Sampai di sekolah Ratu masuk ke dalam kelas. Dia menatap ruangan itu dengan sebal. Di kelas belum ada siap-siap, Ratu dengan kesal akhirnya mau tak mau dia membersihkan ruangan itu. Ratu tidak tahu apakah semua kelas anak IPS melakukan hal yang sama seperti kelas ini? Sekacaunya anak IPS tak pernah Ratu melihatnya lebih kacau dari ini. Ratu memang sudah bercerita pada teman-teman lamanya jika beberapa hari ini kehidupannya luar biasa mengerikan.
Ratu bertemu dengan Agan teman membolos nya dulu di sekolah yang entah ke berapa. Agan, Zuno dan Ilham yang menjadi teman seperjuangannya. Saat dia di nyatakan di pindahkan ke sekolah lain, rasanya hal itu seakan membuat mereka merana. Mau tak mau mereka harus berpisah namun berkomunikasi masih lancar. Sebenarnya Ratu memiliki satu lagi teman perempuan namanya Kian tapi entah kemana gadis itu. Agan berkata Kian pun sama di berikan sangsi membuat mereka bertanya-tanya, kemana perginya Kian?
Ratu mengusap peluhnya yang menetes dengan deras. Ruangan yang tadinya berantakan dan kotor sekarang terlihat bersih. Senyuman kecil tersungging di bibirnya, setidaknya walaupun dia trouble maker di sekolah namun untuk urusan kebersihan nomor satu.
Ratu menatap jam di pergelangan tangannya. Matanya melotot saat melihat jam sudah menunjukkan pukul 10. Gila! Seharusnya di jam ini mereka sedang belajar tapi jangankan belajar anak-anaknya pun tak datang. Bahkan guru pun tak ada yang masuk ke kelas ini. Selama beberapa hari Ratu sekolah tak ada satu pun guru yang datang. Ini bagaimana ceritanya? Kenapa bisa seperti ini? Ratu menjatuhkan tubuhnya di kursi. Benar-benar sekolah yang elite.
Getaran di saku roknya membuat Ratu merogok ponselnya. Di sana terdapat nama Erwin yang menelpon. Tangannya menggeser tombol hijau lalu menempelkan di telinganya.
"Halo, Win. Kenapa?"
"Lu dimana?"
"Di sekolahlah."
"Mau cabut nggak?"
"Boleh."
"Gua jemput di persimpangan, oke."
"Sip." Ratu memasukan ponselnya ke dalam sakunya. Dia bangkit dari duduknya lalu meraih tasnya.
"Aaaaaaaaaaa." Ratu memundurkan langkahnya reflek. Dia memegang dadanya yang berdetak kuat.
Matanya memandang tajam orang-orang yang sekarang sudah berdiri di hadapannya.
"Lo semua gila, hah? Kalau gua jantungan gimana? Sialan! Kapan kalian dateng?" Ratu mengusap dadanya dengan pelan.
"Lo beresin semua ini?" Ratu memandang Sultan sengit.
"Mana gua tahu."
"Jangan bohong Lo?"
"Siapa yang bohong sih. Udah sana gua mau cabut." Ratu melangkah ke kiri untuk pergi dari hadapan Sultan.
Sultan menarik pergelangan tangannya membuat Ratu berdiri bersisian. "Nggak seharusnya Lo lakuin hal ini."
"Gua nggak peduli."
"Tapi gua peduli sama elo." Ratu menyipitkan matanya. Dia kesal lalu tangannya yang satunya melayang ke arah bahu Sultan.
"Thanks atas kepeduliannya." Ratu melepaskan tepukan di bahu Sultan sambil menghempaskan tangannya.
Ratu akan melangkah pergi namun dia kembali berhenti saat teman-teman Sultan mengelilinginya membuatnya sesak napas.
"Nggak lucu Sultan. Mau apa lagi Lo? Nggak cukup kurung gua berjam-jam di rumah elu?"
"Wowwww udah main rumah-rumah nih." Ucap Faris cekikikan dengan cemilan di tangannya.
"Diem Lo." Ratu emosi sendiri jadinya.
Tidak bisakah laki-laki ini membiarkannya bernapas sehari saja? Niat ingin membalas dendam malah membuatnya terkurung dengan orang-orang i***t ini. Rasanya Ratu ingin mengamuk sekarang juga tapi jika di pikir ulang buang-buang tenaga.
Sultan cengengesan melihat wajah Ratu yang memerah. Dia mencolek dagu gadis itu membuat matanya melotot.
"Nggak usah pegang-pegang Lo."
"Lo ta—"
"Gua nggak mau. Apapun yang Lo ucapin gua nggak peduli. Gua mau keluar dan tolong kalian minggir." Ratu menjerit kesal.
Sultan yang melihat itu tertawa. Dia memerintah teman-temannya untuk memberikan Ratu jalan keluar. Ratu menghembuskan napas lalu pergi begitu saja meninggalkan kerumunan itu. Sultan membalikan badannya, tangannya terlipat di depan d**a. Dia menundukkan dirinya, menatap setiap langkah gadis itu yang pergi dengan percaya diri. Sultan mengangkat tangannya, menghitung dari langkah mundur.
"3,2,1."
Byurr
"SULTANNNNNNNNNNN! b******n LO."
"Buahahahaha." Sultan tertawa terpingkal melihat Ratu sudah basah kuyup.
Ratu mendengus jengkel. Dia merasa terhina karena di bully oleh laki-laki menyebalkan itu. Tangan yang sedang memegang tasnya di lemparkan begitu saja. Ratu menatap ke arah sekelilingnya dan matanya terpaku pada ember air bekas mengepel lantai tadi. Dia berjalan ke arah samping, mengambil ember itu dengan kesal. Saat berbalik di kelas tak ada siap-siap selain teriakan di luar kelas.
"SULTANNNNNNNNNNN!" Ratu berlari keluar dengan membawa ember.
Sultan berlari di lorong IPS dengan tawa menggema. Mungkin Ratu memiliki banyak akal untuk memberikannya sebuah pelajaran akibat tingkah menyebalkan nya. Namun posisi seorang Sultan tidak akan bisa di gantikan disini. Siapapun yang berurusan dengannya akan mendapatkan sebuah pelajaran berharga darinya.
Ratu mendengus. Dia menghentikan langkahnya lalu duduk di bangku. Tangannya mengusap air yang menetes di pipinya. Ingin menangis tapi ini masih di sekolah. Rasanya bukan Ratu Samudera jika menangis begitu saja. Ratu benar-benar kesal dengan laki-laki menyebalkan itu. Ingin sekali dia membalaskan dendam lebih dari ini namun sampai sekarang pembalasan apa yang pantas untuk Sultan. Saat Ratu akan mengangkat pantatnya untuk pergi dari sana sebuah sapu tangan terulur padanya. Ratu tidak jadi berdiri, kepalanya mendongak melihat seorang laki-laki tampan berdiri di sana. Ratu mengangkat alisnya sebelah.
"Lo bisa pake sapu tangan gua buat usap wajah Lo." Ratu menerima sapu tangan itu.
"Thanks."
"Gua nggak tau kalau Sultan bakal lakuin pembullyan sama murid baru di kelasnya." Ratu mengangkat bahunya.
"Kenalin gua Guntur kelas IPA 1." Laki-laki yang bernama Guntur mengulurkan tangannya.
Ratu terdiam sebentar namun tak lama dia meraih tangan itu untuk menjabat. "Ratu."
"Mau gua antar ke koperasi buat beli baju?" Ratu mengganggu kan kepala singkat. Tangan mereka yang masih bertaut di tarik Guntur untuk membuat Ratu beranjak.
Ratu tak mengelak, dia memang membutuhkan uluran sebuah tangan. Mereka berjalan berdampingan dengan keheningan. Ratu merasa bingung karena bagaimana bisa Guntur keluar kelas sedangkan sekarang sedang masa pembelajaran.
"Lo mau nanya kenapa gua bisa keluar di saat jam pelajaran?" Ratu meringis. Dia tidak terlalu dekat dengan orang baru. Hanya sekedar kenalan untuknya tidak masalah.
Namun untuk pertemanan, sejujurnya Ratu orangnya pilih-pilih. Bukan pilih-pilih seperti pemikiran kalian, dia pilih-pilih mencari orang yang memang satu tujuan dengannya. Bagi Ratu nakal itu memang berada di dalam jiwanya bukan karena ajakan dari seseorang. Maka dari itu Ratu paling tidak bisa berteman dengan orang yang awalnya orang baik dan setelah berteman dengannya malah melakukan kenakalan. Jujur Ratu memang merokok dan sering mabuk namun tidak terlalu candu seperti teman-teman lainnya.
Guntur menoleh melihat sosok mungil itu yang berjalan di sampingnya. Tadi dia sempat mendengar suara ribut-ribut dan siapa lagi jika bukan biang onar sekolahan ini. Guntur yang tau karena tiga tahun sekolah disini, hanya kelas IPS 10 yang berkelakuan i***t di antara semua kelas. Posisi kelas IPS 10 itu di ujung dekat pohon beringin besar. Usut punya usut katanya di pohon itu berpenghuni, jadi beberapa dari anak IPA dan IPS yang masih waras kurang berkenan jika guru menyuruh mereka untuk datang ke sana.
Dan lagi, kenapa Guru disini malah memasukan gadis ini ke kelas IPS 10? Setidaknya bisa masuk ke kelas IPS 9 lebih baik. Guntur memang tidak tau asal usulnya, kenapa dia di pindahkan ke sekolah ini di tengah akan banyaknya ujian. Dia sama sekali tidak tahu, karena hanya mendengar desas desus saja jika Sultan sang Raja kelas IPS sedang mengejar gadis ini. Di lihat dari penampilannya memang Gadis yang bernama Ratu ini sebanding dengan Sultan, Trouble maker sekolah. Mungkin itu juga alasan dia di pindahkan ke sekolah ini pikirnya.
"Gua cuman pengen tahu aja siswi baru yang masuk kelas Sultan."
"Hanya itu?" Ratu menggelengkan kepala. Cuman orang gila yang keluar dari kelas hanya ingin bertemu dengan siswi baru.