Bab 4. Perhatian Kevin

1111 Kata
"Bu, jangan buru-buru gitu dong. Kita baru aja kumpul. Masa langsung ke sana obrolannya. Mending sekarang kita makan dulu, kasihan tuh Rissa udah lapar dari tadi nunggu Kevin!" ucap Wendi menegur halus istrinya. Seketika Sinta tertawa mendengar teguran itu, ia segera menggaruk kepala, dan meminta maaf pada Rissa yang pastinya terkejut akan arah pembicaraannya barusan. Kevin pun segera meraih piring kosong di hadapan Risaa, lalu mengambilkan nasi dan lauk pauk yang tersaji di atas meja. Ia menyendok semua menu untuk diletakkan di piring tersebut. "Pak nggak usah! Saya bisa sendiri kok!" protes Rissa antara merasa tidak enak dan malu. "Nggak apa-apa, Rissa. Anggap aja ini sebagai permintaan maaf saya karena udah bikin kamu nahan lapar gara-gara saya datangnya telat. Maaf ya." Kevin berucap seraya meletakkan piring yang terisi penuh lauk lauk dan nasi di hadapan Rissa. Membuat wanita itu melirik pada Kevin setelah menatap porsi makannya. Namun, walau begitu Rissa tak kuasa melakukan protes atas niat baik Kevin padanya. "Makasih ya, Pak. Seharusnya Bapak nggak perlu repot-repot!" "Sama sekali nggak repot kok. Silakan dimakan!" jawab Kevin santai. Orang tua Rissa dan Kevin pun tampak antusias melihat kedekatan anak-anak mereka. Sesekali Sinta dan Reina tertawa dan berbagi cerita sambil menikmati hidangan lezat. Makan malam pun berlangsung dengan canggung. Kevin dan Rissa berusaha untuk tetap tenang, meskipun perasaan mereka campur aduk. Selama menyantap makanannya, Rissa mencoba menghindari tatapan langsung dengan Kevin. Sementara itu, orang tua mereka terus berbicara dengan penuh semangat, tidak menyadari ketegangan yang dirasakan oleh anak-anak mereka. Di tengah percakapan, Kevin sesekali mencuri pandang, menatap Rissa yang lebih sering menunduk, dan fokus pada makanannya. Setelah menyelesaikan makan malam, kini suasana canggung terasa lebih pekat. Ditambah saat ayah dari Kevin membuka obrolan tentang niat mereka yang ingin menjodohkan Kevin dengan Rissa dan dengan perlahan ia mengungkapkannya pada putri dari sahabatnya itu. "Maaf, Om, tapi kita baru kenal, baru banget satu bulan karena aku kerja di perusahaan yang dipimpin Pak Kevin, dan juga ada peraturan di perusahaan kalau teman sekantor nggak boleh menikah, termasuk atasan dan bawahan seperti aku dan Pak Kevin. Iya kan, Pak?" Rissa memilih untuk langsung mengatakan keberatannya atas perjodohan mereka, ia pun meminta persetujuan Kevin agar mengiyakan perkatannya, dengan begitu orang tua mereka tidak melanjutkan niat kolot tentang perjodohan itu. "Tapi kita bisa kok merahasiakan pernikahan kita, Rissa." Jawaban Kevin barusan sungguh mematahkan hati Rissa yang berharap Kevin menolak sama seperti dirinya, tetapi pria itu malah dengan sengaja ingin memberi jalan untuk rencana orang tua mereka. "Nah tuh, Nak Kevin bilang bisa kok, kan pernikahan kalian bisa dirahasiakan dulu, cukup undang keluarga, saudara, dan teman terdekat aja. Orang-orang kantor nggak usah diundang. Jadi kamu mau kan, Rissa?" Sandi pun kini angkat bicara, bertanya langsung pada putrinya, berharap sang putri mau menikah dengan pria pilihannya yang menurut mereka adalah pilihan terbaik, dibanding Alex. "Nggak mau, Ayah. Rissa nggak suka sama Pak Kevin, sementara di pernikahan itu harus ada cinta!" jawab Rissa dengan tegas, menatap ayahnya dengan serius. "Rissa, kalau kamu terus menunda untuk menikah, Ayah nggak yakin umur Ayah akan sampai untuk menikahkan kamu dengan suamimu. Kamu dengar sendiri kan apa kata dokter bulan lalu," ucap Sandi yang seketika berhasil membuat kedua mata Rissa berkaca-kaca. "Ayah jangan ngomong gitu dong!" Suara Rissa bergetar saat mengajukan protes. Pertahanannya seakan runtuh jika Sandi sudah berkata tentang usia. "Ayah harus ngomong kayak gini biar kamu ingat kalau umur Ayah udah nggak lama lagi. Ayah cuma pengen lihat anak perempuan ayah menikah dan ayah yang jadi wali nasab untuk menikahkan kamu, sebelum kematian itu datang." Bibir Rissa terlihat bergetar dan hidungnya juga memerah menahan tangis. Andai di ruangan private itu tidak ada Kevin dan orang tuanya, mungkin Risaa sudah menangis sekencang-kencangnya. "Ayah tolong dong jangan bikin Rissa sedih! Pokoknya Ayah harus berumur panjang dan sehat terus!" "Ayah juga pengennya gitu, tapi penyakit Ayah nggak bisa disembuhin." "Tapi Ayah ...." "Tapi nggak apa-apa, kalau kamu memang masih belum siap untuk menikah," ucap Sandi yang akhirnya mendesah pasrah. "Bukan gitu, Yah, tapi kalaupun aku harus nikah, aku akan nikah sama Alex!" Sandi segera menggelengkan kelapa, sementara Reina membiarkan ayah dan anak itu saling bicara, tanpa menyelanya, dan Kevin bersama orang tuanya hanya menunduk, sesekali saling tatap. "Jangan Alex, Rissa. Dia bukan laki-laki yang baik untuk kamu!" "Alex kurang baik apa sama aku, Ayah? Dia baik banget, dia setia, dan hubungan aku sama dia baik-baik aja." Selesai mengatakan itu, Rissa menelan ludah. Baru kali ini lagi ia berani membicarakan tentang Alex pada ayahnya yang sangat tidak menyukai kekasihnya. Tetapi, Rissa merasa perlu membela Alex agar sang ayah mau merestui hubungannya dengan pria itu. "Karena kamu cinta banget sama dia dan terlalu percaya sama kata-kata manisnya, kamu nggak pernah sekalipun lihat dia dari sisi yang lain!" "Udah dua tahun aku pacaran sama Alex, aku nggak pernah lihat kejelekan dia seperti yang Ayah bilang. Dia nggak seburuk yang ayah pikir selama ini!" jawab Rissa yang sekali lagi membela kekasihnya dengan bulir-bulir bening yang semakin sesak menggenangi pelupuk mata. "Ya udah, terserah kamu kalau memang nggak percaya sama kata-kata Ayah!" "Aku bukannya nggak percaya, Ayah, aku cuma ngomong yang sebenarnya karena selama ini aku nggak pernah dapat bukti sekalipun kalau Alex itu nggak baik buat aku!" "Ok, kalau gitu Ayah akan batalkan perjodohan kamu sama Kevin!" "Ayah maafin aku." Rissa tampak bersalah karena tidak bisa mengabulkan keinginan sang ayah, di sisi lain ia begitu mencintai Alex, dan hanya ingin menikah dengan pria itu. Namun, karena cinta tak direstui membuat pasangan itu tidak mudah menjalani hubungan. "Nggak apa-apa, kamu nggak salah. Ayah yang salah karena terlalu berharap kamu mau menikah dengan laki-laki terbaik pilihan Ayah. Kalau kamu cuma mau nikah sama Alex, ayah nggak bisa berbuat apa-apa. Ayah hanya bisa mendoakan semoga kamu nggak menyesali keputusanmu!" ucap Sandi yang kemudian mengalihkan pandangannya pada Wendi, sahabatnya. "Ayah, Rissa harap Ayah mau kasih kesempatan buat Alex sekali aja. Rissa pasti akan bahagia nikah sama Alex. Rissa janji, Rissa nggak akan ngecewain Ayah." Wanita berparas cantik itu kembali berucap, memohon pada sang ayah sembari menyentuh punggung tangan ayahnya sebelum berlalu pergi keluar dari ruangan tersebut. Kevin pun berpamitan pada orang tuanya dan juga orang tua Rissa untuk menyusul sekretarisnya yang pergi meninggalkan ruangan yang suasananya seketika berubah rumit. Dengan langkah tergesa, Kevin mencari keberadaan Rissa yang begitu cepat menghilang entah ke mana, hingga akhirnya pandangannya menangkap sosok wanita itu yang duduk di salah satu kursi taman yang berada tepat di belakang restoran. Kevin pun langsung menghampiri Rissa yang terkejut melihat kedatangannya. "Ngapain Bapak ke sini?" tanya Rissa sembari mendongak. "Boleh saya duduk?" Kevin tidak menjawab pertanyaan Rissa, ia malah balik bertanya, meminta izin. "Duduk aja!" jawab Rissa yang seakan tidak mengizinkan. Namun, Kevin tetap duduk di sebelahnya walau tahu arti nada suara wanita itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN