“Kapan acara ini akan selesai? Aku bosan sekali berada di tempat seperti ini, duduk bersebelahan dengan Om-om tua ini.” Keluh Melani seraya cemberut kesal. Gadis itu ingin sekali melepaskan kedua high heels yang dia kenakan lalu melompat ke atas tempat tidur. Meluruskan otot punggungnya yang terasa penat. Acara berlangsung lama karena keluarga Sandiaga adalah keluarga kalangan atas. Banyak sekali tamu yang hadir mulai dari rekan bisnis, serta teman-teman Reyhan.
Reyhan tetap duduk santai, mengabaikan omelan gadis di sebelahnya. Sementara Melani tak berhenti mencari cara untuk membuat perjodohan tersebut batal. Melani diam-diam menjulurkan telapak kakinya, gadis itu menyentuh sisi belakang betis Reyhan dengan ujung kaki kanannya. Reyhan melotot merasakan sentuhan tersebut, pria itu segera menoleh ke sebelahnya. Melani malah membuang muka ke arah lain. Pura-pura tidak tahu kalau itu adalah ulahnya. Satu detik berikutnya Melani menyodorkan wajahnya ke wajah Reyhan.
“Om?” Panggilnya seraya meringis menatap wajah Reyhan kini berubah sedikit memucat lantaran wajah mereka berdua terlalu dekat. Spontan Reyhan menjauhkan wajahnya sampai kepalanya hampir bersandar pada sandaran kursi agar tidak bersinggungan dengan wajah Melani.
“Kamu kalau bicara, bicara saja kenapa malah mendekat seperti itu?” Ucapnya dengan nada sedikit gugup.
“Dasar Om-om tidak normal.” Ucap Melani tepat di depan wajah Reyhan tanpa ragu sama sekali lalu duduk kembali ke posisi semula. “Aku masih tidak percaya kalau aku akan dinikahkan dengannya.” Gumam Melani lagi.
“Wahh, gadis ingusan!” Keluh Reyhan seraya menghela napas panjang. Pria itu berusaha sekuat tenaga untuk meredam kemarahan di dalam hatinya. “Aku harus bersabar, jangan sampai acara ini bubar!” Ucapnya seraya menatap tamu di dalam ruangan megah tersebut.
Usai acara, Reyhan bergegas masuk ke dalam kamarnya. Melani bersama keluarganya sudah kembali ke kediaman mereka sendiri. Seminggu lagi adalah acara pernikahannya dengan Melani. Reyhan sedang melepaskan kancing bajunya seraya berdiri di depan cermin untuk menatap penampilannya. Reyhan melepaskan baju resmi tersebut dan tinggal celana panjang yang membalut sisi bawah tubuhnya. Dia terus mencermati wajahnya di depan cermin. Melihat garis rahangnya yang kokoh.
“Gadis ingusan itu, dia tidak berhenti memanggilku Om-om tua, apa wajahku memang setua itu?” Bertanya-tanya pada dirinya sendiri seraya menatap pantulan tubuh atletisnya yang sedang berdiri di depan cermin. Masih sibuk mencermati wajahnya sendiri dalam pantulan cermin di depannya tiba-tiba ponsel pria itu berdering nyaring. Di sana tertera nama ayahnya, Edgar. “Papa?” Gumamnya lalu segera menerima telepon, padahal baru beberapa jam yang lalu dia masih melihat ayahnya bersama para tamu di dalam kediaman kakeknya tersebut. Reyhan segera menerima teleponnya.
“Halo pa?” Jawabnya seraya duduk di tepi tempat tidurnya.
“Kamu baik-baik saja kan? Papa tadi sempat melihat kamu bertengkar dengan Melani. Papa cemas dengan hubungan kalian berdua.” Ucapnya dari seberang sana. Edgar bukanlah putra kandung dari Sandiaga dan Juwita. Pasangan suami istri tersebut merupakan korban kecelakaan yang telah diselamatkan oleh pasangan suami-istri Edgar dan Leila, ibu kandung Reyhan. Karena Sandiaga tidak memiliki keturunan dalam pernikahannya dia mengangkat Edgar sebagai putranya sekaligus penerus di dalam perusahaan. Akan tetapi, Edgar menolak lantaran dia sendiri adalah seorang direktur di sebuah rumah sakit ternama di kota. Akhirnya Sandiaga mengambil Reyhan untuk dijadikan penerus. Pria yang awalnya tidak suka dengan dunia bisnis tersebut perlahan masuk dan tertarik untuk mengembangkan perusahaan milik kakeknya hingga maju pesat seperti sekarang. Sampai-sampai pria itu melupakan statusnya yang sudah tidak muda lagi dan harus segera mencari pasangan hidup. Karena itulah Sandiaga menjodohkannya dengan Melani Anisa.
Reyhan masih terdiam, pria itu mendengarkan kata-kata ayahnya dari telepon di seberang sana. Memang benar, hubungan dirinya dengan Melani memang tak pernah membaik sejak pertemuan mereka pertama kali. Banyak sekali masalah yang sengaja dibuat oleh gadis itu untuk membuat acara perjodohan batal.
“Aku baik-baik saja, Papa tidak perlu cemas. Masalah Melani, Reyhan akan mengatasinya.” Sahutnya dengan nada datar, dia tidak ingin membuat ayahnya cemas.
“Bersikaplah lebih lembut padanya, Melani bukan berasal dari keluarga yang jauh di bawah kita. Dia putri dari keluarga terpandang, Ayah Melani sangat baik dengan Kakek mu. Mereka sudah lama bekerja sama sebagai rekan bisnis. Papa tidak ingin Kakek mu sedih.” Ujarnya pada putranya.
Reyhan mengukir senyum mendengar permintaan Papanya tersebut. “Papa, percayakan semuanya sama Reyhan. Pernikahan Reyhan tidak akan batal!”
Panggilan telepon berakhir, Reyhan masih duduk di tepi tempat tidur. Pria itu kembali teringat dengan gadis kecil yang sudah resmi bertunangan dengan dirinya hari ini.
“Melani Anisa. Brruuuk!” Reyhan menjatuhkan tubuhnya ke belakang. Perlahan pria tersebut memejamkan kedua matanya.
Tidak tahu berapa lama dia tertidur, dan saat terjaga dia merasakan sentuhan jari telunjuk pada kelopak matanya yang dipaksa untuk terbuka. Mau tidak mau Reyhan membuka perlahan matanya dan ujung jari telunjuk itu masuk mencolok matanya.
“Akkhhh! Astaga!” Reyhan memekik terkejut, matanya terasa pedih. Pria itu segera bangkit bangun dari atas tempat tidurnya, Reyhan berdiri sambil mengusap sebelah matanya dengan telapak tangan kanannya. Jadi dia hanya bisa melihat menggunakan sebelah matanya, pria itu ingin tau siapa yang tengah mengganggunya di ujung pagi. Tirai berwarna putih yang tergantung di ambang jendela kamarnya melambai, seluruh jendela kaca sudah terbuka. Sinar mentari pagi menerobos masuk perlahan dari kaca jendela kamarnya. Pagi yang cerah! Namun dalam dadanya terasa gelap melihat sosok wanita yang sedang berdiri di antara lambaian tirai. Reyhan melihat senyum tak bersalah terukir pada bibir mungilnya. Wajah tanpa dosa!
“Pagi Om-om tua!” Sapanya dengan bibir meringis menahan tawa, menatap Reyhan sedang menggigit bibir bawahnya sendiri. Melani melambaikan tangan kananya. Bahkan melihat Reyhan yang hanya bercelana panjang tanpa baju atasan, wanita itu tidak merasa canggung sama sekali. Wajah Reyhan terlihat sangat geram dan murka. Pria itu masih berdiri tegak seraya menutup sebelah matanya menggunakan telapak tangannya.
“Siapa yang mengijinkan mu masuk ke sini!?” Bentaknya dengan nada keras. Melani sampai terlonjak karena terkejut seraya memeluk tasnya.
“Aku, aku..” Melani mulai merubah sikapnya, dia sangat terkejut. Di dalam kediamannya sendiri dia belum pernah dibentak, bahkan dia juga tidak pernah mendengar kata-kata kasar dari kedua orangtuanya. Melani putri satu-satunya dari pasangan suami-istri Andika dan Karina. Mereka membesarkannya dengan penuh kasih sayang, dan sampai membuat gadis itu menjadi kurang dewasa. Melani cenderung bersikap kekanakan, semaunya sendiri, dan manja. Kedua bola mata gadis itu tampak mulai berkaca-kaca.
“Keluar!” Perintah Reyhan.
“Sruut! Bruukk!” Bukannya keluar, tapi Melani malah jatuh terduduk di lantai kamar Reyhan. Gadis itu menitikkan air matanya, tanpa suara tangisan.
Pria itu segera memutar tubuhnya, pria itu berdiri memunggungi Melani untuk melihat keadaan matanya di depan cermin. Bola matanya memerah tapi tidak parah. Reyhan mengambil obat tetes mata dari laci mejanya dan mulai meneteskan benda seukuran ibu jarinya tersebut pada kornea matanya. Perlahan matanya terasa membaik, dia kembali menatap cermin dan Melani masih duduk dengan kepala tertunduk.
Reyhan menopang berat tubuhnya pada tepi mejanya, pria itu menghela napas berat seraya mengusap rambutnya dengan gusar. Dia menatap gadis kecil yang sedang menangis tanpa suara. Berkali-kali mendengus tanpa tahu harus melakukan apa untuk saat ini.
“Om tua jahat!” Cetus Melani dengan teriakan keras. Gadis itu mulai beranjak berdiri dari posisi duduknya. Reyhan cemas karena di lantai bawah pasti Kakeknya sedang sarapan. Dia melihat Melani hampir melangkah keluar dari ambang pintu kamarnya.
“Sreettt! Aakhhh!” Melani memekik karena Reyhan mendadak menyambar pergelangan tangannya, lalu menekan punggung Melani hingga bersandar pada daun pintu kamarnya.
Melani membeku, Reyhan menahan kedua bahunya. Dia baru sadar kalau dia sekarang berhadapan dengan seorang pria dewasa! Awalnya dia merasa Reyhan tidak akan bertindak intens seperti sekarang, dia kira Reyhan pria yang tidak akan pernah bisa memperlakukan dirinya seperti pria memperlakukan wanita pada umumnya, karena dia berpikir Reyhan adalah pria gay!
Reyhan mendekatkan wajahnya, spontan Melani menutup kedua matanya. Satu detik berikutnya dia merasakan hembusan nafas Reyhan menyapa pipinya.
“Hapus air matamu, baru pergi.” Bisik pria itu pada telinga Melani. Nada datar yang sama acap kali terdengar, lalu Reyhan melepaskan genggaman tangannya dari kedua bahu Melani.
Melani segera menghela napas lega, dia pikir setelah bertemu tatap dengan dirinya pria itu akan melakukan sesuatu. Ternyata tidak, ada rasa lega karena Reyhan tidak melakukan apa-apa. Di sisi lain rasa kecewa lantaran dia masih tetap berpikir Reyhan bukan pria yang normal. Melani meremas ujung gaunnya, Reyhan sudah memutar tubuhnya dan menghilang di balik pintu kamar mandi.