Memasuki butik terkenal di New York bukanlah impian Vhena, tetapi sekarang ia memasuki butik ternama itu dan sedang melihat-lihat gaun yang ia sukai untuk pernikahannya yang tinggal menghitung hari. Daniel melihat wajah Vhena yang terlihat kebingungan dan tampak kurang antusias. Berjalan mendekat, Daniel menepuk pundak Vhena lembut.
"Butuh bantuan untuk memilih?" tawar Daniel, ia tidak terlalu berharap Vhena akan membutuhkannya.
Namun, Vhena tersenyum manis seperti baru saja melihat cahaya dari dalam kegelapan. Wanita itu mengangguk dan meminta Daniel untuk memilihkan gaun untuknya.
"Aku tidak terlalu mengerti gaun pernikahan, tetapi aku ingin sesuatu yang berbeda," kata Vhena sambil menatap gaun-gaun yang terpajang di aula butik itu.
Manekin-manenik dengan gaun pernikahan yang menempel, terasa seperti sebuah pameran gaun pengantin yang hanya di adakan dalam satu tahun sekali. Daniel menarik tangan Vhena untuk mengikutinya dan melihat-lihat gaun yang menurutnya berbeda. Tepat saat Vhena menoleh dan menunjukkan satu gaun dengan desain bagian d**a berbeda dengan gaun lainnya.
Terlihat elegan dan berbeda dari warna lainnya, gaun berwarna putih gading sedikit berwarna cream itu terlihat anggun. Daniel membayangkan jika Vhena memakainya di altar pernikahan bersama dengannya. Senyuman Daniel merekah dan dengan segera ia memanggil salah satu pelayan untuk menanyakan gaun yang ia pilih hari ini.
"Kau suka?" tanya Daniel, pandangannya tidak lepas dari gaun indah di hadapannya.
"Ya, begitu indah dan elegan," jawab Vhena yang merasa aneh dengan Daniel yang terus memandang gaun itu.
"Aku juga menyukainya," jawab Daniel sambil menoleh ke arah Vhena dengan senyum manis di wajahnya.
Kata yang ia tunjukan bukan untuk gaun pilihannya, melainkan pada Vhena yang benar-benar ia sukai. Vhena tersenyum sedikit tersipu malu, betapa menggemaskannya wanita di hadapannya ini. Daniel dengan cepat menyelesaikan pembayaran gaun itu, Daniel melihat jam tangan sudah menunjukakan pukul sembilan malam.
"Sudah malam, aku akan mengantarmu pulang. Besok pagi aku akan menjemputmu, jadi kau harus cepat tidur agar besok kau tidak kelelahan."
Vhena hanya mengangguk, mereka menaiki mobil Daniel dan segera melesat menuju apartemen Vhena. Dalam perjalanan Vhena hanya diam sambil menatap luar jendela mobil, wanita itu seperti memikirkan sesuatu yang sepertinya sulit untuk diceritakan.
Setelah sampai apartemen Vhena, Daniel langsung saja berpamitan dan tidak lupa mencuri kecupan di kening Vhena. Vhena tertawa kecil saat pria itu langsung saja berlari menjauh sebelum tangannya melayang ke tubuh berisi milik Daniel.
"Sampai jumpa," Daniel melambaikan tangan kanannya sambil memasuki lift.
Vhena segera masuk ke dalam apartemen dan mengunci pintu rapat-rapat, menyalahkan lampu dan segera melepaskan pakaian yang ia kenakan. Ia segera mengambil ponsel miliknya dan mendial sebuah nomor di layar ponsel pintarnya.
"Ada apa malam-malam kau menelponku?" sapa suara dingin di seberang telepon.
"Besok aku akan datang, jadi-"
"Datang saja tidak perlu sampai menelponku, lagi pula apa yang kau lakukan datang ke rumah ini? Apa kau sudah mendapat gajimu bulan ini, sehingga kau akan datang? Lebih baik kau langsung saja mengirimnya dan tidak perlu datang."
"Seseorang ingin bertemu denganmu,"
"Siapa? Penagih hutang? Langsung kau bayar saja pada orang itu agar tidak datang lagi,"
"Mom, bisa dengarkan aku sebentar?"
"Katakan saja besok, aku lelah mengerjakan pekerjaan rumah hari ini,"
"Tapi Mom-"
Tuut tuuut tuuut
Vhena melemparkan ponsel miliknya ke atas ranjang, ia bergegas ke dalam toilet dan membasuh wajahnya di westafel. Menghembuskan napas panjang, Vhena mencoba menurunkan emosi yang sempat tersulut. Wanita itu kembali ke kamarnya dan mengambil ponsel untuk menelpon seseorang. Tidak lama telepon itu tersambung dan terdengar suara seseorang di seberang sana.
"Ada apa? Apa kau tidak bisa melihat pukul berapa saat ini?"
"Kakak, aku akan datang besok ke rumah Mommy. Aku harap kau juga datang untuk-"
"Aku sibuk dengan semua pekerjanku, lagi pula kau datang saja sendiri untuk apa mengajakku untuk ikut?"
"Kakak, sekali saja kau dengarkan aku, apa tidak bisa?"
"Apa lagi yang kau inginkan?"
"Aku akan menikah jadi-"
"Menikah? Apa kau gila? Daddy sudah tiada dan adikmu ingin memasuki akademi kedokteran. Kau tidak ada waktu untuk menghamburkan uangmu hanya untuk menikah, lebih baik uangmu untuk membayar biaya keperluan adikmu!"
"Dia juga adikmu, seharusnya kau juga membantuku!"
"Aku sudah menikah dan memiliki tanggunganku sendiri. Berhenti bersikap manja dan bekerjalah lebih giat lagi agar kau mendapatkan uang lebih banyak!"
Vhena langsung saja mematikan sambungan telepon, ia ingin sekali menangis karena keluarganya hanya memikirkan diri mereka sendiri. Wanita itu kembali teringat perkataan terakhir mendiang ayahnya sebelum meninggalkan dunia.
'Maafkan mereka.'
"Maaf?" Vhena tersenyum miris, entah apa yang harus ia maafkan.
"Dad, seharusnya kau membawaku ikut pergi bersamamu."
Vhena merebahkan tubuhnya di atas ranjang, tdiak peduli dengan tubuhnya yang hanya memakai dalaman berwarna hitam. Ia lelah dengan hatinya dan ia lelah dengan semua sikap keluarganya. Menjelang pagi, Vhena membuka kedua matanya. Kantuk masih melanda, dengan segera ia masuk kedalam toilet dan membersihkan tubuhnya. Membutuhkan waktu satu jam untuk dirinya benar-benar siap, jam dinding menunjukkan pukul 8 pagi. Wanita itu membereskan tempat make up miliknya dan membersihkan apartemen miliknya yang terasa cukup berantakan.
Ting Tong
Vhena menoleh ke arah pintu, dengan santai Vhena berjalan ke arah pintu dan membukanya. Terlihat Daniel dengan kemeja hitam yang membuat kesan seksi menguar indah dari tubuhnya. Daniel tersenyum lalu memberikan seikat bunga lily putih, senyum Vhena mengembang sambil menerima bunga itu dan mempersilahkan Daniel masuk.
"Terimakasih,"
"Apa kau suka?"
"Ya, aku menyukai bunga lily,"
"Aku melihat vas bunga milikmu dan tercium aroma bunga lily, aku pikir kau menyukainya jadi aku membelikannya untukmu. Tenang saja aku tidak mencari data apapun tentangmu,"
Vhena tertawa kecil mendengar penjelasan Daniel, pria itu benar-benar memperhatikan perasaannya. Tidak seperti keluarganya yang selalu saja melimpahkan apapun padanya, moodnya benar-benar memburuk jika mengingat perbincangan semalam dengan Ibu dan kakaknya.
"Aku tidak masalah jika sekarang kau mencari apapun tentangku,"
"Mengapa?"
"Terkadang aku tidak ingin menjelaskan apapun tentangku."
Vhena menutup obrolan sambil tersenyum manis ke arah Daniel, "Apa kau sudah sarapan?" tanya wanita itu sambil memasukkan bunga lily ke dalam vas bunga dekat dengan tv.
"Kau ingin membuatkanku sarapan?"
"Aku ingin sekali, tetapi aku yakin jika masakanku tidak selezat buatanmu,"
Daniel tertawa kecil mendengar guyonan Vhena, wanita itu mendekat lalu menarik tangan Daniel keluar. Mengunci pintu, Vhena berbalik menghadap Daniel.
"Kita makan di luar saja,"
Vhena melepaskan tangannya lalu berjalan mendahului Daniel. Daniel sempat melihat rona merah di wajah wanita itu yang terkesan menggemaskan. Senyum pria itu merekah saat mengetahui jika Vhena tidak siap memberikan racun di pagi hari untuknya. Vhena terlihat begitu manis di mata Daniel, pria itu melangkah mendekat mengimbangi langkah kaki Vhena.
"Kau ingin sarapan apa pagi ini?" tanya Vhena saat mereka sudah memasuki mobil milik Daniel.
"Aku?" tanya Daniel, Vhena menoleh ke arah Daniel dan bergumam kecil.
Cup
Dengan kilat Daniel mengecup bibir Vhena yang sudah menggodanya sejak pertama membuka pintu apartemen. Vhena mengerjapkan kedua matanya, ia mencoba mencerna apa yang di lakukan Daniel beberapa detik yang lalu.
"Bibirmu sudah cukup membuatku kenyang, sekarang kau ingin sarapan apa?" tanya Daniel dengan wajahnya yang memerah, tetapi ia kondisikan untuk terus menatap ke arah jalan di depannya.
Jantungnya berdegup kencang hingga ia merasa tidak nyaman mengendarai mobil miliknya. Daniel sudah sering mencium wanita seksi yang memuaskan hasratnya, tetapi ia tidak pernah berdebar-debar seperti ini. Dan sekarang ia merasakan jantungnya seperti ingin meledak hanya dengan mencium sekilas wanita di sampingnya.
'Ini tidak baik untuk kesehatan jantungku!'
"Vhena, apa kau marah padaku?" tanya Daniel ia cemas saat Vhena tidak menjawab pertanyaannya.
Daniel menghentikan mobilnya sejenak lalu menoleh kearah wanita yang duduk di sampingnya.
Cup
Vhena membalas apa yang dilakukan Daniel sebelumnya, dengan cepat Vhena memundurkan wajahnya dan menoleh ke arah jendela.
"Itu sudah cukup, kita bisa langsung ke rumah orangtuaku," balas Vhena, wajahnya sudah memerah dan menahan malu dengan apa yang baru saja ia lakukan.
'Tenggelamkan aku sekarang, ya Tuhan!'
Daniel menahan napasnya beberapa saat, entah mengapa ia saat ini seperti memenangkan lotre dengan hadiah seluruh dunia. Wajahnya tidak berhenti berkedut untuk tersenyum. Vhena memberikan selembar kertas dengan alamat lengkap rumah orangtuanya, Daniel menerimanya dengan senang hati. Ia kembali melajukan mobil range rover miliknya menembus kemacetan kota New York.
'Inikah yang dinamakan jatuh cinta?'
***