Sultan & Ratu 8

1130 Kata
"Kok muka kamu cemberut terus sih sayang?" Ratu menoleh ke arah Papanya namun tak menjawab sama sekali. "Ada yang gangguin kamu di sekolah barunya?" Bukan di ganggu lagi tapi udah keterlaluan gerutu hatinya. Samudra yang melihat Putrinya diam mengerutkan kening. Ratu tidak biasanya bersikap dingin seperti ini padanya? Samudra menatap Adiknya yang hanya menggelengkan kepala melihat keponakannya yang merajuk. "Ratu pengen pindah sekolah lagi Mas tapi aku nggak izinin." "Loh emangnya kenapa sama sekolah barunya?" "Aku kurang tau sih Mas cuman Ratu emang dua hari ini slalu ngeluh pengen nyari lagi sekolah." "Ya udah kamu tinggal pindahin aja kalau emang Ratu nggak betah tinggal di sekolah itu." Ratu yang mendengar suara Papanya berkata seperti itu langsung menatapnya berbinar. "Beneran, Pa?" "Iya. Kalau emang kamu nggak nyaman tinggal di sekolah itu yah kamu bisa pindah lagi. Papa nggak mau Ratunya Papa kenapa-kenapa." Ratu seketika tersenyum dengan lebar. Papanya emang luar biasa the best. Russel yang mendengar ucapan Samudra langsung berdecak. "Mas, Ratu udah kelas 3 SMA mana boleh terus berpindah-pindah." "Kalau Ratunya nggak nyaman di sekolah barunya kita bisa apa, Sel?" "Yeah, Ratu harus tahan sekolah di sana. Dia cuman butuh waktu 6 bulan lagi dan setelahnya selesai. Kalau dia terus berpindah-pindah pasti bakal nggak ada sekolah yang mau nerima murid baru kelas 3 Mas." Samudra yang mendengar Russel seketika terdiam. Ratu sekarang sudah kelas 3 itu artinya putrinya sudah tumbuh semakin besar. Samudra menatap Ratu yang kembali sibuk dengan sarapannya. Dia mengangkat tangannya lalu mengusap kepala Ratu dengan sayang. "Maafin Papa sayang bukannya Papa nggak mau bantu kamu pindah sekolah tapi yang di ucapin sama Pamanmu benar. Kamu sudah kelas 3 sekolah lain pun pasti nggak akan bisa nerima kamu. Sebentar lagi kamu ujian jadi mau nggak mau kamu harus tetap di sekolah itu." Ratu memejamkan matanya. Dia mendengus jengkel di dalam hati. Papanya sudah mengatakan seperti ini, itu berarti memang tak ada kesempatan sama sekali. "Oke nggak masalah." Hanya itu yang bisa di ucapan oleh Ratu. Di sarapan pagi ini dia sedang memikirkan bagaimana cara membalas dendam pada Sultan. Lihat saja pembalasannya tidak akan main-main. Ratu sudah benar kesal pada laki-laki itu. Sebenarnya dulu dia dilahirkan bagaimana sih, apakah lahirnya sungsang? Lihat saja otaknya makin kesini malah makin sengklek. "Emm ... Paman." Russel yang mendengar Sanga keponakan memanggilnya mengangkat kepala. "Kenapa, Ra?" "Paman tahu siapa donatur tetap di sekolah barunya Ratu?" "Kenapa emangnya?" "Ratu pengen tahu aja." Russel dan Samudra saling melirik. "Dia temennya Paman, anaknya juga sekolah di sana kok." "Iyakah?" "Iya. Kalau nggak salah dia anak IPA." Ah Ratu mengangguk-anggukkan kepalanya. Anak IPA yah. Ratu kan anak IPS mana tahu dia kalau anak IPA. Lagian Ratu dari awal sampai akhir juga di jurusan IPS. "Paman tau nggak eumm pemilik sekolahnya?" Russel dan Samudra semakin heran dengan Ratu. Biasanya gadis itu cuek-cuek saja tak pernah banyak bertanya. "Om Rajendra maksud kamu?" "Mungkin." Samudera semakin tidak paham kenapa Putri semata wayangnya jadi seperti ini? Bukan. Bukan Samudera tidak suka hanya saja ini bukan sifat Ratu. Ada apa dengan Putrinya? Apakah terjadi sesuatu padanya? Tapi dia menggelengkan kepala. Ratu bukan gadis yang gampang di intimidasi. Ratu gadis tangguh yang pernah dia miliki. Russel pun tak kalah bingungnya. Selama ini dia mengasuh Ratu dari dia masih kecil baru pertama kali ini melihat sikapnya berubah. Ratu tidak akan mau repot-repot mengurusi orang lain. Hidup gadis itu terlalu santai sampai terkadang membuatnya dan Kakaknya merasa khawatir. Apakah Ratu baik-baik saja? Masalahnya semenjak Samudera dan Istrinya bercerai Ratu sama sekali tidak banyak bicara atau pun menuntut seperti kebanyakan anak lainnya. Ratu bahkan terkesan tidak peduli dan membiarkan hak asuhnya kepada Jaksa harus kemana dia ikut. Russel terkadang merasa Ratu tidak seharusnya bersikap santai. Namun nyatanya Ratu memang seperti itu tidak mau banyak ini dan itu. Belum lagi semenjak tragedi dua tahun lalu membuat mereka merasa khawatir. Benarkah Ratu baik-baik saja? "Setahu Papa sih Om Rajendra punya 2 Anak Raden dan Sultan. Raden itu lebih tua 10 tahun dari Sultan dan dia udah nikah dan punya anak tapi kalau Sultan Papa sih kurang tahu. Memangnya ada apa sayang?" Ratu terdiam. Rajendra? Sultan? Nama itu sepertinya tidak asing di telinganya. Ratu mencoba mengingat-ingat nama laki-laki itu dan dia termenung. Sultan Rajendra. Yah pria itu bernama Sultan Rajendra dan dia anak dari Rajendra Abunawas. Pantas saja kelakuannya semena-mena ternyata dia memiliki kuasa di sekolah. Ratu menghembuskan napas kalau seperti ini, apa yang mesti di lakukan olehnya? Sultan memiliki kuasa di sekolah, otomatis semua pergerakannya pasti tidak akan bebas. Sultan sudah tahu letak-letak dimana setiap sudut sekolah dan itu yang mesti Ratu lakukan. Jika saja Ratu tidak membutuhkan ijasah dia malas sekali bersekolah. "Ratu kenapa nak?" Ratu mengerjapkan mata saat kepalanya di sentuh dengan halus. "Nggak apa-apa kok Pa, Ratu cuman nanya aja hehe." "Ya udah kalau gitu. Kamu mau berangkat bareng Papa apa sama Om?" "Emm ... Ratu pengen bawa motor boleh?" Samudera menggelengkan kepala tegas. "Kita udah buat kesepakatan kalau kamu sampai lulus sekolah nggak ada main motor." "Paaa tapi Ratu susah pergi kemana-mana kalau nggak ada motor." "Kamu bisa telpon Pak Toto buat jemput kamu." "Pak Toto supir Papa. Kalau Papa ada urusan sedangkan Pak Toto lagi jemput aku gimana?" "Om kamu juga bisa ngantar Papa." Ratu tertunduk lesu. Kenapa sih Papanya tidak memberikan hukuman yang lain saja? Kenapa Papanya malah mencabut semua fasilitas kendaraannya? Kalau begini Ratu harus terluntang lantung pulang berdesak dengan penumpang lain di Bus. Mending kalau kebagian tempat duduk, kalau tidak? Ratu mau tak mau harus berdiri dengan terpaksa. "Jadi gimana? Ikut Papa atau Om?" "Naik Bus aja." "Beneran? Ini udah jam 07.15 loh, 15 menit lagi kamu masuk." "Iya aku naik Bus aja. Aku ikut Papa tapi di depan nanti turunin." "Ngambek ceritanya?" "Nggak. Siapa juga yang ngambek, Papa kan apa-apa slalu kendaraan yang di ambil nggak pernah gitu uang jajan aku aja yang di potong." Samudera terkekeh mendengar gerutuan putrinya. Dia mengusap kepala Ratu dengan sayang. Ini satu-satunya cara supaya Ratu tidak melarikan diri. Ratu sudah kelas 3 tapi dia slalu saja berbuat masalah dengan berkendara. Samudera tak masalah jika Ratu berbuat nakal di sekolahnya asalkan di luar sekolah dia melarang anaknya untuk tidak melakukan yang membahayakan nyawanya. Peristiwa 2 tahun lalu membuat Samudra ikut trauma. Anaknya memang nakal tapi sampai mengalami musibah seperti itu rasanya tidak pantas sama sekali. "Ya udah kita pergi." Ratu bangkit berdiri. Russel ikut bangkit berdiri lalu mencium kening keponakannya itu, "Belajar yang rajin. Kalau kamu lulus ujian terus dapet nilai tertinggi Om bakal kasih hadiah buat kamu." "Deal. Mobil sports keinginan aku." Russel tertawa gemas. Dia menganggukkan kepala mengiyakan keinginan Ratu. "Ya udah aku pergi Om, byeee." Ratu melambaikan tangannya meninggalkan Pamannya berdua dengan Papanya. "Mas berangkat duluan, Sel. Kamu hati-hati di jalannya, jangan lupa kalau udah sampai tujuan kabarin Mas." Karena bagi Samudra hanya Russel dan Ratu yang di milikinya. "Siap, Mas."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN