Setelah menyelesaikan hari yang baginya cukup sibuk, kini Bara masuk ke dalam kamar hotel dengan langkah lelah. Ia melepaskan jas serta dasinya, sembari membuka beberapa kancing kemeja teratas yang ia kenakan, Bara duduk di sofa dengan memejamkan matanya, helaan napas pria berkulit putih cerah itu terdengar agak panjang.
Setelah beberapa saat mempertahankan posisi nyamannya, kini Bara bergerak menuju jendela kamar hotel, tepat saat ia membuka jendela, angin malam yang dingin langsung menerpa wajahnya, dan kini ia hanya diam bermenung menatap pemandangan kota yang penuh kerlap kerlip.
Pikiran Bara kini mulai diisi oleh bayangan Alina, walau ia tidak begitu memberi respon pada semua pesan yang gadis itu kirimkan padanya, tapi nyatanya ia masih saja memikirkan pujaan hatinya itu. Sosok cantik, manis dan cerdas, Bara tak pernah berpikir untuk bisa berhenti melihat hanya pada gadis itu.
Lamunan Bara langsung buyar saat mendengar dering ponselnya, dengan cepat kini ia berbalik mengambil ponselnya yang terletak di atas ranjang. Namun wajah Bara langsung berubah malas saat melihat nomor yang tertera di layar ponselnya, walaupun ia tidak menyimpan kontak itu, tapi ia tahu benar kalau itu adalah Syena.
"Demi apapun, dia pasti hanya akan membuatku kesal," gumam Bara, tapi ia tetap mengangkat panggilan itu sambil duduk di sudut ranjang walau ekspresinya memperlihatkan dengan jelas kalau ia tidak senang mendapatkan panggilan ini.
"Hm," jawab Bara sekedarnya.
"Selamat malaaammmmm!!" nada jawaban dari seberang sana sangat berbanding terbalik dengan Bara.
"Ada apa? Jika tidak penting akan aku matikan."
"Ish! Apaan sih Bara, jutek banget jadi orang. Setidaknya balas sapaanku dulu dengan baik."
Bara memutar bola matanya malas sembari memijat pelipisnya, bahkan hanya dengan mendengar suara Syena, sudah cukup membuatnya pusing dan kelelahan.
"Apa yang sedang kamu lakukan hm?" Syena lanjut bertanya.
"Sedang mendengarkan seseorang yang sedang mengganggu."
"Apa kamu tidak berpikiran kalau ucapanmu itu menyakitiku?"
"Apa kamu merasa tersakiti? Oke kalau begitu lebih baik matikan saja panggilan ini dari pada kamu mendengarkan ucapanku yang menyakitkan."
Ucapan Bara hanya dijawab dengusan kesal oleh Syena, "hei Bara, aku tahu kalau kamu pasti senang mendapatkan telfon dariku kan?"
"Darimana kamu dapatkan kepercayaan diri untuk bisa bicara seperti itu?"
"Tampaknya kamu adalah tipe yang pemalu, aku tahu kamu merasa senang karena ada yang memperhatikanmu. Aku senang melakukannya."
Bara langsung geleng kepala, "kamu ini benar-benar wanita yang tidak bisa aku pikirkan dengan nalar manusia normal."
"Apa kamu sudah makan? Bagaimana hari ini? Apakah melelahkan? Semuanya berjalan lancar?" Syena terus bertanya dengan mood yang begitu baik seolah ia tak pernah mendapatkan respon negatif dari manusia bernama Bara itu.
"Hariku baik-baik saja sampai disaat seorang wanita dengan nomor tak dikenal menelponku dan merasa begitu akrab denganku."
"Ada wanita lain yang mengganggumu?" tanya Syena dengan polosnya dicampur emosi.
"Aku sedang bicara dengannya sekarang."
"ADIBARAAAA!! KAMU TIDAK MENYIMPAN NOMORKU!?" suara Syena langsung menggelegar yang membuat Bara secara spontan langsung menjauhkan ponsel dari daun telinga demi keselamatan dirinya sendiri.
"Aku rasa tidak perlu," Bara menjawab santai disusul tawa yang berusaha ia tahan agar tak diketahui oleh Syena.
"Tidak perlu!? Wah kamu ini keterlaluan sekali ya! Detik ini juga kamu harus simpan nomorku! Dan jangan lupa berikan nama yang cantik untukku." perintah Syena yang terdengar sudah seperti ultimatum yang tak bisa untuk dibantah atau ganggu gugat.
"Akan aku simpan nanti jika aku punya waktu."
"Itu kewajibanmu Tuan Adibara!"
"Berisik sekali..,"
"Jadi apa kamu sudah makan?" suara Syena kembali terdengar santai.
"Aku sudah makan sebelum pulang." Bara menjawab apa adanya karena Syena sudah menanyakan hal tersebut secara berulang.
"Jadi kamu baru saja pulang? Pasti kamu sibuk sekali."
"Hm., seperti itulah kira-kira. Tadinya aku berharap bisa beristirahat dengan sangat tenang setibanya di hotel, tapi ternyata tidak demikian." jawab Bara untuk menyindir Syena.
"Syukurlah setibanya di hotel ada aku yang dengan senang hati menelpon dan menanyakan keadaanmu. Harimu sangat indah," jawaban Syena ditutup tawa renyah bahagia.
Bara hanya bisa menghela napas lelah mendengarkan ocehan Syena yang tampaknya sedikitpun tak terpengaruh oleh respon buruk dari dirinya sama sekali.
"Kamu tidak menanyakanku?" tanya Syena kini lagi karena Bara tak kunjung bersuara.
"Hah??" Bara tidak mengerti dengan apa yang Syena maksud.
Helaan napas kasar terdengar dari arah Syena, "aku sudah menanyakan kabarmu dan sebagainya. Bukankah sekarang kamu harusnya berbalik balas menanyakan kabar dan bagaimana hariku?"
"Kenapa aku harus melakukannya?"
"Ya karena itu harus! Harus ada timbal balik di antara kita."
Bara mengacak rambutnya sendiri karena mulai merasa frustrasi menghadapi Syena, "aku sebenarnya sedang tak ingin bermain-main, jujur saja aku sangat lelah. Bisa kamu berhenti untuk menggangguku?"
"Aku hanya memperhatikan dan mengkhawatirkanmu, apa sedikitpun tidak ada feedback yang ingin kamu berikan? Aku yakin kamu pasti tahu bagaimana menyebalkan dan menyakitkannya hubungan satu arah."
Lagi-lagi Bara menghembuskan napas lelah, "apa kamu benar-benar tidak lelah melakukan hal seperti ini?"
"Seperti apa?"
"Omong kosong hanya untuk sekedar menggangguku."
"Aku tidak omong kosong! Omong kosong apanya kalau aku begitu menaruh perhatian dan tahu segalanya darimu?" jawab Syena penuh penekanan.
"Sye..."
"Sebutkan nama lengkapku!"
"Hah!?" Bara terperangah karena tiba-tiba saja ia diberikan pertanyaan oleh Syena.
"Sebutkan nama lengkapku, Tuan Adibara Narendra Devin." dengan jelas Syena mengulangi pertanyaannya.
Bara menenggak air ludahnya susah payah sembari berpikir, namun sekelibatpun ia tak mendapatkan gambaran untuk jawaban pertanyaan Syena.
Syena tertawa miris diseberang sana karena Bara yang tak kunjung menjawab pertanyaannya, "bahkan sedikitpun kamu tidak tahu apa-apa tentang aku."
Entah kenapa, walau Bara merasa ini tidak penting, namun kini diam-diam ia merasa bersalah.
"Aku sudah sangka kalau sedikitpun kamu tidak tahu apapun tentangku, tapi aku tahu banyak hal dan sangat memperhatikanmu. Kalau aku jadi kamu, aku akan sangat merasa bersalah dan juga tak lupa berterima kasih."
Bara hanya diam karena tidak tahu lagi saat ini ia harus merespon apa pada Syena.
Syena terdengar menghela napas panjang, "baiklah kalau begitu selamat malam, istirahatlah dengan baik. Ingat nanti saat kamu pulang kita sudah janji untuk bertemu. Sampai jumpa!"
Kini pria itu ternganga karena panggilan itu sudah dimatikan begitu saja dari seberang. Untuk beberapa saat Bara membeku dengan sorot mata seperti tengah memikirkan sesuatu.
"Syena, siapa nama lengkapnya!?" ternyata kini Bara terperangkap dalam pertanyaan sederhana Syena, ia coba fokus mencari memori apakah ia pernah tahu tentang data singkat Syena atau tidak, namun nyatanya ia memang tak tahu apapun tentang gadis itu.