Biantara. Adik dari papanya kini duduk di balik kemudi mobil hitam yang terparkir tepat di depan gerbang sekolah. Dari balik kaca yang sedikit berembun, sosoknya terlihat begitu rapi dan berwibawa. Jas hitamnya pas di badan, kemejanya licin tanpa satu pun kerutan, dan dasinya terikat sempurna. Bahkan dalam suasana hujan selebat ini, penampilannya tetap memancarkan kesan disiplin dan tak terbantahkan. Namun, yang paling mencolok bukanlah pakaiannya, melainkan ekspresi di wajahnya. Tidak ada gurat senyum di sana. Sama sekali tidak ada. Wajahnya datar, dingin, dan penuh tekanan. Sorot matanya tajam menembus kaca mobil yang dibasahi air hujan, tertuju lurus ke arah seorang anak laki-laki di gerbang—Davin. Tatapan itu seperti peringatan tanpa suara, seolah berkata bahwa satu langkah salah saj

