17

1076 Kata
Kata suami yang terlontar dari bibir Ibu Windu ternyata membuat Wibisono tersentil hatinya. Ia bahkan belum bisa meyayangi Windu karena pernikahan yang terpaksa ini. Walaupun sudah terlihat Windu bukan perempuan haus akan materi, jelas terlihat dari kehidupannya. "Ini Mas, Sayur lodehnya dan ini bakwa tahunya," ucap Windu menyodorkan makanan itu keada Wibisono. "Terima kasih. Jujur saya belum pernah makan makanan sepert ini, dan ternyata sangat enak sekali," ucap Wibisono pelan. "Nanti kalau di rumah Windu masak makan indonesia, biar Mas bisa makan makanan yang sehat," ucap Windu pelan. Suasana kekeluargaan itu nampak harmonis dan berlangsung lama. Sampai lupa, mereka sudah satu jam lebih berada di meja makan dan menghabiskan smeua makanan itu sampai tak bersisa sambil berbincang dan bercanda. "Kalian tidak bulan madu?" tanya Ibu Windu pelan. Seketika raut wajah Wibisono nampak bingung. Ia bahkan tak kepikiran untuk bulan madu. Bukan karena dia punya kekurangan tapi memang Wibisono beum bisa menerima Windu menjadi istri seutuhnya. Cintanya dan sayangnya masih utuh bulat untuk Yasinta. "Bulan madu?" tanya Wibisono kembali dengan gugup. "Ya ... Bulan madu. Biasnaya kan kalau menikah pasti akan ada bulan madu," ucap Ibu Windu pelan. "Ekhemm ... Mas Wibisono masih sibuk kerja Bu. Ada proyek pekerjaannya yang belum bisa di tunda. Nanti lah, mungkin akhir tahun kita bisa merencanakan bulan madu. Iya kan Mas?" tanya Windu sambil tersenum dan mengedipkan satu matanya. "Iya Bu. Nanti kalau proyek saya sudah kelar. Saya akan bawa Windu berbulan madu ke tempat yang ia mau," jawab Wibisono dengan tegas. "Ya sudah. Kalian mau istirahat. Itu ada kamar untuk kalian. Memang Ibu persiapkan jika kalian akan menginap di sini," ucap Ibu pelan. "Nanti Bu. Saya mau bantu Romi dulu," ucap Wibisono pelan. Siang telah berganti sore. Windu membantu Ibu di dapur mencuci piring dan membersihkan rumah. Wibisono masih bermain dengan Romi dan kini mereka bermain monopoli. "Windu ... Suamimu bagaimana?" tanya Ibu Windu pelan saat mulai memotong beberapa sayura untuk makan malam nanti. "Bagaimana? Maksudnya?" tanya Windu pura -pura bodoh. "Usia kamu dan Wibisono itu jauh sekali. Tapi Ibu lihat dia sangat dewasa. Lalu? Bagaimana dia memperlakukan kamu di rumahnya? Secara kamu dan istri pertamanya kan tinggal satu rumah," ucap Ibu Windu yang khawatir dengan keadaa rumah tangga Windu. "Ibu tenang saja. Windu hanya butuh punya keturunan dari Mas Wibsiono," jawab Windu sngkat. Sebenarnya Windu tidak mau mnegulas tentang pernikahannya. Apalagi sejak awal pernikahan ini hanya pernikahan kontrak dan bukan pernikahan yang di dasari suka sama suka. "Ibu hanya tidak ingin kamu di sakiti. Sebenarnya Ibu kurang setuju dengan pernikahan ini, seperti ada sesuatu yang tidak beres. Tapi melihat kamu ingin bahgaia, Ibu ikhlas," ucap Ibu Windu sendu. Wajah keibuannya nampak semakin dewasa dan bijak dalam menyikapi. "Windu bisa jaga diri kok Bu. Windu mau buka usaha toko baju? Kira -kira gimana Bu? Kan tidak selamanya Windu bisa meminta uanga pada Mas Wibisono," ucap Windu pelan. "Ide bagus Windu. Kamu bisa jualan make up seperti di tmpat kamu kerja dulu," ucap Ibu menyarankan. Windu tampak tersenyum sumringah. Niat baiknya selalu ada dukungan dari oran tua. Mungkin sisa uang yang ada di dalam tabungan Windu, bisa Windu pakai untuk membuka usaha kecil -kecilan. Uang itu seharusnya untuk membayar hutang kedua orang tuanya. Tapi nasib mujur datang dengan sendirinya dalam kehidupan Windu. Hutang kedua orang tuanya pun lunas dan mereka mempunyai rumah yang layak. "Betul juga Bu. Ibu tidak mau jualan di sini? Sepertinya lumayan Bu," ucap Windu mencari peluang. "Mau. Tapi tetap ada yang harus bantu. Ibu mau jual kue basah dan kue kering, tapi kan bisa sendiri Windu," ucap Ibu pelan. "Cari yang bantu Bu. Kalau kita jualan kita bisa punya uang untuk menghidupi kebutuhan kita sendiri. Tanpa menunggu dari orang lain," titah Windu pelan. "Nanti Ibu cari oarng yang mau kerja di sini," ucap Ibu Windu pelan. Windu hanya mengangguk pelan dan mulai membantu Ibu memasak untuk menyiapkan makan malam. Bapak Windu sedang istirahat. Ia harus banyak tidur untuk memulihkan tenaganya kembali setelah terapi. Hari ini adalah hari terbaik bagi Wibisono dalam hidupnya. Tinggal di rumah yang membuatnya nyaman. Entah kenapa Wibsiono merasa betah dengan suasana rumah Windu. "Hati -hati pulangnya. Cepet punya momongan," ucapan Ibu Windu begitu menohok bagi Windu dan Wibisono. Terutama Wibisono yang jelas -jelas tak bisa memberikan keturunan. Tapi, namanya juga orang tua, mau bagaimana pun semuanya harus berjalan dengan baik. "Mas boleh minta tolong?" tanya Windu pelan. "Apa?" tanya Wibisono pelan. "Windu mau ke mall tempat Windu bekerja. Windu ada sedikit uang hasil tabungan kerja Windu selama ini. Rencananya Windu mau buka usaha cari kios gitu atau dimana untuk bukatoko baju dan kosmetik," ucap Windu menjelaskan. "Kamu mau usaha?" tanya Wibisono penasaran. "Iya. Memang salah? Dari pada Windu jenuh di rumah. Mending Windu cari kegiatan jualan di toko," pinta Windu pelan. Windu berusaha meyakinkan Wibisono agar lelaki itu menyetujui keinginannya. "Alasanmu apa selain jenuh? KAmu bisa jalan -jalan ke mall setiap hari atau ikut arisan seperti Yasinta," ucap Wibisono pelan memberi saran. "Mas ... Harta itu hanya titipan. Suami juga hanya titipan. Bisa jadi suatu hari Windu kehilangan keduanya di waktu yang sama," ucap Windu pelan. Wibisono mendengarkan ucapan Windu dengan cermat. Ia paham arah pembicaraan Windu. "Kamu butuh modal?" tanya Wibisono pelan. "Gak. Windu mau buka usaha sendiri tanpa campur tangn keuangan dari Mas Wibisono," ucap Windu penuh penekanan. "Kenapa? Biar tokomu besar dan di kenal banyak orang. Mnejual barang yang berkualitas dan bermerk akan memberikan keuntungna yang besar," ucap Wibisono memberikan gambaran. "Tidak Mas. Windu ingin menjalankan bisnis dari hati, mau menjalani step by step biar terasa prosesnya," jawab Windu pelan. "Kamu mau buka dimana?" tanya Wibisono mulai merespon. Yasinta berpuluh -puluh tahun bersamanay tidak ada niatan usaha apapun. Hidupnya glamour dan hanya menghabiskan uang untuk arisan dan healing denganteman -teman sosialitanya. "Nah ini Windu belum tahu. Mas Wib, ada saran? Kira -kira tempat yang ramai? Windu maunya mall yang menengah aja. Jadi kalangan atas bisa datang, kalangan menengah ke bawah pun masih bisa menjangkau," ucap Windu pelan. "Di mall dekat gedung perusahaan Mas. Disana ada mall baru, harga sewa tempatnya juga gak mahal. Nanti Mas tanyakan teman Mas. Untuk tempat, biar Mas hadiahkan untuk kamu. Cukup kamu pikirkan untuk modalnya saja. Jangan menolak Windu," ucap Wibisono pelan. "Oke. Hanya tempatnya saja ya. Jangan bantu Windu untuk hal lain. Windu ingin mandiri dan ingin fokus sama kesembuhan Mas. Mas mau kan sembuh?" tanya Windu ragu. Wibisono mengangguk pasrah. Tapi dalam hatinya tentu bahagia. Ia mendapatkan wanita yang baik seperti Windu. Tak hanya baik dan sederhana. Bahkan Windu sangat peduli pada dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN