Pagi itu, hawa dingin menyelimuti seluruh villa. Tirai jendela masih tertutup rapat, hanya menyisakan sedikit celah yang membiarkan sinar matahari pagi mengintip masuk. Kaia terbangun perlahan, tubuhnya terasa hangat meski udara di luar begitu menusuk. Namun, ada sesuatu yang lain yang membangunkannya—bukan hanya udara dingin atau sinar matahari, melainkan sentuhan lembut yang bergerak di sepanjang kulitnya. Dia masih setengah sadar ketika menyadari kehangatan tangan Zeff menjalar di bagian bawah tubuhnya, menyentuhnya dengan cara yang sangat intim. Bibirnya melengkung dalam senyum kecil, matanya tetap terpejam, menikmati sensasi itu tanpa membuka mata. “Honey …,” gumamnya dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur. Namun, Zeff tidak menjawab. Sebaliknya, pria itu