8. Bukti

1147 Kata
"Makanan nya tidak begitu enak, kenapa kafe ini selalu ramai?" Tanya Syena memutuskan menelungkupkan sendoknya pertanda ia sudah selesai walaupun masih ada banyak makanan di piringnya. Wanita berambut hitam sebahu yang duduk di depan Syena tertawa pelan, "untuk standar normal sih makanan disini udah enak kok mbak, mbak aja yang punya kualitas terlalu tinggi. Apalagi kalau dibandingin sama level makanan restoran mbak." Syena menggeleng sambil menyeruput minuman miliknya memperhatikan sekitar, "mungkin karena lokasinya yang sangat mudah di jangkau." "Apa mbak dapatkan sesuatu dengan singgah disini?" tanya Rachel yang merupakan salah satu orang kepercayaan Syena yang selalu menemani atasannya itu untuk mampir ke berbagai tempat makan dengan alasan 'survey' dan selalu setia mendengarkan keluh kesah Syena terhadap setiap makanan yang ia coba. "Entahlah, sepertinya tidak ada yang spesial. Aku hanya sedang bosan saja," Syena tertawa sambil bersandar pada kursi yang ia duduki. "Padahal beberapa hari belakangan ini mbak tampak sangat bersemangat." "Aku hanya sedang merasa senang mengganggu seseorang, tapi terakhir kali ia tampak sedang tak bisa diganggu. Aku tak bisa membuatnya terlalu kesal untuk saat ini." "Siapa mbak?" tanya Rachel penasaran. "Ih kepo banget," elak Syena tertawa tak ingin memberi tahu. "Cowok yang mbak lagi kejar-kejar itu ya??" goda Rachel karena sebelumnya ia sempat mendengar kalau Syena sedang berusaha dekat dengan seorang pria. "Kejar-kejar? Nggak lah, aku nggak ngejer, tapi asik aja gangguin dia." "Jadi juga perjodohannya mbak?" Syena angkat bahu sambil tersenyum seadanya, "lihat saja." Rachel hanya bisa geleng-geleng kepala tidak bisa paham dengan jalan pikiran Syena, lagipula selama Rachel bekerja dengan Syena untuk bantu mengurus restoran, ia tak pernah melihat Syena benar-benar dekat secara spesial dengan seorang pria. "Aku denger kemarin Kak Tristan sempat ke restoran ya? Ngapain?" Syena bertanya karena teringat sesuatu. "Oh Mas Tristan, iya mbak semalam dia ke restoran. Sepertinya pertemuan bisnis." Wanita berambut cokelat tergerai itu mengerutkan alisnya tampak berpikir, "apa pertemuan bisnis yang terlihat benar-benar berguna?" Rachel tampak bingung dengan pertanyaan yang Syena berikan, "maksudnya mbak?" "Kamu tahu sendiri kalau kakakku itu tidak terlalu berguna. Bisa saja itu hanya pertemuan yang tujuannya cuma untuk cari muka atau nyari wanita." Syena tahu benar perangai kakaknya yang sangat tidak ia suka itu. "Sejauh yang aku lihat, itu tampaknya pertemuan bisnis normal kok mbak." Syena hanya bisa menggagguk saja mendengar ucapan Rachel, namun perhatiannya langsung tercuri oleh dua orang yang duduk di meja yang cukup jauh dari meja nya. Syena menajamkan matanya melihat sosok wanita untuk memastikan kalau ia sedang tidak salah mengenali seseorang. "Mbak ngelihatin apa mbak?" tanya Rachel menyadari Syena sangat fokus melihat ke arah sebuah meja lain kafe ini. Syena menggertakkan giginya dan mengepalkan tangannya kuat seperti menahan emosi, "sialan, bukankah itu Alina!?" Rachel tambah bingung karena tiba-tiba saja Syena menjadi sangat emosi bahkan seperti akan memakan seseorang, "ada apa mbak? Mbak kenal mereka?" "Dia itu perempuan yang sangat Bara suka! Ish benar-benar buaya betina!" "Bara???" Rachel tambah bingung karena ia tak bisa mengerti sama sekali apa yang Syena katakan. Bahkan dengan cepat Syena juga mengeluarkan ponsel untuk mengambil foto sosok yang membuatnya begitu marah itu. Mata Syena sudah melotot lebar melihat sosok Alina yang kini tengah bersama seorang pria dan tampak begitu mesra, terlihat jelas dari cara mereka saling berpegangan tangan dan melihat satu sama lain. Darah Syena rasanya sudah mendidih melihat hal ini secara langsung, memikirkan seberapa cintanya Bara pada Alina sampai-sampai tak peduli pada apapun, tapi disisi lain Alina malah asik dengan pria lain membuat Syena tak bisa sabar sama sekali. "Aku tidak bisa biarkan ini! Dasar kurang ajar!" tanpa ragu kini Syena berdiri saat melihat Alina yang sepertinya akan ke kamar mandi, ia harus bicara langsung pada wanita itu. "Mbak Syena!! Mbak mau kemana mbak??" Rachel yang tak tahu apa-apa kini hanya bisa diam di tempat. * Setelah selesai dan keluar dari salah satu bilik kamar mandi, Alina dikejutkan dengan seorang wanita yang bersender di westafel dan menatapnya tajam. Seingat Alina tadi saat ia masuk kamar mandi tidak ada orang lain disini, dan seingatnya ia tak pernah bertemu apalagi kenal dengan wanita yang kini menatapnya itu. Berusaha tidak peduli, Alina bergerak ke depan cermin coba melihat penampilannya sendiri, tapi tetap saja tatapan wanita itu yang jelas-jelas tajam pada Alina membuat Alina sangat tidak nyaman. "Apa kita pernah kenal atau memiliki masalah sebelumnya? Pandanganmu membuatku terganggu." Alina memberanikan diri menegur wanita tinggi berambut cokelat bergelombang itu. Syena tersenyum miring melihat Alina, "aku mengenalmu dan aku memiliki masalah denganmu." Alina mengerutkan dahinya, "apa?" "Wajahmu cantik dan tampak seperti wanita yang sangat baik bak malaikat, tapi nyatanya kamu mengerikan sekali." "Aku tidak pernah mengenalmu sebelumnya tapi kenapa kamu mendadak bisa bicara seperti itu hah?" Alina tak terima dengan ucapan Syena mengenai dirinya yang tetdengar sangat lancang, terlebih untuk orang yang baru saja bertemu. "Kamu tak perlu mengenalku karena mungkin itu tak penting. Tapi yang paling penting sekarang adalah apa sikapmu memang seburuk ini pada Bara?" Syena yang tadinya ingin meredam kekesalannya dan berlagak santai nyatanya tak bisa menahan, kini ia benar-benar ingin menjambak Alina. Alina terkejut, "kk,..kk, kkam, kamu mengenal Mas Bara? Siapa kamu?" "Kamu mengkhianati seseorang yang bahkan rela memberikan dan melakukan apapun untukmu? Kurang apa Bara padamu? Jika memang kamu tak menginginkannya bukankah lebih baik kamu tidak terus menahannya untuk ada di sisimu? Kamu pikir orang seperti Bara pantas diperlakukan seperti ini? Jika kamu lebih memilih dengan pria lain maka lepaskanlah Bara. Jadi wanita jangan terlalu tamak." Alina mengepalkan tangannya kuat menyimak semua ocehan Syena, "bisa diam? Kamu tidak tahu apa-apa dan seenaknya bicara!" Syena tertawa kecil membuka tas yang ia sandang untuk mengambil ponsel miliknya, "yang aku tahu hanyalah kamu menahan Bara disisimu dan saat dia tak ada kamu malah bersenang-senang dengan pria lain." Alina mematung saat wanita itu menunjukkan layar ponselnya yang menunjukkan foto ia dan Sakya tadi yang sedang bergenggaman tangan satu sama lain, "siapa kamu sebenarnya!?" "Aku akan kirimkan ini ke Bara agar dia tak terus bersabar bersamamu. Tapi bukankah dia sedang di luar negeri untuk urusan bisnis? Apa tidak apa baginya mengetahui ini sekarang??" Alina dengan cepat ingin merebut ponsel wanita itu, "berikan padaku!" Namun dengan sigap wanita itu mengelakkan tangannya dan kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas, "untuk apa? Bukankah ini bentuk bantuanku menyelesaikan hubunganmu dengan Bara? Walaupun Bara sangat mencintaimu tapi kamu tak mencintainya bukan? Kamu harus berterima kasih padaku." "Kamu tak perlu melakukan apapun untukku dan Mas Bara! Tak perlu ikut campur." "Aku tak perlu melakukan apapun kalau kamu mau menyelesaikan masalahmu sendiri Alina." "Aku tentu akan selesaikan masalahku." Syena tersenyum sambil mengangguk, "baiklah kalau begitu. Aku akan lihat bagaimana kamu menyelesaikannya." "Siapa kamu sebenarnya!?" "Aku tidak mengerti kenapa Bara begitu peduli dan mencintaimu, aku harap ada suatu yang masuk akal yang tak aku ketahui karena sejauh ini aku lihat Bara tak seharusnya begitu menggantungkan harapannya padamu." Syena akhirnya memutuskan pergi meninggalkan Alina yang kini mendecak kesal sambil memegang kuat westafel sampai membuat ujung-ujung jarinya memutih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN