Pesan itu dari nomor tak dikenal. Dengan gugup Elang membuka pesan itu. “Lang, aku minta maaf ninggalin kamu gitu aja. Tapi aku butuh waktu sendiri. Jangan salahkan dirimu … aku cuma butuh tahu, apa aku cukup berarti buatmu tanpa perlu aku minta.” Elang menggenggam ponselnya erat. Dadanya terasa sesak. Ia menatap ke luar jendela, menyesali setiap momen yang gagal ia jaga, setiap kata yang tak sempat diucapkan. Langkahnya gelisah, ingin mencarinya, tapi tak tahu harus mulai dari mana. Hanya satu hal yang pasti—dia tak akan tinggal diam. Dara harus tahu, bahwa dia berarti … lebih dari segalanya. Elang duduk di tepi ranjang Dara yang kini kosong, wajahnya tertunduk dalam-dalam, kedua tangannya menggenggam rambutnya sendiri, frustrasi. Penyesalan menghantam tanpa ampun. 'Kenapa aku begitu

