Dea sedang mengelus perutnya yang tinggal menunggu hari di mana ia akan melahirkan anaknya ke dunia. Anak yang sebenarnya tidak diinginkannya. Tapi biar bagaimanapun juga, anak tetaplah anugerah. "Sayang, maafin mama yang dulu hampir saja membunuh kamu ya... Mama janji setelah kamu lahir, mama akan menyayangi kamu. Kamu segalanya buat mama. Cuma kamu yang mama punya." ucap Dea dengan tangan masih setia di perutnya. Tangannya ia gerakan naik turun, kadang memutar. "Tuhan, berikanlah aku kekuatan. Agar aku bisa dengan normal melahirkan anak ini. Meskipun aku hanya sendiri, semoga proses kelahiran lancar." Air mata Dea menetes. Ia kembali teringat ayahnya. Seandainya ayahnya masih ada, ia pasti punya tempat untuk berkeluh kesah. Tidak seperti saat ini, ia hanya sebatang kara.