10. Think Again

1365 Kata
Sesuai dengan apa yang dijanjikan sebelumnya, kini Syena sudah berdiri dengan semangat di bandara menunggu kehadiran Bara. Matanya terus menatap satu persatu orang yang keluar dari pintu kedatangan untuk mencari sosok Bara. "Dia sedang tidak menipuku kan?" Syena mulai ragu karena ia tak kunjung mendapati orang yang ia cari-cari. Syena melihat jam tangannya dan berganti melihat kesekitar lagi, "kalau dia menipuku, aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri." Mata lesu dan bingung wanita itu langsung berubah drastis menjadi berkilauan saat akhirnya ia melihat seorang pria berjalan sambil menarik sebuah koper yang tak begitu besar. "Baraaa!!" Syena langsung berlari menghampiri dengan pose bersiap akan memeluk Bara. Melihat pergerakan Syena yang berbahaya, tentunya Bara langsung was-was dan berakhirlah mereka dengan posisi saling berjarak karena Bara menahan kepala Syena dengan tangannya agar tak mendekat. "Apa yang akan kamu lakukan hm?" Bara mendorong dahi wanita itu hingga semakin menjauh dari hadapannya bahkan hampir terjungkal. "Isssh! Jahat sekali!!" Syena memegangi keningnya sambil merapikan rambutnya yang menjadi sedikit berantakan karena Bara. "Jangan melewati batas." "Padahal itu hanya respon wajar saat orang-orang bertemu di bandara. Coba lihat orang disekitarmu, mereka saling berpelukan dengan santai," Syena mengarahkan Bara untuk melihat pemandangan di sekitar mereka. "Aku tidak peduli," jawab Bara pendek dan berlalu begitu saja meninggalkan Syena. "Hei!!" Syena bergegas mengikuti Bara. "Kamu akan mengantarku pulang?" tanya Bara melirik Syena yang sudah berjalan di sampingnya. "Tentu, tapi apa kamu tidak membawakanku sesuatu?" tanya Syena penasaran sambil melirik koper yang tengah Bara tarik. Bara ikut melirik kopernya, "apa yang kamu harapkan? Pakaian kotorku?" Syena hanya menghembuskan napas pendek tak ingin berekspektasi tinggi sambil kini mengarahkan Bara ke mobil miliknya yang terparkir. "Ini," Syena memberikan kunci mobil pada Bara saat mereka sudah berada di depan sebuah mobil milik Syena. "Apa?" "Tidak mungkin aku yang bawa kan?" Bara tertawa, "kamu bilang akan menjemput dan mengantarku kan? Tentu kamu harus tepati ucapanmu." Mata Syena melotot menatap Bara tak percaya, "tapi kan maksudnya.....," Bara mengambil kunci di tangan Syena dan dengan santai menggunakannya untuk memasukkan kopernya ke bagasi mobil lalu mengembalikan kunci itu lagi dengan penuh senyum ke tangan Syena yang masih menganga, "tolong antarkan aku dengan selamat." "Kamu sungguh keterlaluan kalau benar-benar memperlakukanku seperti supir! Jangan sentuh pintu belakang!" Syena dengan cepat memperingatkan karena Bara sudah akan mengambil posisi duduk di kursi belakang. Bara berhenti di posisinya menatap Syena dengan tatapan datar, "kamu benar akan mengantarkanku atau aku perlu cari tumpangan lain?" Syena mendecak kesal karena akhirnya Bara berhasil balas mengerjainya setelah sebelumnya selalu kalah, "baiklah baiklaaah, aku akan mengantarkanmu, tapi kamu jangan duduk di belakang." Bara tersenyum puas, "oke, dengan senang hati." Kini Syena hanya bisa mengela napas malas lalu menyusul Bara untuk masuk ke dalam mobil. * Setelah beberapa lama melewati perjalanan, Syena melirik Bara yang sejak tadi hanya diam. Pria itu tengah menopang kepala dengan tangan sambil melihat jalanan dengan matanya yang tampak lelah. "Apa semuanya berjalan lancar?" Syena mulai bicara untuk pertama kalinya. Tidak ada suara, Bara hanya mengangguk kecil menanggapi pertanyaan Syena. "Kamu kelelahan?" Seperti sebelumnya, Bara juga hanya menjawab dengan anggukan yang membuat Syena menjadi bingung karena mereka hanya diam saja. "Kalau begitu istirahatlah hari ini, aku akan menagih janjimu besok. Aku akan langsung antar kamu pulang." Bara menarik napas dalam kemudian menghembuskannya dengan agak keras, "aku tidak bisa besok." "Kenapa?" "Aku harus bertemu Alina dulu." Syena langsung menoleh kaget pada pria disampingnya itu, "apa!?" "Kenapa kaget?" "Tentu aku kaget, kenapa kamu harus bertemu wanita itu!?" Syena terdengar tak terima. "Ya kamu tahu sendiri alasannya," jawab Bara santai, "terakhir kali hubungan kami kurang baik karena aku menjadi terlalu sensitif. Aku merasa bersalah dan lagipula aku ingin sekali bertemu dengannya, aku juga tidak memberi tahu kalau aku pulang sekarang. Hufft...., aku tak pernah bisa marah kepadanya." "Kamu gila ya!?" "Kenapa kamu bilang aku gila??" "Ya tentu saja kamu gila! Astaga, kamu itu kenapa sih Bara? Udah jelas dia ga suka sama kamu, kenapa masih aja sih ngebet banget sama dia? Nggak masuk akal banget!" Bara mengerutkan dahinya melihat Syena yang mendadak saja emosi, "kenapa kamu marah? Lebih masuk akal mana ketimbang tingkahmu sendiri yang mendadak datang di kehidupanku?" "Ish! Ini berbeda! Sangat sangat sangat berbeda! Kamu kok dibilangin gak mau denger sih?" "Aku tidak perlu mendengarkan ucapan dari orang seperti kamu. Lagian kamu tidak tahu apapun." Bara tak peduli dan kembali melihat ke luar jendela. "Baraaa!! Kamu itu arrgh!!" Syena kesal sendiri sambil meremas stir mobil yang ia pegang. Sampai detik ini Syena masih menyimpan foto Alina dan seorang pria yang ia dapatkan di cafe waktu itu tanpa memberi tahu Bara. Alasannya karena memang ia tidak ingin mengganggu konsen Bara selama perjalanan bisnis serta ia masih menunggu inisiatif Alina untuk bicara pada Bara. Namun sampai detik ini tampaknya Bara masih tak tahu apa-apa. "Apakah aku harus menyadarkanmu sekarang!?" Syena sudah seperti akan gila melihat kebodohan Bara. "Berkendara saja dengan baik. Bangunkan aku jika sudah sampai, aku sangat lelah." Bara memutuskan untuk memejamkan mata dan tak ingin melanjutkan keributan dengan Syena. Sedangkan Syena kini sudah geram sendiri dan kalau saja ia tak sabar, mungkin kini ia sudah ingin membenturkan kepala Bara ke dinding agar segera sadar. "Apa harus aku ikut campur lebih jauh agar dia tidak terlalu lama dalam kebodohan?? Argh Adibara, kenapa kamu sebodoh ini!?" * "Hei, kita sudah sampai." Syena memanggil Bara karena kini mereka sudah sampai di depan rumah Bara. Namun tak ada jawaban yang datang dari Bara, bahkan setelah Syena membuka seat belt ia masih mendapati Bara dalam keadaan diam dengan mata tertutup. Tanpa sadar kini Syena tersenyum memperhatikan wajah Bara yang terlihat sangat tampan baginya, bahkan kini ia bertopang dagu menikmati pemandangan di depannya. "Ganteng sih, tapi gobloknya kebangetan. Padahal setahuku dia adalah orang yang pintar, tapi kenapa dalam masalah cewek bodohnya minta ampun?" ujar Syena sambil kini berusaha menahan tangannya untuk tidak memukul Bara. "Tuan Adibaraaaa, banguun!!" Syena kini kembali coba membangunkan dengan menepuk pelan lengan Bara. Perlahan Bara menggeliat dan mengusap matanya, ia pun terkejut menyadari kalau ia sudah berada di depan rumah, "kita sudah sampai!?" "Yaiyalaaah," "Kamu bahkan tidak bertanya dimana alamatku. Kamu mengetahuinya!?" Bara kaget karena ternyata Syena mengantarkannya dengan selamat tepat ditujuan tanpa bertanya arah sama sekali. "Aku sudah bilang kalau aku tahu segalanya tentang kamu. Kamu saja yang tak tahu apapun tentangku." Bara hanya ternganga masih belum bisa bicara, sedangkan Syena kini sudah turun duluan dan tanpa disuruh bergerak menurunkan koper milik Bara. "Apa aku perlu meletakkannya di kamarmu?" tanya Syena sudah sampai di depan pintu rumah Bara membawa koper, sementara Bara masih berdiri di dekat mobil Syena memperhatikan gadis itu yang bergerak dengan sangat cepat. "Tidak perlu, aku akan bawa ini sendiri." Bara mendekat dan mengambil koper dari tangan Syena. "Rumahmu tampak sepi, apa orang tuamu sedang tak di rumah?" tanya Syena memperhatikan suasana rumah yang sepi. "Sepertinya begitu, ayo masuk." ajak Bara pada Syena setelah membuka pintu rumah. "Kamu mengajakku masuk??" Syena agak terkejut dengan basa-basi Bara. Bara menghela napas pendek, "setidaknya aku tidak langsung mengusirmu pulang." Syena hanya bisa menarik sudut bibirnya karena sudah bisa menebak, jangan terlalu berharap pada Bara, "aku ingin sekali masuk, tapi mungkin lebih baik aku balik sekarang." "Kenapa?" "Tujuanku awalnya kesini menemui Om Prima dan Tante Manda untuk coba cari simpati, tapi kalau mereka nggak ada lebih baik aku pulang, palingan nanti disini aku hanya melihat wajah jutek kamu." Syena melihat jam tangannya dan menunjukkan wajah kecewa. Bara menggaruk sekilas tengkuknya yang sama sekali tak gatal, "ya setidaknya aku bisa memberimu minum sebagai bentuk terima kasih sudah menjemputku dari bandara." Syena menggeleng, "kamu tidak perlu usaha basa-basi padaku, aku tahu itu sulit untukmu." "Yasudah, terserah kalau begitu." Syena geleng kepala karena Bara memang langsung menyerah untuk membujuknya, "aku minta kamu untuk mikir lagi." "Mikir apa?" "Kebodohan kamu karena Alina." Bara terdiam karena Syena kembali membahas tentang Alina. "Aku balik sekarang, bye!" Bara diam memperhatikan Syena yang dengan langkah sangat cepat menuju mobil. Saat sudah masuk ke dalam mobil ia tersenyum lebar melambaikan tangan pada Bara, bahkan ia melakukan flying kiss yang membuat Bara mengerutkan alis geli. "Sampai jumpa lagi, kalau kangen langsung telfon aja. Bye!!" Syena berlalu setelah bicara sesuka hatinya, namun itu berhasil membuat Bara yang tinggal menjadi terkekeh sendiri sambil geleng kepala. "Lakukan saja apapun yang kamu mau Sye,"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN