“Nggak seharusnya kamu simpan barang yang bukan milikmu, Kania.” Ucapan Yasmin terus terngiang di telinga Kania. Suara lembut itu—yang biasanya memberi rasa aman—kali ini justru menjadi gema yang menghantam pikirannya berulang-ulang. Kalimat singkat sang ibu seperti menancap dalam, menimbulkan rasa bersalah yang sulit dijelaskan. Hal itu pula yang membuatnya pagi tadi buru-buru menyimpan jaketnya ke tempat khusus sebelum dilihat oleh orang lain lagi. Gerakannya panik, terburu-buru, seolah benda sederhana itu menyimpan rahasia besar yang tidak boleh diketahui siapa pun. Akan tetapi, Kania pun memang punya niat untuk mengembalikan jaket tersebut—entah kapan waktunya. Ia hanya menunduk setiap kali memikirkan hal itu, bibirnya menekan rapat menahan gelisah. Yang jelas, ia menunggu momen ya

