Bara memberhentikan mobilnya di tepi jalan sambil kini mengecek ponselnya dan melihat sebuah gedung yang ada di sampingnya, "seharusnya ini benar," pria itu bergumam sambil menyisir rambutnya ke belakang dengan jari-jarinya.
Ketimbang keluar atau menghubungi Syena, Bara memutuskan untuk bersandar santai di kursi mobilnya. Ini masih terlalu cepat beberapa menit dari waktu yang ia janjikan dengan Syena. Bukannya terlalu bersemangat ingin bertemu Syena, hanya saja Bara sedang gabut dan tak tahu harus melakukan apa. Lagipula dengan berada di luar seperti ini bisa membuat Bara merasa lebih baik karena ia masih belum bisa untuk melupakan perihal Alina.
Sambil mendengarkan musik yang kini mengalun memenuhi mobil, Bara mengetuk-ngetukkan jarinya melihat suasana jalan malam ini yang tidak begitu ramai, Bara akan menunggu sekitar lima belas menit lagi untuk menghubungi Syena kalau ia sudah berada di depan apartemen, lagipula Bara yakin kini Syena sedang sibuk berdandan atau sebagainya.
Disaat itu perhatian Bara tercuri pada pemandangan dua orang yang sedang bicara di depan apartemen, ia bisa pastikan kalau salah satu itu adalah Syena, tidak salah lagi. Syena kini sedang bicara dengan seorang pria, namun pembicaraan mereka tampak penuh dengan persitegangan. Bara tak bisa melihat dengan jelas wajah pria itu karena membelakanginya. Mata Bara semakin tajam memperhatikan karena ingin tahu ada apa sebenarnya.
Bara terus memperhatikan dari balik kaca mobil, namun ia tak bisa menahan diri untuk tetap diam saat melihat suasana menjadi semakin panas, Bara memutuskan untuk keluar coba memastikan keadaan, namun pria yang tadinya menjadi lawan bicara Syena sudah pergi begitu saja meninggalkan Syena yang menunjukkan wajah stress.
"Syena?" Bara mendekat memanggil Syena yang tengah memijat pangkal hidungnya.
Mendengar namanya dipanggil Syena langsung menoleh dan kaget luar biasa mendapati kehadiran Bara, "Bara? Kamu udah sampai??" gadis itu dengan cepat melihat jam tangan miliknya memastikan pukul berapa saat ini.
"Sye, kamu nggak apa-apa?"
"Eh??" Syena mengangkat alisnya dan tertawa pelan, "aku?? Nggak papa kok."
Bara terdiam karena ekspresi wajah Syena berubah drastis menjadi santai, padahal tadi jelas-jelas ia melihat kalau Syena tampak begitu stress seperti penuh dengan beban masalah.
"Ya ampun Bara, kamu tepat waktu banget. Sebenarnya aku harus ke apartemen bentar dulu, aku harus sedikit rapi-rapi dan ngeletakin beberapa barang. Soalnya aku baru dari luar, hehe...," Syena mengusap tengkuknya sendiri sambil tersenyum merasa tak enak pada Bara.
"Kalau begitu kamu ke apartemen saja dulu, aku akan tunggu."
"Okey, tunggu bentar ya. Eh kamu ikut ke apartemenku aja deh sekalian, " Syena dengan semangat mengajak Bara untuk masuk ke apartemen miliknya.
Namun Bara menjawab dengan gelengan, "aku tunggu di mobil saja, disana."
Syena memperhatikan mobil Bara yang terparkir tak begitu jauh dari posisi mereka saat ini, "hm yaudah deh, aku bakalan cepet kok."
"Santai saja."
"Okey."
*
"Maaf udah nunggu lama," Syena tiba-tiba membuka pintu mobil Bara dan mengambil posisi duduk mengejutkan Bara yang tadinya sedang sibuk dengan ponsel di tangannya.
"Kamu mengagetkanku," Bara menghembuskan napas panjang melihat Syena yang kini sudah berada di sampingnya dengan pakaian yang telah berbeda dari sebelumnya.
"Yok jalan,"
Tanpa banyak basa basi Bara langsung melajukan mobil menyusuri jalanan, "kemana kita akan pergi?"
"Kamu tidak punya rekomendasi tempat?"
Bara menggeleng, "aku tidak punya ide apapun."
"Yaudah jalan terus aja, aku ada tempat yang ingin aku datangi."
"Baiklah."
Perjalanan kini dilanjutkan dengan suasana yang begitu hening, tidak ada satupun dari mereka yang buka mulut. Diam-diam Bara melirik Syena, aneh sekali karena gadis ini terus diam, biasanya ada saja yang akan ia bahas untuk membuat Bara kesal pada akhirnya. Sejak tadi Syena terus melihat ke luar dengan tatapan kosong, ia sepertinya melamun, bahkan tanpa sadar kadang-kadang ia menghela napas lelah.
"Jadi tadi kamu baru saja pulang ke apartemen?" Bara memutuskan untuk bicara terlebih dahulu, namun Syena tak memberi respon apapun, ia benar-benar tenggelam dalam lamunannya.
"Sye? Syena??" Bara memanggil lagi agar gadis itu sadar.
"Hm? Iya? Kenapa??" Syena langsung menoleh pada Bara.
"Kenapa kamu malah melamun?"
Syena tertawa, "enggak kok, aku cuma perhatiin jalan di luar kok. Apa kamu sadar kalau taman di tepi jalan ini diperbarui? Jadi kelihatan makin bagus ya kalau malam begini."
Bara ikut memperhatikan apa yang Syena katakan, "benar juga."
"Iya, bagus."
"Tadi itu kamu baru sampai apartemen?" Bara kembali mengajukan pertanyaan yang tadi belum Syena jawab.
"Iya, aku baru aja dari rumah. Secara hari ini mamiku ulang tahun." Syena menjawab dengan anggukan dan senyum senang.
"Jadi hari ulang tahunnya sekarang? Kamu memberikan hadiah yang kamu beli waktu itu?"
"Yups."
"Apa dia menyukainya?"
"Tentu saja, aku tahu persis apa yang mamiku suka." Syena langsung berlagak sombong, "aku pun juga tahu apa yang kamu suka."
Bara mengerutkan dahinya melirik Syena, "apa memangnya?"
"Aku hahahahahaha!!" Syena langsung tertawa puas sambil bertepuk tangan merasa bangga dengan ucapannya sendiri.
Bara hanya bisa geleng kepala, "receh sekali."
"Lain kali aku akan belikan kamu sesuatu untuk membuktikan kalau aku tahu apa yang kamu suka. Cukup bertemu beberapa kali lagi aku akan bisa baca semuanya," Syena menjentikkan jarinya yakin.
"Terserah saja."
"Btw kenapa kamu mendadak mengiyakan ajakanku, padahal kan tadi siang kamu bilang nggak mau." Syena bertanya penasaran.
"Hanya mau saja."
"Hm.., mencurigakan. Apa kamu baru saja bertemu Alina?"
Bara sedikit terkejut karena entah kenapa Syena selalu bisa menebak segalanya dengan benar.
Syena tertawa karena dari respon Bara ia bisa membaca kalau tebakannya benar, "lalu bagaimana?"
Bara menghela napas keras, "apalagi memangnya?"
"Alina memilih pria itu dan mencampakkanmu??"
"Enak saja! Aku yang memintanya pergi." Bara langsung membela diri.
"Benarkaah? Aku tidak yakin."
"Tentu saja, lebih baik dia bersama orang yang ia cintai dan mungkin juga mencintainya walau mungkin cintaku lebih besar."
"Ckckckck, kasihan banget sad boy." Syena berlagak iba sambil menepuk-nepuk pelan lengan Bara.
"Nggak perlu dikasihani."
"Hooo, jadi kamu menemuiku karena kamu sedang sedih? Atau kita akan merayakan pesta? Aku harap ini pesta," Syena sudah menunjukkan wajah penuh semangat, "apa kita balik arah main ke klub aja?"
Dengan cepat Bara menggeleng, "aku tidak tertarik dengan hal seperti itu."
"Oooowww, good boy! I Like it!" Syena menunjukkan jempolnya pada Bara.
"Lagi pula siapa memangnya yang akan berpesta?"
Syena kini memasang pose berlagak berpikir dengan menyentuh dagunya, "jika kamu udah mutusin untuk ninggalin Alina, apa itu artinya perjodohan kita bisa berjalan dengan lancar??"