Zalman maju, mendekap Ghina yang sedang melankolis sebab terharu dengan tindakannya itu dengan erat. "Obatnya dipake, ya. Saya sudah minta bantu Mbok oleskan kalau kamu takut oles sendiri," bisiknya, masih mewanti-wanti. Ghina mengigit bibir bawahnya, menahan tangis. "Padahal enggak perlu sampai seperti ini, Mas." Berbeda dengan kehidupan lama yang selalu memberinya luka tiada henti, tanpa jeda, membuatnya tersiksa tiap detiknya. Bersama Zalman, Ghina justru dijaga. Ia diperlakukan dengan penuh hormat dan kasih sayang, diistimewakan. Tidak pernah membayangkan hal semacam ini akan jadi hadiahnya, Ghina lagi dan lagi bersyukur. Sebelum berpamitan, Zalman mengatakan satu hal lagi. "Saya mau kamu selalu sehat, Ghina." "Dengan begitu, saya bisa tenang berada jauh darimu." "Jadi, jangan

