Cao Hua kembali ke paviliunnya dengan wajah yang masih murung karena amarah. Di luar paviliun Bingxue sudah berdiri sesosok laki-laki tampan yang sangat dikenalnya. Itu adalah Xue Yang, pengawal keluarga Cao Cao yang juga sahabat kecil Cao Hua. Mereka berdua hanya bertukar pandang. Selir Hua masuk ke dalam paviliunnya dan secara spontan Xue Yang mengikuti langkah selir kaisar Xian itu.
Mereka berdua duduk tanpa adanya topik pembicaraan yang terdengar. Setelah beberapa saat, pelayan datang membawakan buah dan beberapa kudapan. 3 kendi porselen berisi anggur juga disiapkan, alih-alih teh, selir Hua meminta anggur kepada pelayannya.
"Yianrang, aku mau semua pelayan pergi. Aku mau bicara serius dengan panglima Xue." Ujar selir Hua.
"Yianrang mengerti." Ujar pelayan setia selir Hua.
Maka tidak ada seorangpun yang berada di paviliun Bingxue, hanya ada selir Hua dan Xue Yang. Xue Yang yang sudah duduk dalam waktu satu dupa tidak mengatakan apa-apa. Mata tajam pemuda yang berusia sebaya dengan selir Hua itu hanya memandangi wanita yang sangat di pujanya itu. Melihat wajah cantik Cao Hua yang biasanya ceria tetapi kini menjadi murung, Xue Yang tidak bisa membantu tapi ia mengetahui kalau selir Hua sedang terbebani akan suatu hal. Xue Yang akan selalu seperti ini, ia tidak akan berani bertanya terlebih dahulu. Xue Yang lebih suka membiarkan Cao Hua menceritakan masalahnya atas kemauannya sendiri.
"Kau, kau kenapa tidak bertanya?" Mengetahui kalau sahabat kecilnya itu tidak akan membuka mulutnya, Cao Hua mengambil inisiatif untuk berbicara terlebih dahulu.
Tapi Xue Yang hanya mengambil secangkir anggur yang ada di depannya, menyesap anggur yang harum itu tanpa mengatakan apa-apa. Ekspresi Xue Yang sangat tenang, tapi matanya yang tajam membuat orang yang melihatnya tidak bisa membaca pikirannya.
Melihat Xue Yang hanya diam seperti patung Buddha, Cao Hua hanya tersenyum tipis sebelum akhirnya ia terus-menerus mengangkat cangkir anggurnya. Setelah anggur itu membasahi tenggorokannya, Cao Hua kembali berbicara, "Kau selalu seperti ini Xue Yang. Dari kecil kau tidak pernah bertanya alasanku bersedih. Kau hanya akan diam dan menemaniku. Tapi karena itulah alasannya aku menyukaimu."
Wajah kaku Xue Yang masih sama, ia kemudian mengeluarkan dua kata, "Anda mabuk."
Setelah beberapa saat berusaha, selir Hua akhirnya mendengar suara Xue Yang. Tapi kemudian, secara tiba-tiba selir Hua mulai terisak ketika ia berkata, "Sebenarnya apa salahku? Apa kekuranganku sehingga kaisar bahkan tidak mau melihatku? Aku tau, aku tidak secantik kakak kedua, aku tidak pintar seperti kakak kedua, aku bahkan tidak lemah lembut sepertinya. Tapi, apa karena itu semua aku menjadi tidak pantas? Hah?"
Xueyang, "….."
Selir Hua kembali melanjutkan, "Awalnya aku sudah berniat tidak akan pernah jatuh hati pada kaisar. Aku berusaha mati-matian agar aku tidak jatuh cinta padanya, tapi aku bisa apa ketika langit bahkan tidak bisa membujuk hatiku!!”
Hati Xue Yang teriris ketika ia mendengar wanita yang telah lama ia cintai itu jatuh cinta pada orang lain. Tapi Xue Yang hanyalah anjing yang dibesarkan oleh keluarga Cao, meskipun posisinya di istana sudah sebagai panglima perang, tapi ia tau kalau Cao Cao tidak akan membiarkannya ketika Cao Cao tau kalau ia menyukai putri bungsunya. Selain itu, keselamatan Cao Hua akan terancam jika ia berani secara terang-terangan menyukai Cao Hua.
Xue Yang masih berusaha bersikap tenang, meski demikian tangannya sudah berubah menjadi tinju. Sebaliknya, Cao Hua yang mulai frustasi dan marah masih meraung pada Xue Yang yang sedari tadi tidak memberikan tanggapannya, “Bukankah kau seharusnya mengatakan sesuatu? Hah? Aku tau selama ini kau menyukaiku. Tapi karena ayahku…"
Mendengar Cao Hua mengatakan “aku tau selama ini kau menyukaiku” mata Xue Yang menjadi melebar. Ia tidak bisa mengingkari kenyataan itu, tapi tempat di mana mereka berada sekarang bukan tempat di mana seseorang bisa berkata seenaknya. Mereka berada di istana Weiyang, istana di mana kaisar dan para bawahannya tinggal, bahkan dinding istana memiliki telinga. Satu kata yang keluar dari mulut seseorang bisa membuat nyawanya hilang.
Xue Yang tidak bisa tidak panic ketika ia dengan hati-hati memperingatkan Cao Hua yang mulai mabuk, "Yang Mulia. Tolong jangan berkata seperti itu, hal itu akan berbahaya bagimu kalau sampai tersebar di istana."
Selir Hua tidak mengatakan apa-apa lagi setelah Xue Yang berbicara. Ia terus menyumbat mulutnya dengan beberapa gelas anggur. Sekarang Cao Hua sudah benar-benar mabuk, namun Xue Yang masih terjaga dan terus memperhatikan wajah malang gadis yang ia cintai itu. Takdir bodoh macam apa ini? Apa langit tengah mempermainkan mereka? Xue Yang yang hanya orang biasa jatuh cinta pada seorang selir kaisar Cao Hua, sementara itu Cao Hua menyukai kaisar Xian yang hanya mencintai permaisuri. Nasib Xue Yang tidak jauh berbeda dengan Cao Hua, mereka sama-sama mencintai orang yang salah.
Selir Hua kembali membuka mulutnya, "Andaikan kaisar Xian…."
Mendengar Cao Hua akan berbicara soal kaisar lagi, Xue Yang segera menghentikan selir Hua berbicara, "Cukup! Dari tadi aku hanya mendengarmu membahas kaisar dan permaisuri. Kau hanya akan membuat dirimu menderita."
“Kau marah padaku?" Cao Hua terisak seperti anak kecil.
Xue Yang tidak pernah bisa melihat wanita di depannya itu menangis. Maka dengan berani ia mendekat pada Cao Hua dan menggunakan lengan bawah bajunya untuk mengusap air mata yang jatuh ke pipi selir Hua.
"Gadis bodoh. Jika kau memintaku untuk membawamu pergi dari istana sialan ini, maka aku akan mempertaruhkan nyawaku untukmu. Asal kau bahagia, maka itu sudah cukup bagiku." Bisik Xue Yang.
"Xue Yang…kenapa kau begitu baik padaku? Tapi kenapa aku tidak bisa mencintaimu?" Ujar selir Hua yang mabuk sambil menarik kerah baju Xue Yang. Kini wajah mereka berdua begitu dekat, Xue Yang bisa merasakan hembusan panas dari nafas selir Hua menyentuh wajahnya.
Xue Yang menelan ludahnya. Wajah tampan Xue Yang memandangi wajah memerah selir Hua yang belum pernah ia lihat dalam jarak sedekat ini.
"Apa kau akan memberiku kesempatan? Aku akan membuatmu jatuh cinta. Aku akan membuatmu bahagia. Aku akan membawamu melarikan diri dari sangkar emas berduri ini." Xue Yang membelai wajah itu, tatapannya begitu menyedihkan ketika ia menatap wajah Cao Hua.
Selir Hua, "Kemarilah dan peluklah aku yang menyedihkan ini."
Mendengar ucapan selir Hua itu, Xue Yang benar-benar kehilangan kendali. Dia meminum arak yang berada disampingnya dan tanpa sadar dirinya telah mabuk. Xue Yang benar-benar tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mencium wanita yang kini sangat dekat dengannya itu. Selir Hua juga tidak menolak, selir Hua tampak menikmati cinta yang diberikan oleh Xue Yang itu. Cinta yang tidak akan pernah ia dapatkan dari kaisar Xian. Ciuman itu tidak berhenti sampai disitu saja, mereka berdua benar-benar sudah terlalu jauh malam ini. Pakaian bersulamkan bunga haitang yang melekat ditubuh Cao Hua kini telah berserakan bersama dengan pakaian Xueyang.
Konsekuensi yang tidak hanya akan di tanggung oleh Cao Hua dan Xue Yang di masa depan mungkin akan sangat menyeramkan. Tapi malam itu, keduanya benar-benar merasa kesepian. Mereka hanya ingin pelukan hangat untuk menghangatkan hati mereka yang kedinginan.
*/
Pagi harinya selir Hua terbangun, wajahnya berantakan. Ia bercermin di cermin tembaga berwarna kuning dan melihat rambutnya acak-acakan. Anehnya semua pakaian yang semalam berserakan kini sudah melekat ditubuhnya.
"Aku pasti terlalu mabuk semalam." Cao Hua memegang kepalanya yang sakit.
Yianrang datang dengan nampan berisi sarapan pagi. Tatapan melayang ke arah Cao Hua yang tampak linglung, tapi Yianran hanya diam dan memberikan sarapan untuk majikannya.
"Tadi malam…Panglima Xue pergi jam berapa?" Tanya selir Hua.
Mendengar majikannya menyebut nama Xue Yang, wajah Yianrang menunjukkan kepanikan yang tidak terbendung. Tapi Cao Hua tidak memperhatikan ke anehan pelayannya itu. Maka Yianrang segera menjawab, "Dia, dia pergi begitu anda pingsan karena mabuk."
Selir Hua, "Ah…."
Nampaknya selir Hua tidak ingat mengenai kejadian semalam. Dia begitu linglung dan hanya menikmati sarapannya. Namun kecurigaannya muncul ketika ia sedang mandi. Selir Hua melihat beberapa tanda di tubuhnya. Beberapa tanda kemerahan muncul di leher dan bagian tubuh lainnya.
"Yianrang….." Panggil selir Hua.
Yianrang yang tengah sibuk menyiapkan pakaian selir Hua segera bergegas menuju kamar mandi, "Iya yang mulia?"
"Apa yang sebenarnya terjadi semalam? Kenapa ada bekas luka dileherku?" Tanya selir Hua.
Yianrang gemetaran ketika Cao Hua menanyakan hal itu. Ia benar-benar takut untuk membuka mulutnya, "Itu, itu… mungkin karena yang mulia mabuk dan tidak sengaja menabrak sesuatu. "
Selir Hua ragu, "Benarkah? Tapi kenapa aku begitu lelah? Pagi ini bahkan aku sangat lelah sekali. Tubuhku seperti akan remuk.
Yianrang hanya diam dan membantu selir Hua berpakaian. Dia tidak mengatakan apa-apa tentang kejadian semalam. Yianrang sendiri adalah seorang pelayan yang berusaha menutupi kebodohan yang dilakukan oleh majikannya. Yianrang tau, nasibnya akan berangkir mengerikan jika kaisar tau perihal kejadian semalam. Bahkan kematian akan lebih baik daripada hukuman istana.
*/
Di pagi hari yang cerah, para selir akan berkunjung ke istana Fenghuang untuk memberi hormat pada permaisuri. Semua orang kini tengah duduk di aula istana Fenghuang dengan rapi. Begitu permaisuri Xianmu tiba dengan langkah anggunnya, semua selir langsung membungkuk, “Selamat pagi yang mulia permaisuri.”
“Kalian semua terlalu sopan, duduklah saudariku.” Permaisuri Xianmu berkata sembari tangan rampingnya membuat gerakan.
Permaisuri Xianmu duduk dengan anggun dan penuh martabat, sang permaisuri memancarkan aura mewah namun elegan khas bangsawan. Senyumnya menawan dan akan membuat setiap orang yang melihatnya menjadi bahagia.
Mereka bahkan belum duduk dengan tepat, tapi suara selir Fu sudah memancing suasana yang semula tenang menjadi bergemuruh layaknya badai.
"Aiya, apa ini? Jadi semalam kaisar bermalam dipaviliun Hua Ling ?" Seru selir Fu.
Semua mata melihat ke arah selir Hua, tak terkecuali permaisuri Xianmu. Tatapan para selir bercampur antara rasa cemburu dan kasian, cemburu karena selir Hua bisa mendapatkan cinta kaisar tapi mereka juga menatap permaisuri dengan tatapan kasihan karena adiknya sendiri yang menjadi wanita kedua yang di cintai kaisar Xian.
"Apa maksudmu selir Fu?" Tanya selir Hua dengan nada dingin. Matanya sesekali melirik ke arah permaisuri Xianmu.
"Ah ini, lihatlah..bukankah ini adalah tanda cinta kasih kalian semalam?" Jawab selir Fu sambil menunjuk leher kiri selir Hua. Selir Fu duduk disebelah selir Hua, jadi secara otomatis ia melihat tanda kemerahan itu. Provokasi selir Fu ini memiliki dua tujuan yang sangat jelas. Pertama, ia ingin hubungan kakak beradik antara permaisuri Xianmu dan selir Hua musnah, dan yang kedua, ia ingin permaisuri Xianmu merasakan kehilangan seseorang yang di cintainya.
Selain itu, selir Fu bukanlah orang bodoh dan naif seperti Cao Hua. Cao Hua yang masih terlalu muda bahkan tidak akan bisa membedakan bekas luka jatuh dengan bekas ciuman yang kini berada di tubuh putihnya.
Selir Hua mulai gelisah, "Apa maksudmu? Ini karena semalam aku terlalu mabuk dan tidak sengaja menggores leherku."
Aneh sekali…benda apa yang meninggalkan bekas seperti ini?" Selir Fu terus saja memprovokasinya.
Permaisuri Xianmu tetap diam dan mempertahankan sikap tenangnya. Jika hal ini adalah hal negative maka bukan hanya wajah Cao Fu yang akan dipertaruhkan, tapi keselamatan Cao Hua juga akan terancam. Maka permaisuri Xianmu dengan tenang berbicara, "Adikku Cao Hua ini memiliki alergi terhadap beberapa makanan. Dan aku pikir ini karena alerginya kambuh. Aku ingat dulu, kau pernah demam karena alergimu. Selain itu, anggur juga bisa memicu alerginya."
Selir Fu tampak kecewa mendengar jawaban cerdas permaisuri Xianmu itu. Selir dari klan Fu itu tau bahwa permaisuri hanya ingin melindungi adiknya dan berusaha mengalihkan pembicaraan.
Acara minum teh itu berakhir setelah beberapa saat. Permaisuri segera kembali ke istana Fenghuang, begitu pula dengan kedua selir itu. Namun, rasa penasaran permaisuri tidak berakhir sampai disitu. Permaisuri Xianmu sudah melakukan ritual suami istri bersama kaisar, tentu saja ia sudah memahami bekas kemerahan yang melekat pada tubuh selir Hua. Permaisuri Xianmu tidak akan mempermasalahkan jika bekas itu adalah bekas cinta dari kaisar Xian, tapi bagaimana mungki hal itu terjadi ? Semalam kaisar Xian berada di istana Fenghuang dan menghabiskan malamnya bersama permaisuri Xianmu. Apa selir Fu mengetahui sesuatu dan mencoba untuk memfitnah Cao Hua? Melihat kejanggalan kejadian tadi, membuat permaisuri mengutus Mian Mian untuk memanggil selir Hua.
Walau kemarahan selir Hua pada permaisuri Xianmu masih belum reda, sebagai seorang selir ia tetap berada di bawahnya. Jadi mau tidak mau, selir Hua segera pergi ke istana Fenghuang.
Selir Hua duduk setelah ia memberikan penghormatan. Tidak ingin membuang banyak waktunya di istana Fenghuang, selir Hua langsung berbicara dengan suara agak dingin, "Yang mulia apa yang ingin anda sampaikan?"
Permaisuri memahami kepolosan adik bungsunya itu. Oleh karena itu permaisuri sangat berhati-hati, "Xiao Hua, katakan pada kakak yang sejujurnya. Apa yang terjadi semalam?"
Selir Hua, "Apa maksud yang mulia?"
Permaisuri Xianmu,"Kau tau kan, tadi aku telah berbohong pada selir Fu. Kau tidak punya riwayat alergi apapun.”
Cao Hua, "Yang mulia, aku benar-benar tidak mengerti. Jadi anda juga tidak mempercaiku? Ah apakah anda benar-benar takut kalau kaisar akan berpaling padaku?"
Cao Hua sudah benar-benar terbawa amarah, ia benar-benar tidak bisa tenang lagi saat ia mengeluarkan kata-kata itu. Permaisuri Xianmu di lain sisi sedikit sakit hati dengan perkataan adiknya itu, ia tidak pernah mengira sebelumya kalau adiknya akan berkata seperti itu. Tapi permaisuri Xianmu telah hidup bersama Cao Hua cukup lama, ia tau betul perangai adik bungsunya itu ketika sedang marah. Maka permaisuri Xianmu dengan tulus tidak mempermasalahkan etiket Cao Hua yang sudah kurang ajar itu. Permaisuri Xianmu hanya menghela nafas untuk menenangkan dirinya. Ia kemudian berjalan dan mendekat ke selir Fu. Tangan mungil permaisuri meraih kerah hanfu selir Hua. Di atas kulit leher yang putih bekas itu terlihat begitu jelas.
"Ini, ini bukanlah bekas karena kau menabrak benda. Ini adalah bekas…ciuman!" Bisik permaisuri.
Selir Hua kaget, matanya membesar, "Apa? Tapi aku..aku benar-benar tidak tau..."
“Kalau ini adalah perbuatan kaisar maka aku tidak akan memanggilmu kesini, tapi selama beberapa hari ini kaisar selalu berada di istana Fenghuang. Aku tau ia tidak pernah datang ke paviliun Bingxue. Xiao Hua katakan pada kakak, apa yang sebenarnya terjadi?” Wajah permaisuri Xianmu menunjukkan kekhawatiran yang sangat besar untuk adiknya itu.