagi.” Alasya lantas menghela napas panjang saat mendengar laporan Red Spider.
“Sebenarnya, aku masih ingin berlama-lama di sini. Tapi, aku tidak punya waktu untuk bermain lebih lama denganmu,” ucap Alasya kemudian menendang Ardi hingga pria itu kembali tersungkur ke lantai.
Setelahnya, Alasya langsung pergi dari kamar tersebut. Mengabaikan teriakan Ardi yang memohon padanya. Alasya pun semakin mempercepat langkahnya menuju kamarnya ketika mendengar suara langkah kaki dari tangga darurat.
Bertepatan dengan Alasya berhasil masuk ke dalam kamarnya, pintu tangga darurat pun terbuka dan beberapa agen FBI langsung berlari menuju kamar yang dihuni Ardi.
“Blue Hat : Black Alpha. Kau di mana? Kau berhasil mengambil barangnya?”
“Green Fly : Agen FBI sudah menyerbu masuk ke dalam lokasi.”
“White Cat : Black Alpha. Kau berhasil, ‘kan?”
“Kalian pernah melihatku gagal?” tanya Alasya menyeringai.
“Green Fly : Syukurlah. Aku sangat khawatir padamu.”
“Blue Hat : Kami memang tidak pernah melihatmu gagal, karena selama ini kita semua hanya bekerja di balik layar. Berbeda dengan misi kali ini. Di mana kau yang terjun langsung untuk melaksanakan misi. Bagaimana nasib kami kalau kau gagal mengambil barang itu lalu tertangkap?”
“White Cat : Benar.”
“Red Spider : Itu tidak akan pernah terjadi. Percaya saja pada Black Alpha.”
“Aku sangat menghargai kepercayaanmu, Red Spider,” ujar Alasya.
“Blue Hat : Dasar si tukang cari muka @Red Spider.” Sontak, Alasya terkekeh ketika mendengar hal tersebut.
“Oh, ya. Bagaimana dengan artikelnya? Kalian sudah merilisnya?” tanya Alasya.
“Green Fly : Aku sudah merilisnya saat target keluar dari kamar itu.”
“Bagus,” ucap Alasya. “Sekarang, kirim pesan pada klien kalau hadiahnya ada di kamar 14006,” pintanya.
“Red Spider : Baik.”
“Blue Hat : Tapi, Black Alpha. Kau pasti meretas cctv, ‘kan? Aku sama sekali tidak melihatmu. Bahkan aku sempat berpikir kalau target berbicara dengan hantu.”
“Kau sudah tahu jawabannya,” ujar Alasya.
“White Cat : Pantas saja. Kami tidak menemukanmu di mana-mana.”
“Green Fly : Benar. Aku juga mencoba mencari tanda-tanda keberadaan Black Alpha, tapi tidak bisa menemukannya.”
“Misi hari ini berjalan dengan lancar. Kalian telah bekerja keras. Sampai jumpa di misi berikutnya,” ucap Alasya kemudian langsung melepas earpiece-nya lalu menyimpan benda tersebut ke dalam tasnya.
Setelahnya, Alasya meletakkan keempat koper yang berhasil ia ambil alih dari Ardi ke atas tempat tidur dengan rapi. Ia pun tak lupa mengeluarkan cek dari balik bajunya yang berhasil ia curi dari Lion. Selama beberapa saat, Alasya terus menatap cek tersebut dengan tatapan sendu.
“Aku benar-benar tidak rela berpisah darimu,” gumam Alasya. “Kenapa kita harus terhalang oleh misi?”
Setelah puas memandangi cek tersebut, Alasya langsung meletakkan cek tersebut di atas salah satu koper kemudian pergi dari sana dengan perasaan berat karena harus meninggalkan cek tersebut.
“Sampai jumpa lagi. Aku pasti akan merindukanmu,” ujar Alasya seraya menatap cek tersebut sebelum membuka pintu.
Dan begitu Alasya membuka pintu kamarnya, ia langsung disambut oleh agen FBI yang berlalu-lalang di lorong. Dengan santainya, Alasya terus melangkahkan kakinya menuju lift seolah tidak tahu apa-apa.
Alasya bersedekap dadaa sembari menunggu lift tiba di lantainya dengan mata yang mengawasi para agen FBI melalui pantulan pintu lift. Hingga beberapa saat kemudian, pintu lift akhirnya terbuka dan memperlihatkan seorang pria bertubuh kekar dan berambut cepak bersama seorang wanita berambut pendek.
Dan keduanya mengenakan seragam yang sama dengan para agen FBI yang berada di belakang Alasya. Tanpa menebaknya pun, Alasya tahu kalau kedua orang di hadapannya adalah bagian dari mereka. Hanya saja, pria yang berdiri di hadapannya ini lebih terlihat tegas dan mengeluarkan aura dingin juga dominan hingga membuat siapa pun sulit untuk membantahnya.
‘Pria ini pasti ketuanya,’ batin Alasya menebak.
Dan benar saja. Pria yang Alasya maksud adalah Tony, dengan Lucy yang berada di sampingnya. Keduanya bergegas naik setelah berhasil menangkap Lion dan semua bawahannya. Tony dan Lucy pun bergegas keluar dari lift. Mengabaikan kehadiran Alasya yang masuk ke dalam lift. Pria itu bahkan menganggap Alasya tidak ada di sana.
Sementara itu, Alasya langsung menekan tombol 1 setelah berhasil masuk ke dalam lift. Tak lama setelahnya, pintu lift langsung menutup. Meski begitu, Alasya bisa melihat Tony membalikkan tubuh ke arahnya sebelum pintu lift benar-benar tertutup.
“Pria yang menakutkan,” gumam Alasya ketika lift yang ia tumpangi bergerak turun.
“Ya, Tuhan. Jauhkanlah aku dari pria menakutkan sepertinya. Aku benar-benar tidak bisa menjalani hidupku dengan baik jika pria menakutkan sepertinya berada di sekitarku,” gumamnya lagi seraya mengatupkan kedua tangan di depan dadaa.
“Apa semua pemimpin mengeluarkan aura menakutkan seperti itu?” tanya Alasya penasaran.
“Tapi, aku tidak. Kenapa bisa seperti itu?” tanyanya bingung.
“Sudahlah. Orang sepertinya hanya ada 0,001% di muka bumi ini. Jadi, aku tidak perlu memikirkannya.”
Ting!
Alasya pun langsung melangkahkan kakinya keluar dari lift setelah pintu lift terbuka. Namun, kakinya seketika berhenti saat ia menyadari sesuatu.
“Ah! Aku, ‘kan, memarkirkan mobilku sendiri di basement,” gumam Alasya.
Dengan cepat, Alasya bergegas kembali ke lift sebelum ada yang menekan tombol lift terlebih dahulu. Namun, sepertinya ia sudah terlambat. Pasalnya, lift tersebut sudah bergerak naik ke atas.
Alasya lalu melangkah ke lift yang berada di sebelahnya kemudian menghela napas lega saat lift tersebut tengah bergerak turun dari lantai 5.
“Kenapa kau bisa jadi pelupa seperti ini, Alasya?” rutuk Alasya.
“Ini semua gara-gara pria menakutkan itu,” gerutunya.
Tak berapa lama kemudian, akhirnya pintu lift terbuka dan beberapa orang keluar dari lift. Setelah lift tersebut kosong, Alasya pun masuk ke dalam dan langsung menekan tombol B2. Setelahnya, pintu lift mulai tertutup.
Namun, saat pintu lift akan tertutup rapat, tiba-tiba saja sebuah tangan masuk ke sela pintu hingga membuat pintu lift kembali terbuka. Mata Alasya sontak membulat ketika melihat orang yang menahan pintu lift.
‘Aldebaran? Kenapa pria itu kembali lagi?’ batin Alasya.
-------
Love you guys~