BAB 7

1030 Kata
Alea menikmati makan siang bersama dengan Ibu dan Ayah mertuanya di dalam ruangan bernuansa modern dan mewah. Ruang makan di kediaman keluarga Liandra memang tidak tanggung-tanggung mewahnya. Mulai dari pemilihan cat, interior, meja dan kursi makan, bahkan sampai lampu yang menggantung tepat di atas meja semuanya serba mewah. Baik Marla ataupun suaminya, keduanya sama-sama memperlakukan Alea dengan baik. Mereka menganggap Alea seperti anak sendiri, bukan hanya sekedar menantu di keluarganya. Terlebih Marla yang memang sedari dulu sangat menyukai Alea. "Ditambah lagi sayurnya, Al ...," Marla menyodorkan semangkuk capcay kuah pada Alea. "Banyak makan sayur itu bagus untuk kamu." Marla menambahkan. Alea tersenyum, perutnya sudah sangat begah karena makan terlalu banyak. Sedari tadi Marla terus menyuruhnya untuk menambah lauk, nasi ataupun sayur. Alhasil, perut Alea hampir meledak karenanya. "Alea sudah kenyang, Bu." Tolak Alea. "Sayang sekali Gavin tidak bisa datang." Gumam Marla tiba-tiba. Raut wajahnya sedikit masam. Pak Romi--Suami Marla--mengusap pundak Istrinya yang merasa kecewa. "Sudahlah, Bu. Mungkin Gavin benar-benar sibuk," imbuhnya menenangkan. "Tapi, Ayah saja dapat meluangkan waktu untuk datang kemari. Masa Gavin nggak bisa?" Benar juga yang Marla katakan. Padahal suaminya ini lebih sibuk dibanding Gavin dan jadwalnya lebih padat daripada putranya itu. "Sudah cukup sedihnya. Kasihan Alea tuh di sini melihat pemandangan seperti ini padahal dia sudah jauh-jauh datang kemari," ucap Pak Romi. Marla menarik napas dalam. "Maaf ya, Al ... Ibu merusak suasana ya?" --- Setelah selesai makan siang bersama, Marla menahan Alea yang hendak kembali ke butik. Wanita itu menginginkan Alea untuk tinggal sedikit lebih lama lagi di kediamannya. Alea dan Marla duduk santai di teras belakang sembari menikmati teh hangat dan juga beberapa cake. Tidak ada obrolan serius yang mereka bicarakan. Keduanya menikmati hembusan angin sepoi-sepoi dan taman bunga milik Marla yang sejuk untuk dipandang. Di halaman belakang ini ada begitu banyak jenis tanaman yang Marla rawat. Wanita itu sangat menyukai bunga dengan tingkat akut sehingga Marla bisa disebut sebagai anthophile. Kediaman Marla yang luas ini hampir dipenuhi oleh berbagai jenis bunga. Terutama tanaman bunga yang berada di halaman belakang, semuanya adalah bunga kesayangan Marla. "Bu, sebenarnya Alea kenyang banget." Perempuan itu tertawa. Tangannya sibuk mengusap perutnya yang buncit karena kebanyakan makan. "Ngomong-ngomong, kapan kalian akan ngasih Ibu cucu?" Alea hampir tersedak, ralat, Alea benar-benar tersedak saat mendengar ucapan Marla. Bagaimana bisa mereka memberi cucu jika sampai detik ini saja Gavin tidak pernah menyentuhnya. Sejauh ini kontak fisik yang mereka lakukan hanya sebatas bersalaman. "Al, kamu kenapa? Pertanyaan Ibu terlalu dini, ya?" Marla mengusap punggung Alea yang masih tersedak. Alea bingung, jawaban apa yang harus ia berikan untuk Marla. Alea masih terus tersedak, tentu saja perempuan itu hanya berpura-pura. Semenjak menjadi Istri seorang Gavin yang dinginnya minta ampun, Alea sudah terlalu banyak berbohong. Di saat Alea hampir kehabisan waktu karena tidak mungkin dia terus-terusan berpura tersedak, Mbak Nani--Asisten Rumah Tangga di sini--datang menghampiri. "Maaf, Nyonya ... di depan ada supir yang menjemput Non Alea." Marla menatap Alea yang juga tengah menatapnya. Sekarang Alea sudah berhenti tersedak, perempuan itu keheranan. "Kamu pesan taksi online, Al?" Tanya Marla pada Alea. Alea menggeleng, ia sendiri pun bingung kenapa tiba-tiba ada supir yang menjemput dirinya. "Nani, coba kamu ke depan lagi. Mungkin dia salah orang dan salah alamat," titah Marla. "Nggak usah, Bu. Biar Alea saja yang ke depan." Alea langsung beranjak kemudian berjalan ke depan diiringi Marla yang juga penasaran. Begitu Alea dan Marla tiba di depan pintu, mereka mendapati seorang Pria berpakaian rapi yang menunggu Alea sejak tadi. "Permisi, Bu Alea? Saya Raka, supir yang dikirim oleh Pak Gavin untuk menjemput Ibu." Marla menerobos melewati Alea yang tertahan di daun pintu. Wanita itu menghampiri Raka kemudian memperhatikannya dari ujung kepala hingga kaki. Pria ini terlalu tampan untuk menjadi supir yang akan mengantar Alea kemana-mana. Tiba-tiba rasa khawatir mengerumuni hati Marla, entah apa yang wanita itu khawatirkan. "Jadi, kamu ini karyawan Gavin atau bagaimana?" "Saya dipekerjakan Pak Gavin sejak hari ini sebagai supir pribadi Bu Alea, Nyonya." Marla semakin dibuat khawatir. Jika Pria tampan dihadapannya ini menjadi supir pribadi Alea, itu artinya ia akan banyak bersama dengan Alea. Bagaimana jika kelak Pria itu jatuh hati dengan Alea kemudian merebut menantu kesayangannya itu dari mereka. Karena Marla sendiri tahu bagaimana Gavin bersikap dan memperlakukan Alea seperti apa. Tidak menutup kemungkinan jika Alea tiba-tiba merasa nyaman dengan Pria lain kemudian berpaling hati. Astaga, Marla berpikir terlalu jauh. Tidak, Marla tidak setuju dengan ide Gavin untuk mempekerjakan seorang Pria muda menjadi supir pribadi Alea. Ini sangat menyebalkan untuk Marla. "Kenapa anak itu tidak mencari Pria tua saja untuk menjadi supir Alea." Marla menggerutu. Sebenarnya Alea sendiri juga bingung. Kenapa Gavin tiba-tiba mempekerjakan seseorang untuk mengantarnya kemana-mana. "Jika seperti itu, artinya Mas Gavin tidak akan mengantarku ke butik lagi?" Pikir Alea. Tujuan Gavin mempekerjakan Raka adalah supaya dirinya tidak harus berada di dalam mobil yang sama dengan Alea setiap pagi. Karena itu sangat mengganggunya. Jika terus menghabiskan banyak waktu bersama, Gavin takut akan melabuhkan hatinya pada Alea. Maka dari itu ia mengambil keputusan yang menurutnya tepat, sebagai antisipasi sebelum terjadi hal yang tidak ia inginkan. Jika Gavin terus saja memberi jarak yang jauh dan membentengi dirinya dengan Alea. Lalu bagaimana lagi cara Alea untuk menembus masuk ke dalam hati suaminya itu? "Azalea?" Suara Marla menginterupsi Alea yang tengah melamun. "Ya? Ada apa, Bu?" Sahutnya. "Ya sudah, kamu pulang dulu. Nanti kunjungi Ibu lagi ya ...." Alea mengangguk, perempuan itu berpamitan dengan Marla. "Alea pulang dulu, Bu." *** Suasana di dalam mobil terasa sangat canggung sekali. Baik Alea ataupun Raka, keduanya menutup rapat mulut mereka. Sekilas Raka memperhatikan sebuah foto wanita yang menggantung di spion tengah. Wanita yang berada di dalam foto ini berbeda dengan wanita yang tengah duduk di belakangnya. Padahal sepengetahuan Raka, wanita di belakangnya itu adalah Istri dari Pria yang mempekerjakan dirinya. Lalu, siapa wanita yang ada di foto ini? "Astaga, ini sama sekali bukan urusanku." Batin Raka. Alea memeriksa handphone miliknya. Mengecek satu persatu email yang masuk. "Maaf, Bu. Kemana saya harus mengantar?" Tanya Raka pada akhirnya. Padahal sudah hampir seperempat jam mereka berangkat dari kediaman Marla. "Ah, maaf ... aku pikir kamu sudah tahu kemana tujuan kita, makanya aku diam saja. Tolong antar aku ke Azalea butik," sahut Alea. Perempuan itu tersenyum ramah seperti yang selalu ia lakukan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN