“Mas, nggak apa-apa kita ninggalin anak-anak? Nanti kalau mereka kenapa-kenapa gimana?” Sudah lebih dari separuh perjalanan, Yasmin tetap saja mengkhawatirkan kondisi anaknya yang akan ditinggal pergi sehari penuh. “Kamu ini nggak pernah berubah, Yasmin. Dari dulu selalu memikirkan anak-anak. Sampai lupa waktu berdua sama saya.” Yasmin menyandarkan tubuhnya di kursi. Ia menghela napas pelan. Di balik kain cadar itu, bibirnya tertarik membentuk senyum manis. “Lho, ya, nggak gitu, Mas. Kamu tetap prioritas, dong. Tapi, kan, jarang banget kita tinggalin mereka sendiri di rumah.” “Nggak sendiri. Nanti ada Papa, Mama, dan Bian.” “Kamu minta mereka jaga rumah, Mas?” Hans tertawa ringan. Ia mengangguk. Demi rencananya memberi kejutan pada Yasmin, pria itu harus menahan rasa sungkannya

