BAB 6

1043 Kata
Sudah satu bulan berlalu sejak janji suci diucapkan. Tapi Alea masih belum mendapat titik terang untuk hubungannya dengan sang suami. Sikap Gavin tidak berubah sedikit pun, malah kian hari menjadi semakin dingin saja. Dan selama satu bulan ini pun Gavin masih tidak menyentuhnya. Meskipun mereka tidur di ranjang yang sama, namun Gavin benar-benar memberi mereka jarak yang jauh. Selama hampir dua minggu belakangan, Alea menjalankan sebuah usaha yang tentu saja modal dari suaminya. Alea menjalankan sebuah butik yang jauh lebih besar dari milik Tante Ani. Seperti biasa, Alea pergi ke butik diantar oleh Gavin yang juga sekalian pergi ke kantornya. Tidak ada percakapan yang terjadi. Gavin selalu menutup rapat mulutnya itu. Sekali pun Alea memulai obrolan, Gavin selalu menjawab dengan singkat membuat Alea kehabisan kata dan kikuk sendiri. Di perjalanan kali ini, Alea memutar keras otaknya untuk mencari bahan obrolan. Tapi sial nya, pagi ini entah kenapa pikiran Alea terasa buntu. Jemarinya sibuk meremas pakaian yang ia kenakan. Mungkin Gavin terlihat dingin dari luar tapi dia tetap saja adalah seorang pria normal. Bagaimana mungkin dirinya tidak tergoda sedikit pun dengan istrinya itu? Itu tidak mungkin. Selama ini Gavin hanya menahan diri demi rasa cintanya pada Rosa yang telah tiada itu. Entah apa masih bisa disebut masih cinta. Yang jelas alasan Gavin membatasi diri dengan Alea adalah karena Rosa. Hari ini Alea mengenakan sebuah dress yang membuatnya semakin cantik saja. Tidak ada yang salah dengan pakaiannya itu. Tubuhnya masih terbalut sempurna meskipun menampilkan sedikit tulang selangkanya. Tapi penampilannya itu justru membuat Gavin harus meneguk saliva berkali-kali. Seketika rasa fokus Gavin menghilang entah kemana. "Kenapa perempuan ini semakin cantik saja." Gavin menggerutu dalam hati. Tak ayal, kecantikan Alea yang bertambah setiap harinya membuat Gavin merasa kesal sendiri. Gavin menambah laju kecepatan hingga mereka tiba di halaman butik. "Mas, Alea kerja dulu." Perempuan itu mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Dengan wajah yang tetap memandang ke depan, Gavin mengulurkan tangannya untuk Alea cium. "Hah, sial!" Gavin merasa sangat lega begitu Alea keluar dari mobilnya. Gavin memandang foto Rosa yang tergantung di kaca tengah. "Sorry. Aku minta maaf atas apa yang sudah aku pikirkan. Aku hanya akan mencintai kamu," imbuhnya. Gavin benar-benar orang gila. Bagaimana bisa dia sangat yakin akan mencintai Rosa selama sisa hidupnya. Dan tidak akan memberi kesempatan untuk siapapun, tidak terkecuali Alea yang saat ini sudah menjadi istrinya. *** Meskipun status Alea di butik ini adalah seorang atasan, namun perempuan itu tetap ikut membantu para karyawannya menata butik. Di butik ini Alea memiliki setidaknya empat orang karyawan yang membantunya. Sejak pertama kali mempekerjakan empat orang perempuan ini, Alea meminta dengan khusus pada mereka untuk memanggil Alea dengan sebutan Mbak. Selain karena umur Alea hampir sepantaran dengan mereka, juga supaya lebih nyaman dan akrab saja. Meskipun butik milik Alea baru seumur jagung, namun dia sudah memiliki pelanggan cukup banyak. Tentu saja pelanggannya itu adalah teman-teman Marla yang hobi sekali belanja. Dan beberapa pelanggan tetap Tante Ani juga berpindah haluan ke butik Alea. "Mbak, tadi Bu Naomi telepon. Katanya beliau hari ini akan ke sini bersama calon menantunya. Beliau minta pakaian yang baru datang dipisahkan untuk mereka," ujar Siti memberi tahu Alea. Alea mengangguk. "Oke, tolong kamu pisahkan ya. Nanti akan saya cek lagi," sahutnya. Selama bekerja dengan Alea, semua karyawannya merasa sangat nyaman. Selain karena sikap Alea yang ramah juga karena mereka merasa Alea memahami kondisi mereka sebagai karyawan. Di tengah kesibukan Alea menata dan mengurus barang yang baru masuk, handphone perempuan itu berdering dengan nyaring. Terpampang jelas nama Gavin di sana. Sejenak Alea menjadi bingung. Ini adalah pertama kalinya Gavin menghubunginya melalui telepon. "Halo, Mas Gavin?" sapa Alea begitu panggilan berhasil tersambung. "Hari ini Ibu minta kita makan siang di rumahnya." Hati Alea melambung ke angkasa. Kedua sudut bibirnya tersungging dengan mudahnya. "Tapi hari ini aku sibuk. Kamu saja yang datang nanti," lanjut Gavin. Ah. Baru saja Alea melayang tinggi, sedetik kemudian Gavin menghempasnya ke bawah hingga lapisan terdalam inti bumi. Sungguh ironis. "Baik, Mas," sahutnya hambar. Setelah panggilan singkat itu terputus, Alea langsung menghela napas. Suasana hatinya mendadak tidak nyaman. "Ternyata sulit sekali untuk menembus hati kamu, Mas," gumam Alea. Tepat pukul sepuluh pagi, Bu Naomi datang bersama dengan perempuan yang katanya adalah calon menantunya. "Selamat datang, Bu," Alea menyapa ramah Bu Naomi, "Selamat datang, Mbak," lanjut Alea menyapa perempuan cantik di samping Bu Naomi. Kedua wanita yang baru saja datang itu lantas tersenyum ramah membalas sapaan dari Alea. "Tadi saya sudah telepon, karyawan kamu ada kasih tahu, 'kan?" Bu Naomi tersenyum. "Ada, Bu. Mari silahkan ikut saya ke lantai dua." Alea menggiring dua tamu VIP nya untuk ke lantai atas. Supaya lebih leluasa saat memilih pakaian yang akan mereka beli. Alea dengan cekatan menjelaskan setiap detail pakaian. Menantu di keluarga Liandra itu tidak sembarang berbisnis, kepuasan pelanggaan adalah yang paling ia utamakan. Maka dari itu Alea tidak ragu-ragu menjelaskan setiap pakaian yang ada. Bahkan ia juga memberi rekomendasi pakaian mana yang cocok dan sesuai dengan selera pelanggannya. "Kamu ini pintar sekali ya. Tidak salah Marla menerima kamu sebagai menantunya." Puji Bu Naomi. Wanita paruh baya itu sangat puas dengan pelayanan Alea yang tidak akan ia dapatkan di butik lain. Alea sedikit tersipu saat mendapat pujian dari Bu Naomi. Padahal dirinya ini bukanlah siapa-siapa. Hanya anak yatim piatu dari kalangan biasa. Kecekatannya dalam bidang ini karena bertahun-tahun bekerja di butik Tante Ani. Ditambah pula Alea termasuk cepat belajar. Maka tidak heran ia sangat menguasainya. Tentu saja dengan setitik keberuntungan yang Tuhan sertakan untuknya. *** Alea berjalan memasuki halaman rumah megah milik mertuanya yang kaya raya. Perempuan itu datang kemari dengan menaiki taksi. Siang ini matahari sangat terik, membuat Alea harus terburu-buru membuka langkah agar cepat sampai. "Akhirnya sampai juga." Alea mencoba mengatur napasnya yang berat. Baru saja Alea ingin menekan bel, seseorang membuka pintu yang ternyata adalah Marla. "Alea sayang," seru Marla dengan senyum sumringah. Tangannya langsung meraih tubuh menantu kesayangan untuk ia dekap. "Mana Gavin?" tanya Marla heran. Karena ia tidak menemukan keberadaan Gavin di sini. "Kata Mas Gavin dia sibuk, Bu." Marla mendengkus kesal. Ada apa dengan putranya itu? Memang sesibuk apa dirinya sehingga tidak bisa datang kemari. Ini adalah yang ketiga kalinya Gavin beralasan sibuk dan tidak bisa datang ke acara yang Marla siapkan. Marla jadi curiga, mungkin ini hanya akal-akalan Gavin saja sehingga pria itu tidak harus datang makan bersama mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN