Mobil Elang berhenti perlahan di depan pintu masuk rumah sakit. Dara menoleh, memandang gedung tempat ibunya dirawat dengan perasaan yang masih mengambang—antara kekhawatiran pada Rasmi dan kegelisahan akan kepergian Elang. Elang mematikan mesin, menatap Dara yang duduk diam di sampingnya. “Aku antar kamu dulu ke atas, tapi aku nggak bisa lama,” katanya dengan nada lembut. “Aku harus cari Alya. Cindy panik banget.” Dara menunduk, tangannya mengepal di pangkuan. “Aku ngerti,” ucapnya pelan, meski suaranya sedikit bergetar. “Cuma … hati-hati, ya.” Elang menyentuh pipinya, mengangkat wajah Dara agar menatapnya. “Aku janji bakal balik ke sini lagi. Nemenin kamu, nemenin Ibu. Aku cuma … nggak bisa tenang kalau Alya belum ketemu.” Dara mengangguk pelan. Ia tahu Elang sedang dihadapkan pada s

