Davina menegang. Ucapan Yasmin itu menusuk hatinya. Ia meremas gelas yang sedang digenggam. Ia kira, Yasmin tidak akan pernah seberani itu memberi perlawanan. Namun, lihatlah, bahkan orang pendiam seperti madunya mampu menikamnya dengan kata-kata. “Kenapa diem, Mbak? Kalau ada apa-apa bicara langsung.” Suasana hati Davina makin tidak baik. Dapur itu diselimuti ketegangan sebab dua wanita yang berseteru. “Jaga bicara kamu, Yas! Jangan pernah menabuh genderang peperangan kalau kamu nggak mau terima akibatnya!” Yasmin tidak lagi membalasnya dengan kata-kata. Ia menggiling cabai itu cukup kasar sampai bunyi cobek dan ulekan yang bergesek pun terdengar nyaring. Mendapati sikap Yasmin yang demikian, Davina lantas mengabaikan. Ia meneguk minuman tersebut lalu memijit kepala yang pusing. Ia