Bab 5. Kedatangan Alex

1030 Kata
Di taman restoran yang diterangi lampu-lampu temaram, Kevin dan Rissa duduk di bangku kayu. Suara gemericik air dari kolam kecil di dekat mereka menambah suasana hening malam itu. "Kenapa diam? Bapak ke sini nggak mau ngomong apa-apa sama saya?" Rissa pun akhirnya bertanya setelah suasana hening beberapa saat, sementara Kevin tidak berniat membuka obrolan. "Saya di sini karena mau nemenin kamu, boleh?" "Saya nggak butuh ditemenin siapa-siapa, saya lagi pengen sendiri!" jawab Rissa ketus dan raut wajahnya tampak sedih. Wanita itu seperti tengah menahan tangisannya karena kedatangan Kevin. "Maafin orang tua saya ya, mereka nggak bermaksud maksa kamu buat nikah sama saya. Pasti orang tua kita mikirnya biar mereka makin dekat makanya mau jodohin kita." "Terus kenapa Bapak tadi jawabnya begitu? Kenapa nggak langsung nolak aja, biar kesannya bukan saya sendirian yang nolak rencana mereka? Ini tuh bukan pertama kalinya saya mau dijodohin sama Bapak, seharusnya Bapak langsung jawab nggak mau, biar kejadian kayak tadi, acara jodoh-jodohan kayak gitu nggak terulang lagi!" "Memangnya kita pernah dijodohin sebelumnya?" "Pak, saya tuh udah dari lama mau dijodohin sama anaknya Tante Sinta, Bapak kan anaknya! Makanya saya tuh tertekan banget, Pak!" Kevin tersentak kaget. Ternyata wanita yang pernah beberapa kali diceritakan oleh ibunya adalah Rissa, saat ia patah hati karena ditinggal nikah oleh sang kekasih, ibunya memang berniat untuk menjodohkannya agar segera menikah, dan memiliki keturunan. "Maaf ya, Rissa." "Ngapain Bapak minta maaf terus sih?" "Saya salah karena tadi jawabnya begitu. Saya pikir kamu hanya mempermasalahkan soal aturan di perusahaan. Saya nggak tau soal Alex, tadinya saya pikir kamu udah putus sama pacarmu, makanya mau dijodohin sama saya." "Hubungan saya sama Alex itu baik-baik aja, Pak. Tapi memang selama ini ayah dan bunda nggak pernah izinin saya jalanin hubungan sama Alex, apalagi kasih restu." Suara Rissa bergetar menahan tangis, tetapi pada akhirnya air mata pun meleleh dari sudut matanya saat menatap Kevin. "Nggak apa-apa, kalau kamu mau nangis, nangis aja," ucap Kevin agar wanita itu tak perlu ragu untuk menangis dan meluapkan rasa sedihnya. Rissa pun segera memalingkan wajah, sengaja mendongak untuk menghentikan air matanya. Namun, bulir-bulir bening itu seolah susah untuk dihentikan. Ia pun menutupi wajah dengan kedua telapak tangan dan menangis agar hatinya sedikit tenang. Semakin lama tangisannya terisak-isak, wajahnya tertunduk, air mata mengalir deras. Pikirannya begitu rumit saat ini. Ayahnya tidak merestui hubungannya dengan Alex dan malah menjodohkannya dengan Kevin, membuat hatinya dilanda perasaan gamang. Kevin yang duduk di sampingnya, berniat ingin menenangkan Rissa. Tangannya ragu-ragu terulur, ingin mengusap punggung Rissa, tetapi ia menahan diri. Ingin sekali rasanya Kevin memberi tahu Rissa tentang kejadian satu bulan lalu di bar, tentang niat b***t Alex agar wanita itu sadar bahwa yang Sandi katakan benar, Alex bukanlah pria baik-baik. Namun, melihat Rissa yang kini menangis, membuat Kevin memutuskan untuk tidak membahasnya. Ia hanya bisa menemani Rissa, memberikan kehadiran yang menenangkan di malam yang dingin itu. Setelah beberapa saat, ketika tangisan Rissa mulai mereda, Kevin pun bertanya dengan lembut, "Gimana sekarang? Udah jauh lebih tenang setelah menangis?" Lalu Kevin menyodorkan sapu tangan miliknya pada Rissa. "Maaf, saya malah nangis di depan Bapak!" Rissa berucap sembari mengusap wajah dengan jemari halusnya, berusaha menghapus air mata yang membasahi wajah, tanpa menerima sapu tangan yang Kevin sodorkan. "Ini bersih kok, belum saya pakai sama sekali!" Selesai mengatakan itu, Kevin pun langsung menggunakan sapu tangan miliknya untuk membantu Rissa mengeringkan air matanya. Membuat tubuh wanita itu menegang seketika karena jarak mereka yang sangat dekat. Rissa dan Kevin saling tatap dalam keheningan, hanya ditemani oleh suara angin yang berbisik di antara dedaunan. Hingga beberapa saat kemudian Kevin mengerjapkan kedua mata sembari menjauhkan tangannya dari wajah Rissa. Hal tak terduga terjadi, saat wanita itu merebut sapu tangan dari genggaman Kevin. "Pak, saya pinjam dulu ya sapu tangannya. Saya cuci dulu karena ini bekas air mata saya, nanti saya balikin secepatnya," ucap Rissa yang merasa perlu bertanggung jawab karena sudah mengotori sapu tangan itu dengan air matanya. "Itu buat kamu aja, nggak usah dibalikin." "Kenapa, Pak? Tapi kan ini sapu tangan branded. Pasti mahal kan harganya? Saya nggak mau ah." "Saya punya banyak, jadi nggak ada salahnya kalau saya kasih itu buat kamu, kebetulan itu masih baru, dan belum pernah saya pakai." "Bapak jijik ya? Tapi ya udah, daripada dibuang sayang, mending buat saya aja!" jawab Rissa yang kemudian membuat Kevin tersenyum melihat raut wajah Rissa yang sudah kembali ceria walau matanya sembab. "Ya udah buat kamu aja ya, padahal tadinya saya mau simpan baik-baik sapu tangan bekas air matamu itu. Ya udah, kalau gitu saya antar kamu pulang ke kosan yuk!" ajak Kevin yang membuat Rissa membulatkan mata. "Eh, nggak usah, Pak. Saya pulang naik taksi aja." "Saya antar aja, ini udah malam. Jangan naik taksi." "Memangnya nggak ngerepotin, Pak?" tanya Rissa yang seketika bangkit dari kursi taman. Kevin tertawa kecil dengan sifat malu-malu tapi mau Rissa. Ia pun menyusul bangkit dari duduknya seraya tersenyum. "Sama sekali nggak ngerepotin kok! Yuk kita pulang sekarang!" ajaknya dan meminta Rissa untuk melangkah lebih dulu. Kevin yang datang dengan mengendarai mobil seorang diri segera membukakan pintu mobil untuk Rissa dan mempersilakan wanita itu masuk. Hal itu membuat Rissa merasa malu karena sikap Kevin yang dianggap berlebihan terhadap dirinya. Tak lama kemudian, Kevin masuk ke mobil dan duduk di kursi kemudi. Sekilas ia menatap Rissa yang terdiam, lalu tersenyum sembari melajukan kendaraan meninggalkan parkiran restoran. Sepanjang perjalanan keduanya diam, Kevin tak berani memulai obrolan karena melihat Rissa yang sibuk dengan ponselnya, seperti tengah berbalas pesan dengan seseorang, tetapi raut wajahnya tampak suram. "Pak, bisa cepetan dikit nggak nyetirnya?" celetuk Rissa tanpa sadar karena terbawa suasana dan wanita itu terlihat menahan kesal saat ini. "Ada apa, Rissa? Apa ada yang nunggu kamu?" tanya Kevin untuk mencairkan suasana sembari menambah kecepatan mobilnya. "Alex udah nunggu saya di kosan, dari dua jam lalu." Kevin menelan ludah. Rasanya ia tidak senang mendengar kekasih dari sekretarisnya itu sudah berada di kosan dan menunggu Rissa pulang. Pasti ada sesuatu yang Alex katakan hingga membuat Rissa sekesal itu. Tanpa menjawab perkataan Rissa lagi, Kevin fokus berkendara, membelah jalanan yang cukup ramai. "Buat apa Alex nunggu Rissa di kosannya? Semoga aja laki-laki itu nggak punya niat buat macam-macam sama Rissa kayak kejadian malam itu!" batin Kevin yang merasa cemas dan tak tenang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN