Entah Sampai Kapan

1072 Kata
Malam pun tiba, Aqlan dan Rina sedang makan malam bersama. Tidak ada obrolan sama sekali di antara mereka berdua. Aqlan sudah selesai makan, ia mengelap bibirnya kemudian berdiri dari duduknya. Syafi memegang pergelangan tangan Aqlan membuat Aqlan menatap ke pergelangan tangannya. Rina pun melepaskan pegangan tangannya ketika Aqlan sudah menatap ke arah pegangan tangannya. Ia kemudian memberikan sebuah notes yang di dalamnya terdapat beberapa tulisan. "Gunain mulut kamu!" tegas Aqlan. "Bisakah kita bicara di ruang kerjamu?" tanya Rina seraya menatap Aqlan. "Iya," jawab Aqlan singkat dan ia pun pergi dari ruang makan untuk pergi ke ruang kerjanya. Rina menghembuskan napasnya, ia tidak bisa terlalu banyak bicara dengan Aqlan. Akan tetapi, Aqlan saja tidak mau membaca pesannya. Ia juga belum membeli handphone baru supaya lebih mudah berkomunikasi dengan Aqlan. Ia tidak mungkin menggunakan nomor yang ia pakai sekarang, karena sama saja membuka identitasnya sebagai Syafi. Selesai dengan makan malamnya, ia pun langsung pergi menemui Aqlan di ruang kerjanya. Ia megetuk pintu ruang kerja Aqlan, setelah di ijinkan masuk ia pun masuk ke dalam ruang kerja Aqlan. Aqlan masih setia dengan lembaran kertas di depannya, tanpa mempedulikan Rina yang kini sedang berjalan ke arahnya. "Bisa bicara sekarang?" tanya Rina. Aqlan meletakkan pulpennya kemudian ke dua tangannya ia letakkan di tas meja dan menatap Rina yang masih berdiri di depannya. "Duduklah," ucap Aqlan kemudian Rina pun menarik kursi yang ada di hadapan meja kerja Aqlan. "Apa yang mau kamu bicarakan?" tanya Aqlan tanpa basa basi setelah Rina duduk di kursinya. "Bisakah kita pisah rumah?" tanya Rina. "Apa kamu mau membuat keributan?" tanya Aqlan. "Gua enggak membuat keributan. Lo sendiri memiliki kekasih bukan? Dan gua enggak mau deket-deket lo. Jadi, lebih baik kita pisah rumah ..." "Enggak ada pisah rumah!" tegas Aqlan. "Lebih baik kamu ke luar, saya tidak mau bicara dengan kamu sebelum otak kamu waras!" tegas Aqlan menatap marah Rina. "Ck! gua minta pidah rumah juga karena untuk apa satu rumah. Lagi pula, orang tua gua sama lo enggak ada yang tinggalnya dekat dengan kita. Orang tua gua di Surabaya dan orang tua lo di Italia. Jadi, apa salahnya kalau kita pisah rumah? Gua udah enggak tahan tinggal bareng lo!" kesal Rina. "Gua juga udah dapet kerjaan, jadi lebih enak dekat tempat kerja gua di bandingkan gua harus berangkat kerja dari sini. kalau orang tua tiba-tiba mau dateng, ya tinggal dateng saja. Kita cuma perlu nyiapin kamar khusus untuk bareng, udah, selesai. Lagian, mereka juga pasti berkabar kalau mau dateng. Enggak mungkin tiba-tiba dateng begitu saja," ucap "Kamu kerja di mana? dan memangnya ada yang mau terima kamu kerja?" tanya Aqlan seraya menatap Rina serius. "Gua keterima kerja di daerah Bogor. Kalau mau berangkat dari sini, yang ada gua bisa telat," jawab Rina kesal. "Kita pindah ke Bogor," ucap Aqlan. "Gila lo ya!" pekik Rina. Aqlan mengernyitkan dahinya. "Kalau ke Bogor, yang ada lo yang terlambat," lanjut Rina berucap. "Aku bosnya, jadi enggak masalah kalau terlambat," jawab Aqlan. "Jangan mentang-mentang bos jadi seenaknya!" kesal Rina. "Lo enggak suka sama gua, kenapa sih, enggak ikutin aja usulan gua?" tanya Rina kesal. "Orang tua kamu nitipin kamu ke saya. Mereka bilang kamu orang yang ceroboh dan tidak bisa tinggal sendiri. Jadi, saya harus jaga kamu," jawab Aqlan. "Njing!" umpat Rina kemudian ia pun berjalan keluar dari ruangan Aqlan. Aqlan hanya memperhatikan langkah sang istri yang sudah menjauh dan kini sudah hilang di telan pintu ruangan yang sudah tertup. Ia pun embali berkutat dengan dokumennya tanpa mempedulikan istrinya sama sekali. Rina melangkah dengan menghentak-hentakkan kakinya kesal. Ia masuk ke kamarnya dan mengunci kamarnya. "Aarg! Sialan! Bangke! Njingan!" umpat Rina. Ia menarik kasar cadar dan hijabnya setelah itu ia lemparkan ke sembarangan arah. "Dia yang usir gua dan enggak anggap gua anal lagi. Kenapa dia masih ngekang gua sialan!" teriak Rina kesal. Rina menjatuhkan dirinya di atas tempat tidur dengan posisi tengkurap. "aargh!" teriaknya kesal seraya bergerak asal. Ia membalikkan tubuhnya dan melemparkan barang apa saja yang ada di tempat tidurnya. Kesal, ia sangat-sangat kesal dengab semua yang terjadi. Rasa kesalnya itu kini membuatnya menangis. Rina terus menangis dengan posisi tubuh tengkurap kepalan berposisi miring dan lama kelamaan dia pun tetidur. Pagi pun tiba, suara adzam berkumandang dan Rina pun sudah terbangun. Tubuhnya terasa sakit semua karena tidur dengan posisi tengkurap. Perlahan, ia membuka matanya dan mengerjapkan beberapa kali untuk menyesuaikan pencahayaan yang masuk ke retina matanya. Ia bangun dan mendudukkan tubuhnya dengan mata yang kembali terpejam. Menggaruk pipinya karena gatal, satu matanya terbuka hanya untuk melihat jam dinding. "Ayo bangun, terus siap-siap," ucap Rina menyemangati dirinya agar bangun. Rina kembali merebahkan tubuhnya hanya sebentar, setelah itu ia segera melompat daei tempat tidur karena tadi posisi tidurnya kakinya menggantung ke lantai. Berjalan dengan mata tertutup dengan ke dua tangan ia arahka ke depan agar tidak menabrak. Sampai di kamar mandi, ia pun langsung mencuci wajahnya di wastafel agar ia membuka matanya. Setelah itu, ia menyikat giginya. Selesai sikat gigi ia pun langsung mandi di bawah guyuran shower. Menyetel suhu air menjadi hangat kemudian ia ganti digin. Bergantian dari hangat ke dingin karena air hangatnya lama-lama berubah menjadi panas. Selesai mandi, ia pun bersiap-siap untuk pergi ke kantor. "Harus banget gua pakai baju begini," desah Rina ketika ia sudah memakai blouse berwarna baby pink dan celana kulot berwarna hitam. Rina menggunakan makeup yang biasa ia gunakan ketika kerja. Setelah semua siap, ia mengambil tas ransel untuk ia isi dengan sepatu heels, make upnya karena pasti ia harus men-touch up lagi makeupnya. Semua siap, kini waktunya ia memakai gamis, hijab lebarnya dan juga cadar. Tubuhnya terlihat berisi karena memakai baju doubel. Selesai semua, ia pun segera keluar kamar dan berjalan cepat menuruni tangga. Ini sudah pukuk lima lebih dua puluh lima menit. Dirinya harus segera berangkat jika tidak mau kesiangan. Untungnya dirinya sudah memesan taxi online jadi tidak perlh mencari kendaraan dahulu. Tempat tujuan Rina saat ini adalah appartemennya. Appartement yang di tempati Syafi. Syafi belum mengakhiri sewanya sama sekali. Ia masih butuh appartement itu untuk menggangi pakaiannya. Masih pagi tapi jalanan sudah maceg parah. Ia hanya bisa menggerutu kesal karena jalanan yang macet. Pukul tujuh kurang sepuluh menit, akhirnyal ia pun sampai di gedung appartementnya. Tidak lupa ia membeli sarapan terlebih dahulu. Masih ada waktu satu jam'an untuk ia pergi ke kantor. Pakaian gamisnya sudah ia letakkan di gantungan dalam lemarinya. Kini ia sarapan dengan malas. Tidak tahu, sampai kapan ia akan terus begini. Ia juga takut jika tiba-tiba semua identitasnya terbongkar. Padahal dirinya benar-benar ingin lelpas dari Aqlan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN