Saran

1047 Kata
Hari-hari berlalu dan kini mereka sudah berada di Jakarta. Aqlan sudah membeli rumah untuk ia tempati. Appartement terlalu kecil untuk mereka tempati. Padahal menurut Syafi appartement Aqlan sudah besar. Mereka tidur di kamar terpisah tetapi masih bersebelahan. Jadi kalau tiba-tiba orang tua mereka datang, mereka bisa dengan mudah tinggal sekamar. Syafi sudah melepaskan semua pakaiannya, dan hanya menyisakan celana pendek serta tanktopnya saja. Akhirnya setelah beberapa hari dirinya bisa melepaskan pakaiannya. Selama di pondok, dirinya memakai pakaian sang adik yang untungnya walau kebesaran masih aman untuk di pakai. Gerah, tentu saja sangat gerah terlebih ia memakai cadar. Dirinya memang dulu memakai pakaian tertutup tapi tidak gamis yang sangat lebar seperti ini. Dia lebih menyukai baju potongan di bandingkan gamis lebar dan hijab lebar. Syafi seringnya memakai kemeja atau kaos yang besar, di padukan dengan celan kulot atau rok danhijab yang menutupi dad*. Gamis hanya ia pakai jika ada suatu acara atau ia menemani abah atau uminya yang mengisi kajian. Namun, untuk sehari-hari, pakain seperti itu yang ia kenakan. Adiknya, semenjak kuliah memang cara berpakaiannya sudah memakai pakaian yang semuanya lebar. Dari hijab lebar hingga seperti memakai mukena menurutnya, begitu juga dengan pakaiannya. Untuk cadar, adiknya itu memakai baru setahun ini kalau dia tidak salah ingat. Setidaknya, Syafi memilih memakai cadar seperti ini sedikit membuatnya merasa aman dari Aqlan. "Gua harus ngapain ya, biar enggak ketahuan kerja?" tanya Syafi entah pada siapa. Ia mengambil handphonenya dan menelpon Rapunsel karena ini jam makan siang. "Ganggu banget lo, gua mau nyuap ya, Nyet!" umpat Rapunsel setelah sambungan telpon terhubung. "Ck! Tega banget lo, sama gua," ucap Syafi sedih. "Enggak usah sok, sedih. To the point," ucap Rapunsel dan terdengar ia sedang mengunyah. "Cariin solusi untuk gua, biar bisa kerja," ucap Syafi. "Ya kerja tinggal kerja Sya," jawab Rapunsel malas. "Lagian lo juga sok, nutupin identitas. Si anying emang, lo! Ada yang mudah, tapi di peribet," ucap Rapunsel yang kesal sendiri dengan apa yang di lakukan temannya ini. "Gua udah cerita penampilan gua kayak mana kan, gua enggak mungkin tiba-tiba lepas hijab gua dan berpenampilan kayak biasanya. Apalagi pak Aqlan bos gua sendiri, nanti kalau dia jatuh cinta sama gua gimana? Ogah gua," ucap Syafi. "Sya, ada kesempatan untuk sama pak Aqlan yang jadi bahan haluan para jomblo di kantor. Pak Aqlan juga ganteng, berkarisma, ramah, kaya pula. Pakai kesempatan itu Sya. Lagian, kenapa sih, enggak buka hati aja untuk pak Aqlan. Siapa tahu, dia laki-laki yang selama ini lo cari sosoknya," ucap Rapunsel. "Enggak! Dia bukan selera gua. Dia enggak masuk daftar list jodoh yang gua inginkan!" tolak Syafi tegas. "Awas lo, kalau ternyata lo suka dan malah kalian jodoh," ucap Rapunsel. "Enggal akan!" jawab tegas Syafi. "Lagian bukan gua yang seharusnya dia nikahin, tapi Terra," lanjuta Syafi berucap. "Dengerin gua ya, Sya. Buka telinga lo lebar-lebar dan pahami maksud perkataan gua. Mau yang seharusnya nikah sama dia itu Terra. Tapi nyatanya sekarang lo yang nikah sama dia. Nama lo juga yang ada di buku nikah, bukan nama Terra. Jadi, nggak usah lo pikirin ketikan sampah adek lo itu!" kesal Rapunsel. "Sumpah ya Sya, gua yang baca tuh rasanya pingin gua tampar adek lo itu. Bisa-bisanya dia ngetik begitu sama kakaknya sendiri. Apa dia pikir dengan penampilan lo begini, lo suka main kimochi sama orang? Ya, enggak lah. Orang di deketin cowok cuma baru di chatting aja udah di anggurin aja cowoknya. Di deketin secara langsung, lo ngehindar dan selalu bawa-bawa gua. Kan gila pemikiran adek lo. Lagian baik buruknya seseorang enggak bisa dil lihat dari penampilan aja. Kalau mau tahu orang itu baik, ya kenalan lebih dalam lagi," ucap Rapunsel kesal. "Lagian Sya, dia itu beneran adik kandung lo? Tapi kok, bahasa dia enggak ke saring begitu? Bahasa dia tuh, enggak ada adab banget menurut gua," tanya Rapunsel karena merasa Terra adik Syafi ketikanannya itu seperti orang yang tidak punya tata krama dalam berkomunikasi dengan orang yang lebih tua. Dan sebagai adik, seharusnya ia bisa menilai jika kakaknya itu bukanlah wanita yang mudah menjajakan tubuhnya pada pria hid*** bel*** atau pasangan kekasihnya. "Kalau bukan adik gua, terus adik siapa? Memang gua enggak inget kelahirannya, karena waktu itu gua masih kecil, ingatan gua udah pasti enggak sampai sewaktu umi gua ngelahirin Terra. Tapi, gua jamin dia anak Umi dan Abah. Yang seharusnya di pertanyakan itu sebenarnya gua, walau akte kelahiran orang tua gua Umi dan Abah. Kalau ternyata gua anak adopsi gimana?" tanya Syafi, "Muka lo itu mirip Abah lo, gua yakin lo anak mereka," ucap Rapunsel. "Kalau gua ternyata anak perempuan yang sebelumnya pernah nikah sama Abah gua gimana? Lo kan tahu, gua aja punya adek kandung beda ibu," ucap Syafi. "Ck! Mending lo istriahat sana, ini soto gua sampai dingin karena ladenin lo. Masalah kerja, lo berangkat pagi-pagi atau kalau enggak, lo pergi setelah suami lo pergi," ucap Rapunsel. "Kalau gua pergi setelag dia pergi kerja, yang ada gua telat ya, nyet!" kesal Syafi. "Terus, lo mau gimana sih, nyet! Kesel gua, ya!" ucap Rapunsel yang sudah kesal dengan sahabatnya ini. "Kalau enggak lo pisah rumah aja, lagian kenapa harus satu rumah kalau dia nyuruh lo untuk enggak berharap?" tanya Rapunsel heran. "Ya kali, udah nikah mau pisah rumah?" tanya Syafi malas. "Lo berdua cuma di jodohin, dia enggak mau sama lo, dan lo juga enggak mau sama dia, kan? Jadi, kenapa enggak pisah rumah aja?" tanya Rapunsel. "Gimana sama ortu kita?" tanya Syafi. "Otak lo habis kepentok apa sih, lemot banget!" kesal Rapunsel. "Bang***!" umpat Syafi. "Ya lo juga lemot!" kesal Rapunsel. "Ortu lo di Surabaya, dan ortu dia kan di Italia. Jadi, aman-aman aja kalau mau pisah rumah. Tinggal, sediain aja kamar untuk kalian berdua tempati yang nantinya kalian gunain kalau ortu kalian datang berkunjung, simple kan?" tanya Rapunsel membuat Safi lantas berpikir. Apa yang di katakan Rapunsel ada benarnya juga. Kenapa dia tidak terpikirkan sama sekali hal itu. Kalau orang tuanya dan mertuanya itu tidak tinggal di wilayah yang sama dengan mereka, itu sangat memudahkan dirinya untuk tinggal terpisah dengan Aqlan. Dia juga akan terlepas dari gamis dan hijab lebarnya, tidak lupa dengan cadarnya juga. Ah, sepertinya ia harus membicarakan ini dengan Aqlan. "Thank's ya nyet, solusi anda sangat membantu," ucap Syafi dan ia pun langsung mematikan sambungan telponnya tanpa pamit. Di sebrang telpon, Rapunsel sudah mengomel karen sikap Syafi yang mematikan sambungan sepihaknya itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN