Waktu seolah berhenti beberapa detik lamanya. Ruangan itu membeku bersama dua sosok yang terjebak dalam situasi yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Mata Kania mengerjap cepat, berusaha memastikan apa yang baru saja terjadi bukan sekadar khayalan. Wajah pamannya masih begitu dekat—tampan, tegas, dan memancarkan karisma yang tidak pudar meski usianya sudah sangat matang. Tatapan mata elang milik Biantara menancap tajam ke arahnya. Embusan napas panas pria itu menyapu kulit wajah Kania, membuat jantung gadis itu berdetak tak beraturan. Setiap detik yang lewat terasa seperti denyutan keras di d.a.da—bercampur gugup, takut, sekaligus sesuatu yang bahkan tak berani ia namai. Beban tubuh Biantara yang jelas lebih berat nyaris tak terasa olehnya. Kesadarannya seolah tersedot oleh tatapa

